Nomor yang Anda tuju sedang sibuk atau berada di luar jangkauan, silakan coba beberapa saat lagi ....
Sambil melempar kode agar kamera menyorot ke arah lain untuk sementara, Rindu menggeram kesal. Ke mana sebenarnya lelaki itu? Bisa-bisanya tiba-tiba tidak bisa dihubungi di saat-saat genting begini. Atau dia sengaja mau nge-prank, biar vlog-nya jadi lebih dramatis?Rindu menghela napas panjang sambil berusaha menyusun pikiran positif dalam kepalanya, meski kadar kecemasannya mulai mendominasi."Gimana, dong, Rin?" tanya Tasya sambil berlari-lari kecil menghampiri Rindu selagi bebas dari sorotan kamera. "Komen netizen mulai aneh-aneh, nih," imbuh cewek bertubuh mungil itu sambil menunjukkan kolom komentar tayangan live mereka di YouTube.Rindu mengambil alih ponsel Tasya dan membaca beberapa komentar. Tampangnya semakin kacau mendapati nada-nada desakan di sana."Lagian Ari ke mana, sih? Kok, tiba-tiba hilang kayak ditelan bumi?"Rindu mendengkus sambil mengembalikan ponsel Tasya. "Entahlah. Padahal tadi sebelum live masih sempat teleponan, katanya udah OTW."Seketika mata Tasya terbelalak. "Atau jangan-jangan dia kecelakaan?" tebaknya dengan nada panik sambil mencengkeram lengan Rindu."Hush! Jangan ngawur deh." Rindu mengibaskan tangan. "Kalau pun kecelakaan, nggak ada hubungannya tiba-tiba nggak bisa dihubungi kayak gini.""Kan, bisa jadi ponselnya dicuri di TKP.""Please, deh, Sya, jangan bikin tambah panik.""Atau mungkin ngambek?" Tasya masih menuruti spekulasi dalam benaknya."Ari bukan tipe ngambekan," bantah Rindu. "Lagian, ngambek karena apa coba?" lanjutnya, seolah bertanya ke diri sendiri."Yakin, kalian lagi nggak ada masalah?"Rindu berpikir sejenak, lalu menggeleng."Lah, terus apa? Nggak mungkin, dong, dia tiba-tiba ngilang tanpa sebab."Rindu berkacak pinggang sebelah tangan, tangan lainnya memijat kening. "Entahlah, Sya. Aku juga bingung banget, nih.""Kalau sampai Ari nggak muncul, tamat riwayat kita."Pikiran Rindu semakin gusar. Sambil meringis samar, dia mencoba menghubungi Ari sekali lagi. Namun sama saja, cowok itu masih belum bisa dihubungi."Suruh Devi ngulur waktu dulu, deh. Sebelum Beni makin nggak terkontrol. Tuh, lihat," Rindu menunjuk ke kamerawan mereka, "segala tanaman juga di-shoot."Tasya tepuk jidat, lalu bergegas menghampiri Beni. Cowok itu memang suka aneh-aneh kalau nggak diarahkan.Atas arahan Tasya, Devi, sang editor, terpaksa beralih profesi lagi sebagai pengulur waktu. Dia ahli dalam hal itu. Celotehnya kadang berbobot dan bisa meyakinkan penonton. Lihat, saja, ketika Beni sudah menyorot ke arahnya, cewek berambut pendek itu langsung menjelaskan alasan mereka memilih lokasi syuting saat ini. Katanya, karena taman ini memiliki sisi romantis yang tak banyak disadari orang-orang. Asli, itu ngarang.Tasya cukup lega melihat aksi Devi. Beberapa komentar yang menanyakan taman itu lebih detail mulai masuk, pertanda Devi lagi-lagi berhasil mengalihkan perhatian. Agar lebih efisien, sebagai sutradara yang sekaligus kadang merangkap sebagai admin, Tasya harus mengambil alih sisanya. Sebisa mungkin dia membalas komen-komen itu.Sementara Devi sibuk dengan karangan bebasnya, Rindu masih terus berusaha menghubungi Ari, sambil berpikir apa yang harus dia lakukan kalau cowok itu benar-benar tidak muncul.Bagaimana tidak panik, hari ini adalah penentu bagi Rindu, apakah dia masih berhak mempertahankan channel YouTube yang dibangunnya bertahun-tahun