Share

5. Debat tanpa Henti

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-28 05:43:39

Kedua indera Arvin terbuka sempurna, Arsyad bahkan ingin membuka alat pernapasan yang terpasang. Semua orang menatap si sulung.

"Mbak, bisa dijelaskan kenapa tiba-tiba menolak meneruskan pernikahan ini? Bukankah katanya Arvin, njenengan sudah setuju?" tanya Maryam. Sebagai ibu, dia merasa Arvin telah dipermainkan.

"Aya, nggak usah macam-macam. Ingat apa yang Ibu katakan di kantin tadi," bisik Sekar. Lalu, dia berbalik menatap sng suami. "Tenang, Yah. Zoya cuma nge-prank kita saja."

Semenit kemudian, Zoya memindai tatapannya pada Arvin. Lalu, berganti menatap adik tirinya.

"Apa yang aku katakan tadi bukan prank, Bu. Aku memang nggak akan meneruskan pernikahan ini dengan Arvin."

"Aya, kita sudah cukup dewasa," sahut Arvin. Tatapannya tajam menghunus jantung pertahanan Zoya.

Tahu persis jika lelaki itu memanggilnya demikian, maka kemarahannya sudah mencapai puncak.

"Justru karena kita sudah sama-sama dewasa, Vin. Aku nggak mau kalau kamu sampai terpaksa menerima pernikahan ini. Kalau memang sudah memiliki orang yang kamu cintai, mengapa harus memaksakan semua ini?"

Memutar bola mata, Arvin sedikit bingung.

"Maksud Mbak Zoya apa?" tanya bapaknya Arvin. "Selama ini nggak ada perempuan ...."

"Pak," cegah Arvin. Kepalanya menggeleng keras. "Pak, njenengan sudah dengar sendiri ucapan Mbak Zoya. Bukan saya yang menolak pernikahan ini, tapi dia yang nggak mau." Menaikkan garis bibir berusaha tetap baik-baik saja di depan semua orang, Arvin menatap Arsyad.

Lelaki paruh baya yang kini terbaring di ranjang kesakitan itu mendelik pada putrinya. Alat bantu pernapasannya telah terlepas. "Aya, apa kamu mau melihat ayahmu ini mati cepat?" tanyanya pada si sulung dengan napas tersengal.

"Yah, jangan seperti ini?" kata Sekar. Tangannya berusaha memasang kembali alat bantu pernapasan sang suami, Tatapannya tajam menguliti si anak tiri. "Kamu mau membunuh ayahmu sendiri, Mbak?"

Tubuh Zoya seketika lemas, mundur dengan keadaan sempoyongan. Rasa bersalah serta bayangan kematian sang ayah menari-nari di depan mata. Namun, ketika netranya bersirobok dengan sang adik tiri. Kemesraan Arvin dengan Adeeva membuat dadanya begitu sesak. Mencoba mengumpul seluruh keberaniannya, Zoya memandang semua orang yang ada di ruangan itu.

"Aku nggak mau mati muda seperti Bunda," ucap Zoya. Tatapan kebencian itu kini jelas sekali tertuju pada Sekar.

"Apa maksudmu, Mbak?" Jantung Sekar berdetak kuat. Bulir-bulir keringat mulai bermunculan di wajahnya. Tatapan Zoya sungguh tak biasa.

"Rasanya, aku nggak perlu menjelaskan, Bu. Terpenting, aku nggak mau kejadian di masa lalu terulang. Statusnya istri, tapi nggak diperlakukan sebagai istri sebagaimana mestinya."

"Nggak perlu berbelit-belit, Mbak Zoya," ucap Arvin.

Melirik lelaki yang baru saja berbicara itu dengan kebencian. "Nggak perlu sok bodoh. Kamu pasti paham apa yang aku sampaikan," tegas Zoya.

Di sisi lain, Adeeva tersenyum dalam hati. Sementara orang-orang yang ada di ruangan itu masih diam memperhatikan dua calon pengantin.

Sang penghulu mengembuskan napas panjang. Lalu, menatap Zoya dan Arvin bergantian. "Gini saja, Mas Arvin, Mbak Zoya. Rasanya, perdebatan ini harus diselesaikan antar keluarga. Kami ini kan orang luar," ucapnya sambil melirik mereka-mereka yang menjadi saksi pernikahan. "Jadi, sebaiknya kami pulang dulu. Setelah semua permasalahan diselesaikan, boleh memanggil saya lagi."

"Ngapunten, Pak. Mungkin lebih baik seperti yang njenengan ucapkan itu," kata bapaknya Arvin.

"Kalau begitu, kami permisi." Tiga orang yang didaulat sebagai saksi dan penghulu undur diri setelah pamit pada Arsyad.

"Ibu sama Bapak mau pulang saja, Vin," kata Ashari, bapaknya Arvin.

