Home / Romansa / Mendadak jadi Suami Youtuber / Inikah Rasanya Ditolak?

Share

Inikah Rasanya Ditolak?

Author: Ansar Siri
last update Last Updated: 2022-11-19 00:03:38

Sejak tiga hari yang lalu, Duta kesulitan untuk tidur. Bawaannya selalu gelisah, tapi juga berdebar menyenangkan dan bikin tidak sabar. Bagaimana tidak, hari ini dia akan jalan bareng dengan Tiwi, cewek yang sudah lama ditaksirnya diam-diam. Ini memang bukan kali pertama mereka jalan berdua, tapi yang sebelum-sebelumnya benar-benar sekadar jalan-jalan biasa, tidak ada perencanaan apa-apa.

"Pokoknya, hari ini kamu harus ngungkapin perasaanmu," kata Duta kepada bayangannya di dalam cermin.

Dia menyapukan pomade ke rambut ikalnya, lalu ditata sekenanya dengan jemari. Setelah dirasa cukup, dia berputar untuk melihat penampilannya dari segala arah. Kemeja lengan panjang abu-abu dan celana chino hitam itu baru dibelinya kemarin, dan tampak sangat pas di tubuhnya. Tidak bisa dipungkiri, ketampanannya meningkat 85% dibanding hari-hari biasanya.

Selesai di depan cermin, Duta beralih ke sudut ruangan, menarik laci dan mengambil kotak beludru berukuran kecil. Dia menggenggamnya sambil melangitkan harapan sekali lagi, sebelum dimasukkan ke saku celana.

Setelah mengunci pintu kosannya dengan baik, Duta pun berangkat ke tempat janjiannya dengan Tiwi menggunakan vespa butut kesayangannya. Sepanjang jalan dia bersiul, atau sekadar bersenandung lagu-lagu cinta yang bisa mewakili isi hatinya saat ini.

Lima tahun yang lalu, Duta terbang dari Makassar untuk mengaduh nasib di ibukota ini. Sejak ayahnya meninggal saat dia masih kuliah, Duta paham betul tugasnya sebagai anak pertama yang punya tiga orang adik. Ada beban tak kasat mata yang seketika berpindah ke pundaknya.

Berat memang, tapi pantang bagi Duta untuk mengeluh. Dia jalani semuanya dengan sabar, membiasakan diri pelan-pelan. Dia rela kerja serabutan demi bisa menyelesaikan kuliah dan adik-adiknya tidak putus sekolah. Semua itu mendewasakan pikirannya lebih cepat dari seharusnya. Dia kehilangan banyak waktu untuk bertingkah seperti remaja kebanyakan. Dia nyaris tidak punya pengalaman apa-apa di dunia percintaan. Karena itu, dia tidak yakin taman benar-benar pilihan yang bijak untuk menyatakan cinta. Namun, hanya tempat semacam ini yang sempat terpikirkan.

Saking semangatnya, Duta tiba di lokasi janjiannya dengan Tiwi 30 menit lebih cepat. Cowok hitam manis itu langsung mencari tempat duduk sambil merapikan buket mawar merah yang dibelinya di jalan. Karena kena angin, sekarang jadi sedikit berantakan, tidak secantik sewaktu masih terpajang di kios tadi.

Setelah menemukan tempat duduk yang dirasa cukup nyaman, Duta mengulang lagi dalam hati kalimat yang akan disampaikannya. Diulang sampai benar-benar lancar.

Beberapa menit kemudian, Tiwi pun datang. Dia bisa langsung menemukan Duta karena dikirimi petunjuk berupa foto.

"Udah dari tadi, ya?" tanya Tiwi sambil mengisi ruang kosong bangku beton yang diduduki Duta.

"Nggak, kok. Aku juga baru nyampe," dusta Duta sambil cengar-cengir.

"Bentar! Kok, kamu rapi banget?" tanya Tiwi sambil memindai penampilan Duta.

"Ya masa jalan sama kamu tampilanku sama kayak pas nguli. Kan, nggak mungkin."

Mereka terkekeh.

"Tapi serius. Hari ini kelihatan beda aja," komentar Tiwi lagi sambil menyelipkan rambutnya ke balik telinga.

"Bedanya lebih ganteng, kan?" seloroh Duta. Sebenarnya itu semacam pemanasan, agar lidahnya tidak menolak kalimat yang sudah dipersiapkannya matang-matang.