ini, atau terpaksa dihapus sesuai kesepakatan taruhan.Rindu memukul kepalanya saking frustrasinya. Bisa-bisanya dia terjebak dalam taruhan semacam ini. Waktu itu dia sangat emosi hingga akhirnya mengambil keputusan dengan gegabah tanpa pernah berpikir ujung-ujungnya akan seperti ini.Rindu pernah pacaran dengan Tristan, salah satu YouTuber Indonesia yang sekarang lumayan sukses setelah konten-konten prank-nya viral. Pertemuan mereka terjadi saat Rindu membuka lowongan untuk editor. Entah dari mana, Tristan pun datang menawarkan diri dan akhirnya diterima karena skill editingnya memang di atas rata-rata. Dari lima kandidat yang lolos tahap akhir, hasil pekerjaannya yang terbaik.Seiring berjalannya waktu, interaksi Rindu dan Tristan bukan lagi sebatas urusan pekerjaan. Mereka sering jalan bareng tanpa sepengetahuan tim yang lain. Harus Rindu akui, bahwa Tristan cukup memesona dengan kulit putih dan mata sipitnya. Darah chinese dari kakeknya menurun dengan baik. Selain itu dia juga teman ngobrol yang asyik, pengertian, dan yang paling penting tahu banget cara balikin mood Rindu.Namun, seperti perkenalan dengan makhluk berjakun yang sudah-sudah, sebisa mungkin Rindu membatasi diri. Dia tidak ingin melibatkan hati terlalu jauh karena tidak ingin sakit sendiri. Rindu sadar, tidak mungkin cowok good looking kayak Tristan tertarik sama cewek gendut seperti dirinya. Rindu benci mengatakan ini, tapi memang begitu kenyataannya.Sebenarnya Rindu tidak gendut-gendut amat, tingginya juga lumayan proporsional. Hanya saja, ukuran paha dan lipatan lemak di pinggangnya tidak bisa lagi diakali. Pakaian model apa pun tidak bisa menyembunyikannya dengan baik. Kecuali kalau dia mau pakai jas hujan ke mana-mana.Karena semua itu Rindu selalu berpaling dari pesona Tristan, menyelamatkan hatinya sebelum tergelincir. Namun, hal itu tentu saja sangat melelahkan karena mereka bertemu setiap hari untuk ngobrolin konten. Sampai-sampai Rindu pernah kepikiran untuk mencari editor lain yang tampangnya biasa-biasa saja.Sampai akhirnya, hal yang tidak pernah dipikirkan Rindu pun terjadi. Di suatu sore menjelang senja, di sebuah restoran yang cukup romantis, Tristan menembak Rindu. Tanpa memedulikan pandangan orang-orang, berbekal setangkai mawar plastik yang dicabutnya dari vas di atas meja, cowok itu berlutut. Sambil menatap lurus ke mata Rindu, dia mengatakan kalimat-kalimat yang ampuh mengaduk-aduk hati cewek. Terlebih hati seorang cewek gendut seperti Rindu yang nyaris tidak pernah diperlakukan seperti ini.Saat itu, meski hatinya sudah jumpalitan, Rindu berusaha tetap mengedepankan logika. Namun, melihat sorot mata Tristan, pertahanannya pun runtuh. Keberanian Tristan menyatakan perasaannya di depan umum berhasil jadi jaminan awal, bahwa cowok itu tidak peduli dengan tampilan fisik Rindu, bahwa dia tidak malu punya cewek gendut.Akhirnya Rindu pun menyerah. Di ujung usahanya mencari satu alasan untuk menolak Tristan, dia malah mengangguk, menyatakan kesediaan untuk menerima cowok itu sebagai pacar, pendamping sementara menuju selamanya jika memang berjodoh.Hari-hari selanjutnya, akhirnya Rindu bisa merasakan bagaimana indahnya memelihara hati yang sedang kasmaran. Semuanya terlihat merah jambu. Makan apa saja terasa enak. Selama bersama Tristan, hal sederhana pun terasa spesial. Dan seperti keahlian editingnya, Tristan juga punya keahlian memanjakan cewek yang mumpuni.Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Ketakutan yang pernah bercokol di benak Rindu akhirnya terbukti. Ternyata Tristan hanya memanfaatkannya. Semua yang pernah dikatakan cowok itu tidak tulus.Lamunan setengah meratap Rindu buyar ketika seorang cowok jalan sambil menunduk ke arahnya. Buket mawar merah tergenggam lemah di tangan kanannya. Melihat bunga itu, seketika ide yang cukup gila muncul di benak Rindu. Tanpa pikir panjang dia pun menghampiri cowok itu, sebelum live-nya berantakan dan hidupnya akan jungkir balik."Please, kamu harus lamar aku," katanya sambil memegang kedua pundak cowok itu.Cowok berpakaian rapi itu tentu saja kaget. Dia melongo.***[Bersambung]Gimana bab satunya? Semoga suka, ya.Mohon dukungannya dengan follow, like, dan share ke sobat readers lainnya agar makin banyak yang tahu cerita ini.Makasih.Salam santun 😊🙏Ketika menerima pesan dari Rindu yang mengajak bertemu di salah satu taman kota, Duta bingung harus senang atau bagaimana. Mengingat bagaimana reaksi perempuan itu di makan malam kemarin, Duta takut menerka-nerka.Duta tiba 15 menit lebih awal dari jam janjian, tapi ternyata Rindu sudah lebih dulu ada sana."Maaf, aku telat," ujar Duta setibanya di samping perempuan itu. Sekadar basa-basi, karena saat turun dari taksi tadi, dia sempat mengecek jam dan tahu betul ini belum memasuki jam yang ditentukan."Duduk."Respons berupa satu kata itu sempat membuat Duta bergidik. Kesannya sangat dingin, meski nadanya datar-datar saja.Setelah duduk, malah hening. Duta sungguh bingung harus ngomong apa. Masa yang kemarin harus diulang lagi? Daripada kayak patung, akhirnya Duta memindai suasana taman yang sangat sejuk itu. Setapaknya dipagari pohon maple."Ini tempat pertama yang aku kunjungi sendirian di Korea," ujar Rindu akhirnya.Duta mengerjap berkali-kali. Pasalnya, kalimat barusan, nadanya j
Sejak pulang dari Seomyeon Underground Shopping Center, Rindu tidak pernah keluar kamar. Bahkan saat Mama memanggilnya untuk minum teh bersama di sore hari, dia beralasan agak kurang enak badan sehabis jalan. Saat ini lebih menyenangkan rebahan daripada minum teh, katanya.Rasanya masih seperti mimpi tiba-tiba Rindu bertemu Duta hari ini. Sesengaja itukah Tuhan menghadirkan hal yang dihindarinya hingga rela pergi sejauh ini?Kenapa?Tadi, Rindu memilih buru-buru pergi sebelum bertindak konyol. Karena sejujurnya, hampir saja dia menubruk lelaki itu dan membakar gulungan rindu dalam satu dekapan. Untungnya dia masih bisa menahan diri. Meski tetap saja hatinya belum punya ruang untuk memulai episode baru bersama lelaki itu. Dipikir berapa kali pun, rasanya memang lebih baik jika mereka mengakhiri pernikahan settingan itu sesuai ketentuan, sebelum semakin banyak luka yang tercipta.Malamnya, Mama mengetuk pintu kamar Rindu lagi untuk mengajaknya makan malam. Kali ini Rindu tidak mungkin m
"Kok malah bengong?" Duta mencoba untuk nyengir, meski tarikan sudut bibirnya sungguh sangat kaku. "Padahal aku udah berharap kamu akan membalas pakai bahasa Korea juga, biar nggak sia-sia aku hafalinnya.""Apa menurutmu sekarang waktu yang pas untuk bercanda?"Irama luka di kalimat Rindu seketika memadamkan senyum Duta. Kalimat-kalimat yang sudah dipersiapkannya raib entah ke mana. Dari tempatnya berdiri, Duta bisa melihat sepasang manik perempuan di hadapannya—yang semoga masih bisa disebut istrinya—pelan-pelan dihiasi genangan tipis."Kenapa kamu tiba-tiba muncul?"Duta tidak yakin itu jenis pertanyaan yang benar-benar perlu dijawab."Kamu pikir semudah itu aku ke sini?" Rindu menunduk, menatap ujung sepatunya. Dan tanpa sadar, setetes bening jatuh dari sudut matanya. "Aku menerjang banyak hal sendirian. Cuma aku yang paham sakitnya. Aku kalah di tengah pertarungan rasa yang kuciptakan sendiri. Aku benci kenapa tidak bisa baik-baik saja di tempat yang ada kamunya. Dan sekarang, saa