Lelaki pemilik kulit sawo matang itu mengangguk. "Monggo, Pak. Ngapunten nggak bisa nganter."

"Nggak masalah. Selesaikan saja permasalahanmu dengan Mbak Zoya," tambah Maryam.

Sepeninggal kedua orang tuanya, Sekar keluar untuk memanggil dokter karena keadaan Arsyad yang mengkhatirkan.

"Seperti inikah caramu membalas Budi pada Bapak?" tanya Arvin pada Zoya. Bola mata membulat sempurna bukan marah karena gagal menikah, tetapi lelaki itu marah karena tingkah kekanakan Zoya.

"Nggak mau sakit hati sepanjang hidup jika menikah denganmu. Kamu pasti paham maksudku." Zoya berbalik hendak pergi meninggalkan Arvin dan Adeeva. Jika terus berada di ruangan yang sama, perasaan sakit itu akan terasa.

"Pikiranmu terlalu picik, Aya!" bentak Arvin, "hanya karena aku selalu unggul dibandingkan dirimu ketika sekolah dulu, kamu berkata bahwa aku sudah menyakitimu."

Arvin bahkan dengan nada marah, mencekal pergelangan Zoya dengan kuat. Merasa si lelaki belum menyadari kejadian sebelum akad akan dilangsungkan, kelopak mata Zoya terbuka sempurna.

"Yakin kamu nggak menyakitiku?" tantang Zoya, "kalau cuma masalah persaingan di antara kita wajar. Tapi, kamu dengan sengaja masih berhubungan dengan perempuan lain saat kita akan mengucapkan janji suci."

Entah mengapa, sebagian hati Zoya teriris saat mengatakan kebenaran itu.

"Siapa? Aku nggak pernah berhubungan dengan gadis mana pun?" bantah Arvin, "aku rasa kamu yang mencari-cari alasan karena ada lelaki yang sedang kamu tunggu."

"Kalau iya, kamu mau apa?" Kemarahan Zoya makin menjadi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   42. Kebahagiaan Sebenarnya

    Happy Reading*****Zoya berbalik akan segera berlari menjauhi sang suami. Namun, Arvin sudah memegang pergelangan tangannya terlebih dan mendekapnya sehingga Zoya cuma bisa tertawa."Puas, ya, ngerjain Mas kayak gini?" Menciumi seluruh wajah dan kepala sang istri. Zoya tertawa lepas. Setelah banyaknya kejadian tidak mengenakkan yang terjadi akhir-akhir ini, sekarang dia mendapatkan kebahagiaan. Pernikahan yang awalnya membuat ragu kini akan berubah menjadi keluarga kecil yang Insya Allah membahagiakan. "Mas, sih. Mukanya tegang gitu padahal yang over thinking sebelumnya adalah aku. Kenapa berubah nggak yakin setelah melihatku tadi?" Kedua tangan Zoya menangkup pipi Arvin membuat bibir lelaki itu monyong. Arvin berusaha tersenyum, tetapi kesulitan karena kedua tangan Zoya. Akhirnya, lelaki itu hanya memandang sang istri lekat sambil membayangkan ketika dulu Zoya sering sinis dan marah-marah tidak jelas padanya. Walau lelaki itu sudah berusaha menjelaskan dan bertanya kenapa sikap

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   41. Overthinking

    Happy Reading*****Zoya beranjak meninggalkan Arvin. Kakinya menghentak keras karena kesal. "Katanya cinta, cuma diminta tolong gitu saja nggak mau," gerutunya sepanjang perjalanan menuju kamar. Sebagai lelaki yang cukup peka dengan sikap istrinya, Arvin menyusul wanita yang sudah dia cintai sejak dulu itu. Sebelum sampai di kamar dan membuka pintu, pergelangan Zoya dipegang. "Jangan marah dulu, dong, Sayang. Bukannya Mas nggak mau beliin mangga muda, tapi Mas penasaran sama sikapmu sekarang. Kamu nggak pengen periksa ke dokter?""Aku nggak sakit, ya. Ngapain periksa?" Zoya menyilangkan tangannya. Bibirnya mengerucut dan tatapan matanya semakin jengkel pada sang suami. Menghela napas sambil mengelus dada, Arvin meletakkan tangannya ke pundak sang istri. "Ke dokter bukan cuma sakit saja, kan? Kamu nggak kepikiran aneh padahal sudah hampir dua bulan nggak datang bulan. Minimal, kamu tes mandiri deh, Sayang." Saat itulah kening Zoya berkerut. Entah mengapa beberapa bulan ini, dia tid