"Ya ... bolehlah." Tiwi manggut-manggut, sebelum tawanya berderai lagi.

"Sebelumnya maaf, nih, kamu jadi jalan sendiri. Harusnya aku jemput. Kan, aku yang ngajakin."

"Nggak apa-apa. Lagian sebenarnya aku ada sedikit urusan di kantor, tapi karena sudah telanjur janji sama kamu, aku sempetin ke sini."

"Bukannya Sabtu libur, ya?"

"Iya. Tapi tadi sedikit masalah, jadi aku harus ke sana. Tapi udah beres, kok. Bukan masalah besar juga."

Duta menghela napas panjang samar-samar. Sepertinya Tiwi tidak bisa berlama-lama. Sebaiknya langsung ke inti, tidak usah berbasa-basi lagi.

"Emang ada apa, sih, Ta? Kok, tiba-tiba kamu ngajakin ketemu di taman kayak gini?"

Deg!

Duta menelan ludah berkali-kali. Kalimat yang sudah dipersiapkannya seketika tercerai berai, sulit menemukan kata pertamanya.

"Eh, kamu bawa bunga?" Tiwi mencondongkan tubuhnya untuk melihat lebih jelas buket mawar merah yang tergeletak di samping Duta. "Buat siapa?" tanyanya kemudian dengan serius. Dia baru sadar, bahwa gelagat Duta agak beda hari ini.

"Buat kamu." Udara di sekitar Duta seketika memanas setelah dua kata itu terlontar. Ternyata sesulit ini rasanya mengungkapkan perasaan. Atau hanya dirinya yang terlalu payah?

"Buat aku?" Kening Tiwi berkerut dalam. Terlebih saat Duta benar-benar menyodorkan buket mawar itu kepadanya.

Tatapan mereka terpaut beberapa detik. Tiwi merasa agak asing dengan tampang Duta kali ini, bukan sosok humoris yang dikenalnya selama ini. Apa yang dia simpan di balik wajah seriusnya itu?

"Wi, selama ini—"

"Stop, Ta!" potong Tiwi buru-buru. "Kalau apa yang ingin kamu katakan hanya akan merusak pertemanan kita, aku nggak mau dengar. Aku udah nyaman banget dengan kita yang sekarang."

Duta terpaku dengan mulut yang masih setengah terbuka, seolah ada patahan kata yang mengganjal di sana. Inikah rasanya ditolak?

"Salah, ya, kalau aku suka sama kamu?"

Bukannya menjawab, Tiwi malah berdiri. "Maaf, Ta, aku harus pergi." Tanpa menunggu respons Duta, dia benar-benar pergi, mengabaikan buket bunganya begitu saja.

Untuk beberapa saat Duta masih terdiam di bangku beton itu, menatap nanar ke arah perginya Tiwi. Ada suara-suara mengejek yang menggema dalam kepalanya. Harusnya dari awal Duta sadar diri. Bagaimana mungkin pegawai bank secantik Tiwi tertarik kepada tukang bangunan seperti dirinya. Ternyata seperti ini rasanya menaruh harapan terlalu tinggi, yang berujung dengan menampar diri sendiri.

Dengan perasaan oleng, Duta memaksakan diri beranjak dari sana. Dia membawa kembali bunganya, meski tidak tahu harus diapakan. Bayangan masa lalunya bersama Tiwi terputar secara acak. Duta berusaha menemukan di mana letak salah perasaannya. Harusnya Tiwi tidak perlu bersikap seolah memberi harapan kalau ujung-ujungnya akan seperti ini. Atau barangkali memang dirinya yang terlalu baper.

Sambil terus melangkah, Duta meraba kotak kecil di saku celananya, yang bernasib sama dengan perasaannya. Ditolak terlalu dini. Padahal, tadi malam dia bahkan bermimpi menyematkan cincin itu di jari manis Tiwi. Nyatanya, hidup memang tidak pernah seindah mimpi.

"Please, kamu harus lamar aku."

Duta kaget bukan main ketika tiba-tiba seorang cewek bertubuh besar menangkap kedua pundaknya dan berkata seaneh itu.

"Apaan, sih?" Duta menyingkirkan kedua tangan cewek itu dan lekas menyingkir dari sana.