Busan, Korea SelatanDua bulan kemudian ....Mungkin bagi orang-orang di luar sana, Rindu sesantai itu melepas channel-nya. Karena sama sekali tidak ada klarifikasi lanjutan, atau minimal merespons pertanyaan penggemar yang menumpuk di inbox-nya. Namun siapa sangka, dia pernah menangis semalaman diam-diam. Bukan karena menyesal, tapi dia benar-benar kayak merasa kehilangan separuh nyawanya.Keputusan menghapus channel Rindu anggap sebagai langkah pergi pertama. Dan benar, itu belum cukup. Ternyata dia butuh langkah lainnya yang benar-benar membawanya pergi jauh. Maka, seketika saja pikiran untuk ke Korea terlintas. Karena dia memang pernah berjanji untuk mengunjungi Mama suatu hari nanti.Saidah sangat terpukul ketika Rindu menceritakan semuanya. Dia merasa gagal menjadi ibu. Bahkan, pernikahan Rindu yang ternyata berjangka itu, juga pelariannya ke sini, dia anggap turunan darinya, yang juga gagal di pernikahan pertama. Namun, Rindu berusaha menyakinkan bahwa ini murni kesalahannya pr
Penerbangan Jakarta-Makassar memakan waktu sekitar dua jam. Duta mendapatkan kursi di dekat jendela. Dia menatap kerumunan awan dari atas larut-larut, sambil mengenang kembali awal cerita perantauannya hingga takdirnya terpaut dengan Rindu dengan cara yang tidak biasa. Dia berusaha melapangkan dada, meski beberapa hal berjalan tidak sesuai rencana.Ternyata ibu kota jauh lebih keras dari bayangannya selama ini.Bahkan setelah setengah perjalanan, Duta masih belum paham motif kepulangannya kali ini. Pelarian? Penebusan? Penyembuhan? Atau apa? Namun, yang pasti Duta harus lekas menyusun rencana kalau memang berniat menetap kali ini. Dia tidak ingin pulang hanya untuk menyusahkan Ibu. Untuk urusan di Jakarta dia anggap semuanya sudah beres, setidaknya untuk sementara. Kepada ayah mertuanya, Duta pamit pulang ke Makassar sampai Rindu kembali dari Korea. Dan entah kenapa Duta yakin ini akan menjadi jeda yang lama di hubungan tidak jelas mereka, atau malah akhir sekalian. Karena, sama seper
Makan malam dengan anggota KKN yang lengkap berlangsung cukup hangat. Mereka sengaja memilih restoran pinggir kota yang tidak terlalu ramai, tapi dari segi kualitas makanan tetap juara."Sekali lagi makasih, ya, Bams," ujar Duta di sela-sela makan. "Berkat video kamu, prosesku dipermudah."Bams berhenti mengunyah dan tersenyum ke arah Duta. "Sama-sama, Bang.""Aku doain semoga kamu bisa jadi youtuber yang sukses. Soalnya, belum jadi aja videomu udah sangat bermanfaat.""Amin. Makasih, Bang."Yang lain menyimak obrolan itu sambil tetap makan. Sesekali tawa ringan akan meningkahi denting sendok yang bersahutan."Oh ya, Bang, kenapa Kak Rindu tiba-tiba menghapus channel-nya?" Sebenarnya dari tadi sore Bams ingin menanyakan hal ini, tapi kelupaan. "Apa nggak sayang, tuh? Kan, nggak gampang ngumpulin subscribers sebanyak itu."Duta bingung harus jawab apa. Karena pertanyaan serupa pun sedang mendekam di benaknya. Dan sepertinya Bams dan yang lain belum tahu soal kepergian Rindu. Duta menah