Share

Bab 3

Penulis: Zelda
Rachel dengan tenang menyimpan kembali jarum perak di tangannya, lalu menyipitkan mata untuk melihat. Dia mungkin sedikit mabuk, jadi hanya bisa samar-samar melihat profil wajah pria itu yang begitu dalam dan dingin.

Pria itu memandang ke arah Rachel dari atas. Suaranya tenang, tetapi mengandung tekanan tak kasat mata.

"Kalau seorang gadis nggak menghargai dirinya sendiri, nggak akan ada orang lain yang menghargaimu. Jagalah dirimu baik-baik."

Setelah berkata demikian, pria itu melangkah pergi dengan kaki panjangnya.

Rachel menatap punggungnya dengan sedikit terpaku.

Dia perlahan-lahan mencerna kata-kata pria itu.

Ketika pria itu mengatakan bahwa Rachel tidak menghargai dirinya sendiri, mungkin maksudnya adalah dia seharusnya tidak berada di tempat berbahaya seperti ini, minum sendirian di malam yang gelap dan berangin.

Pria itu benar.

Terlebih lagi, jika dibandingkan dengan situasinya saat ini, apa yang dikatakan pria itu lebih benar lagi.

Rachel bahkan tidak menghargai dirinya sendiri. Dia merendahkan diri, membiarkan Gavin memperlakukannya sesuka hati. Rachel juga membiarkan pria itu memerintahnya begitu saja selama bertahun-tahun. Tidak heran Gavin sama sekali tidak menyukainya, apa lagi menghargainya.

Ketika mengingat kembali kata-kata yang baru saja diucapkan Gavin, hati Rachel terasa makin sakit.

Rachel memang mengidap penyakit, yang secara medis disebut dengan gangguan kontak fisik.

Setiap kali ada lawan jenis yang menyentuhnya, Rachel akan merasa mual tanpa sadar, merasakan penolakan, serta merasa cemas.

Gejala ini menjadi makin jelas seiring bertambahnya usia.

Oleh karena itu, selama ini Rachel hanya melakukan kontak yang sangat terbatas dengan Gavin. Yang paling ekstrem hanyalah ciuman di pipi. Itu pun dilakukan dalam kondisi Rachel sangat menahan diri.

Rachel pernah berpikir, jika suatu hari nanti mereka menikah, dia bisa mencoba untuk menahan diri sekuat tenaga, lalu melakukan semua hal yang seharusnya dilakukan oleh pasangan. Tidak peduli seberapa menyakitkannya itu, Rachel bisa menahannya.

Namun, di mata Gavin, semua ini hanyalah bentuk kepura-puraan.

Gavin tahu dengan baik bahwa dirinya benar-benar memiliki penyakit ini, tetapi di depan orang lain, hal itu menjadi alasan untuk mengolok-olok dirinya.

Rachel menatap punggung pria yang makin menjauh itu, lalu tersenyum lembut.

Malam yang dingin membuat efek alkohol dari tubuh Rachel mulai menghilang, hingga akhirnya membuat Rachel benar-benar sadar.

Dia mengeluarkan ponselnya, lalu mengetik pesan kata demi kata.

[Gavin, kita putus saja.]

Terdengar suara ledakan keras tepat setelah pesan terkirim. Sebuah kembang api besar tiba-tiba menyala satu per satu di seberang sungai, seketika menerangi langit malam.

Tahun baru telah tiba.

Tahun baru itu adalah hal yang baik, memiliki makna bahwa hal-hal yang lama telah berakhir sepenuhnya saat ini.

Rachel menikmati kembang api tahun baru yang indah dalam diam, lalu menundukkan kepala, dengan sungguh-sungguh membuat sebuah permohonan.

...

Mendekati dini hari.

Di lantai satu Vila Azalea.

Beberapa orang berbaring dengan posisi acak di sofa. Marco dan yang lainnya sudah kelaparan setengah mati. Sekarang, mereka tampak menatap pintu dengan penuh harap.

Agar Rachel tidak merasa malu untuk masuk, pintunya bahkan dibiarkan terbuka.

Namun, selain angin dingin yang bertiup masuk, tidak ada bayangan satu orang pun yang muncul.

Gavin duduk di sofa dengan ekspresi dingin serta masam.

Marco yang tidak tahan, akhirnya berkata, "Ini sudah dua jam, di mana Rachel? Aku hampir mati kelaparan! Pak Gavin, kenapa kamu nggak ... mendesaknya?"

Gavin setengah bersandar di sofa, nada bicaranya penuh penghinaan.

"Kalau aku meneleponnya, bukankah dia akan jadi makin berani dan makin keterlaluan?"

"Benar juga."

"Tapi kita nggak bisa terus menunggu seperti ini."

Yasmin yang berada di samping Gavin bangkit berdiri, lalu berkata dengan suara lembut, "Bagaimana kalau aku membuatkan sedikit makanan?"