Namun, cewek itu malah menyusul dan kembali mengadang langkahnya. Kali ini dengan merentangkan kedua tangannya. Padahal tanpa merentangkan tangan pun, tubuhnya itu sudah cukup menghalangi.

Duta memutar bola mata, lalu kembali melangkah panjang-panjang menghindari cewek itu. Dia terkesiap ketika cewek itu lebih sigap menangkap pergelangan tangannya.

"Mau kamu apa, sih?" Duta berusaha melepaskan tangannya, tapi cengkeraman cewek itu lumayan kuat. "Kalau mau gila nggak usah ngajak-ngajak!" Duta mulai jengkel.

"Kamu harus lamar aku. Kalau tidak, hidupku tamat hari ini."

"Ha?" Duta makin tidak paham ada apa dengan cewek gendut ini.

***

[Bersambung]

Apakah Duta akan menuruti permintaan Rindu?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak jadi Suami Youtuber   Dalam Balutan Nuansa Musim Gugur Korea (TAMAT)

    Ketika menerima pesan dari Rindu yang mengajak bertemu di salah satu taman kota, Duta bingung harus senang atau bagaimana. Mengingat bagaimana reaksi perempuan itu di makan malam kemarin, Duta takut menerka-nerka.Duta tiba 15 menit lebih awal dari jam janjian, tapi ternyata Rindu sudah lebih dulu ada sana."Maaf, aku telat," ujar Duta setibanya di samping perempuan itu. Sekadar basa-basi, karena saat turun dari taksi tadi, dia sempat mengecek jam dan tahu betul ini belum memasuki jam yang ditentukan."Duduk."Respons berupa satu kata itu sempat membuat Duta bergidik. Kesannya sangat dingin, meski nadanya datar-datar saja.Setelah duduk, malah hening. Duta sungguh bingung harus ngomong apa. Masa yang kemarin harus diulang lagi? Daripada kayak patung, akhirnya Duta memindai suasana taman yang sangat sejuk itu. Setapaknya dipagari pohon maple."Ini tempat pertama yang aku kunjungi sendirian di Korea," ujar Rindu akhirnya.Duta mengerjap berkali-kali. Pasalnya, kalimat barusan, nadanya j

  • Mendadak jadi Suami Youtuber   Memohon Kesempatan

    Sejak pulang dari Seomyeon Underground Shopping Center, Rindu tidak pernah keluar kamar. Bahkan saat Mama memanggilnya untuk minum teh bersama di sore hari, dia beralasan agak kurang enak badan sehabis jalan. Saat ini lebih menyenangkan rebahan daripada minum teh, katanya.Rasanya masih seperti mimpi tiba-tiba Rindu bertemu Duta hari ini. Sesengaja itukah Tuhan menghadirkan hal yang dihindarinya hingga rela pergi sejauh ini?Kenapa?Tadi, Rindu memilih buru-buru pergi sebelum bertindak konyol. Karena sejujurnya, hampir saja dia menubruk lelaki itu dan membakar gulungan rindu dalam satu dekapan. Untungnya dia masih bisa menahan diri. Meski tetap saja hatinya belum punya ruang untuk memulai episode baru bersama lelaki itu. Dipikir berapa kali pun, rasanya memang lebih baik jika mereka mengakhiri pernikahan settingan itu sesuai ketentuan, sebelum semakin banyak luka yang tercipta.Malamnya, Mama mengetuk pintu kamar Rindu lagi untuk mengajaknya makan malam. Kali ini Rindu tidak mungkin m

  • Mendadak jadi Suami Youtuber   Aku Ingin Menua Bersamamu

    "Kok malah bengong?" Duta mencoba untuk nyengir, meski tarikan sudut bibirnya sungguh sangat kaku. "Padahal aku udah berharap kamu akan membalas pakai bahasa Korea juga, biar nggak sia-sia aku hafalinnya.""Apa menurutmu sekarang waktu yang pas untuk bercanda?"Irama luka di kalimat Rindu seketika memadamkan senyum Duta. Kalimat-kalimat yang sudah dipersiapkannya raib entah ke mana. Dari tempatnya berdiri, Duta bisa melihat sepasang manik perempuan di hadapannya—yang semoga masih bisa disebut istrinya—pelan-pelan dihiasi genangan tipis."Kenapa kamu tiba-tiba muncul?"Duta tidak yakin itu jenis pertanyaan yang benar-benar perlu dijawab."Kamu pikir semudah itu aku ke sini?" Rindu menunduk, menatap ujung sepatunya. Dan tanpa sadar, setetes bening jatuh dari sudut matanya. "Aku menerjang banyak hal sendirian. Cuma aku yang paham sakitnya. Aku kalah di tengah pertarungan rasa yang kuciptakan sendiri. Aku benci kenapa tidak bisa baik-baik saja di tempat yang ada kamunya. Dan sekarang, saa

  • Mendadak jadi Suami Youtuber   Annyeong Haseyo?