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   40. Merajuk

    Happy Reading*****"Ibu," teriak Hasbi. Lelaki itu segera merangkul perempuan yang telah melahirkannya dan berteriak untuk memanggil Ambulance.Sementara Arvin, mencengkeram kuat leher Noval. Dia juga melayangkan bogem dengan sekuat tenaga. Polisi langsung mengamankan lelaki yang telah melukai ibunya Hasbi tersebut. Namun, lelaki itu terus memberontak hingga satu pukulan kembali melayang padanya. "Dasar manusia jahat. Masih saja ingin melawan. Kamu mau membusuk di penjara seumur hidup?" bentak Arvin."Aku bersumpah nggak akan mati sebelum menghabisi kalian semua. Nggak usah mimpi, Vin," umpat Noval. "Menyerahlah sebelum kami melakukan tindakan lebih buruk dari ini." Polisi memukul kaki Noval, mengurangi pergerakannya.Sementara itu, Zoya terpaku melihat tantenya bersimbah darah di pelukan Hasbi. Air matanya tak henti-hentinya mengalir. "Bi, gimana kalau tante ....""Sstt. Berdoa yang baik-baik saja." Hasbi langsung menggendong ibunya kelur dari ruang meeting. Di luar, ambulance s

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   39. Korban

    Happy Reading*****"Om, jangan bertindak gegabah. Njenengan itu sudah menjadi buronan polisi saat ini. Kalau sampai Mbak Zoya terluka, hukuman yang didapat nggak main-main. Kemungkinan besar, Om Sano akan membusuk di penjara," peringat Hasbi. Dia bergerak pelan untuk menyelamatkan saudaranya."Diam, Bi. Jangan ikut campur. Kalau kamu bergerak lagi. Aku benar-benar akan menghabisinya," ancam Sano. Pisau yang dia acungkan ke leher Zoya menempel erat di kulit. Di belakang lelaki paruh baya itu sudah ada Noval dan lelaki yang paling dibenci Hasbi. Suami ibunya itu membawa serta perempuan yang telah melahirkan Hasbi. "Jangan ikut campur kalau nggak mau nyawa ibumu melayang," peringat Noval. Lalu, dia menatap semua orang yang ada di ruangan itu. "Sebaiknya, kalian juga diam. Jangan ada yang berani bergerak untuk menghubungi polisi kalau nggak mau nyawa melayang."Noval melemparkan map berwarna hitam ke meja meeting. "Silakan kalian tanda tangani berkas itu. Setelahnya, kalian bisa pergi

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   38. Tertangkap

    Happy Reading*****"Jika laporan rugi laba ini benar, kenapa pihak-pihak yang bekerja sama dengan kita masih komplain? Para karyawan juga banyak yang mengeluh jika Zoya membiarkan masalah itu terus berlanjut," tanya Sekar. "Benar. Ketika saya mengadakan sidak beberapa waktu lalu, salah satu karyawan sempat mengatakan bahwa kamu nggak mengambil tindakan apa pun. Cuma menyortir bahan amentah yang ada di frezer gudang. Selebihnya, kamu nggak amengambil tindakan apa pun," kata salah satu pemilik modal."Pasti yang bapak tanyai adalah karyawan dengan posisi pekerja biasa atau pelaksana. Coba njenengan tanya pada semua jajaran presidium yang ada di pabrik ini. Bagaimana Mbak Zoya dan saya berusaha mengatasi masalah yang ada tanpa bantuan siapa pun. Kami malah mendapat intimidasi dari beberapa orang tak dikenal," terang Hasbi. Zoya berdiri, menetap semua orang yang hadir penuh selidik. "Saya tahu, ada seseorang dari njenengan-njenengan ini yang nggak mau saya berada di posisi sekarang. Se

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   37. Masuk Perangkap

    Happy Reading*****Arvin menatap semua anggota keluarganya bergantian. "Kalau kita nggak menyembunyikannya. Aku takut, apa yang mereka rencanakan akan jauh lebih besar lagi. Bukan nggak mungkin kalau nyawamu juga menjadi incaran mereka," ucapnya pada sang istri. Diam, semua orang yang ada di ruang perawatan itu mencoba berpikir dan menimbang ide yang dikemukakan Arvin."Mereka itu orang yang berpikiran sempit. Kita nggak bisa menjamin jika mereka nggak merencanakan semua itu apalagi selama ini rencana-rencana yang disusun selalu gagal. Bu, Pak, aku nggak bisa mengambil resiko jika sampai mereka benar-benar menargetkan kematian Zoya.""Sepertinya, apa yang dikatakan Mas Arvin benar. Ada baiknya kita mengikuti permainan mereka. Mungkin dengan jalan ini, kita bisa mengetahui keberadaan Om Sano dan Noval. Jika orang yang dianggap penghalang sudah nggak ada, bisa dipastikan keduanya akan muncul," tambah Hasbi yang merasa ide sang ipar bisa dijalankan.Terdengar tarikan napas Zoya, dia m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status