    Busan, Korea SelatanDua bulan kemudian ....Mungkin bagi orang-orang di luar sana, Rindu sesantai itu melepas channel-nya. Karena sama sekali tidak ada klarifikasi lanjutan, atau minimal merespons pertanyaan penggemar yang menumpuk di inbox-nya. Namun siapa sangka, dia pernah menangis semalaman diam-diam. Bukan karena menyesal, tapi dia benar-benar kayak merasa kehilangan separuh nyawanya.Keputusan menghapus channel Rindu anggap sebagai langkah pergi pertama. Dan benar, itu belum cukup. Ternyata dia butuh langkah lainnya yang benar-benar membawanya pergi jauh. Maka, seketika saja pikiran untuk ke Korea terlintas. Karena dia memang pernah berjanji untuk mengunjungi Mama suatu hari nanti.Saidah sangat terpukul ketika Rindu menceritakan semuanya. Dia merasa gagal menjadi ibu. Bahkan, pernikahan Rindu yang ternyata berjangka itu, juga pelariannya ke sini, dia anggap turunan darinya, yang juga gagal di pernikahan pertama. Namun, Rindu berusaha menyakinkan bahwa ini murni kesalahannya pr

  • Mendadak jadi Suami Youtuber   Aroma Tanah kelahiran

    Penerbangan Jakarta-Makassar memakan waktu sekitar dua jam. Duta mendapatkan kursi di dekat jendela. Dia menatap kerumunan awan dari atas larut-larut, sambil mengenang kembali awal cerita perantauannya hingga takdirnya terpaut dengan Rindu dengan cara yang tidak biasa. Dia berusaha melapangkan dada, meski beberapa hal berjalan tidak sesuai rencana.Ternyata ibu kota jauh lebih keras dari bayangannya selama ini.Bahkan setelah setengah perjalanan, Duta masih belum paham motif kepulangannya kali ini. Pelarian? Penebusan? Penyembuhan? Atau apa? Namun, yang pasti Duta harus lekas menyusun rencana kalau memang berniat menetap kali ini. Dia tidak ingin pulang hanya untuk menyusahkan Ibu. Untuk urusan di Jakarta dia anggap semuanya sudah beres, setidaknya untuk sementara. Kepada ayah mertuanya, Duta pamit pulang ke Makassar sampai Rindu kembali dari Korea. Dan entah kenapa Duta yakin ini akan menjadi jeda yang lama di hubungan tidak jelas mereka, atau malah akhir sekalian. Karena, sama seper

  • Mendadak jadi Suami Youtuber   Benarkah Rasa Itu Mulai Tumbuh?

    Makan malam dengan anggota KKN yang lengkap berlangsung cukup hangat. Mereka sengaja memilih restoran pinggir kota yang tidak terlalu ramai, tapi dari segi kualitas makanan tetap juara."Sekali lagi makasih, ya, Bams," ujar Duta di sela-sela makan. "Berkat video kamu, prosesku dipermudah."Bams berhenti mengunyah dan tersenyum ke arah Duta. "Sama-sama, Bang.""Aku doain semoga kamu bisa jadi youtuber yang sukses. Soalnya, belum jadi aja videomu udah sangat bermanfaat.""Amin. Makasih, Bang."Yang lain menyimak obrolan itu sambil tetap makan. Sesekali tawa ringan akan meningkahi denting sendok yang bersahutan."Oh ya, Bang, kenapa Kak Rindu tiba-tiba menghapus channel-nya?" Sebenarnya dari tadi sore Bams ingin menanyakan hal ini, tapi kelupaan. "Apa nggak sayang, tuh? Kan, nggak gampang ngumpulin subscribers sebanyak itu."Duta bingung harus jawab apa. Karena pertanyaan serupa pun sedang mendekam di benaknya. Dan sepertinya Bams dan yang lain belum tahu soal kepergian Rindu. Duta menah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status