"Kamu?" Nada suara Marco terdengar merendahkan, "Lupakan saja, jangan sampai kamu nanti membakar dapur. Lagi pula, aku juga nggak mau makan masakanmu. Bahkan masakan koki terkenal pun aku nggak suka."

Yasmin tertawa canggung. Ketika melirik Gavin, dia melihat wajah pria itu tampak dingin, bahkan tidak ada niat untuk membelanya.

Marco menghela napas lagi. "Rachel ini hebat juga. Otaknya cerdas dalam mempelajari apa pun. Demi Pak Gavin, dari orang yang nggak pernah menyentuh dapur, dia bisa menjadi koki yang belajar memasak dengan serius. Dalam waktu satu tahun yang singkat, kemampuan memasaknya bisa menyaingi koki restoran Michelin. Makanan buatannya rasanya benar-benar ...."

"Kruk, kruk." Terdengar suara perut berbunyi lagi.

Marco menatap Gavin dengan wajah memelas.

Gavin menyipitkan mata. Baru saja dia hendak berbicara, ponselnya berbunyi.

Gavin langsung terlihat puas. "Lihat, dia datang juga, 'kan? Dia selalu seperti itu. Setiap kali membuatku marah, dia akan selalu mengirim pesan meminta maaf, lalu kembali tanpa malu."

Ketika Marco mendengar akan ada makanan, dia segera mengambil ponsel Gavin, menyerahkannya, lalu menatap Gavin dengan mata berbinar.

"Dia sudah kembali?"

Gavin dengan santai membuka ponselnya. Namun, di layar ponsel itu, hanya ada satu kalimat yang jelas terlihat.

[Gavin, kita putus saja.]

Kening Gavin mengerut dalam.

Apa-apaan ini?

Putus?

Apa yang dibicarakan wanita sialan ini?

Wanita ini membuatnya menunggu selama lebih dari dua jam penuh, lalu hanya mengirimkan kalimat seperti ini?

Apa dia sudah menjadi makin berani?

Melihat ekspresi Gavin, yang lain juga mendekat untuk melihat.

Begitu melihat kalimat ini, semua orang terkejut.

Rachel berani mengambil inisiatif untuk memutuskan hubungan dengan Gavin?

Apakah akan turun hujan darah? Bagaimana ini mungkin?

Hanya Yasmin yang merasa terkejut sejenak ketika menatap pesan itu. Kemudian, dia segera menundukkan kepala, menyembunyikan senyum kemenangannya.

Wanita sialan itu akhirnya tidak tahan dan memutuskan hubungan. Meskipun tidak tahu apakah dia bersungguh-sungguh atau tidak, Yasmin merasa senang mendengar tentang perpisahan itu.

Sejak awal, Gavin memang seharusnya menjadi miliknya. Bagaimana mungkin Rachel, wanita sialan yang tidak disayangi di Keluarga Staffor itu, bisa menjadi menantu Keluarga Finston?

Marco terpaku menatap pesan di dalam ponsel itu. Reaksi pertamanya adalah berpikir, "Gawat, apa ini serius? Tiket makan jangka panjangku menghilang?"

Semua orang saling berpandangan.

Gavin menatap ponsel dengan tatapan dingin. Namun, dua detik kemudian, dia tersenyum mengejek.

"Lagi-lagi taktik menarik perhatian! Apa dia nggak bosan dengan trik ini?"

Yang lain juga bereaksi.

"Ya, ya, ini pasti taktik untuk menarik perhatian. Rachel sangat menyukai Pak Gavin, bahkan orang buta pun bisa melihatnya. Bagaimana mungkin orang seperti dia bisa berani melakukan ini?"

"Benar sekali. Ini sudah delapan tahun berlalu, drama seperti ini sudah terjadi beberapa kali."

"Dia mungkin sedang merajuk lagi. Pak Gavin, kali ini kamu harus memberinya pelajaran dengan baik. Jangan biarkan dia menjadi makin berani. Kita sudah menunggunya begitu lama."

Gavin bangkit berdiri dengan aura dingin.

"Tenang saja. Begitu dia kembali, aku akan membuatnya menyiapkan jamuan besar untuk kompensasi pada kalian. Sekarang sudah terlalu larut, aku nggak selera makan. Kalian semua pulanglah," ujar Gavin.

Apa?

Tidak ada makanan?

Mereka saling berpandangan. Ketika melihat Gavin yang memang sedang dalam suasana hati buruk, mereka hanya bisa mengangguk dengan enggan, lalu pergi satu per satu.

Ketika Yasmin melihat yang lain sudah pergi, dia langsung mendekati Gavin dengan lembut, perlahan menggandeng lengannya sambil berkata, "Jangan marah, Kak Gavin. Ini sudah larut, bagaimana kalau ...."

Yasmin belum pernah menginap di sini. Ini adalah malam tahun baru dengan suasana yang indah. Jika dia dan Gavin bisa ....

"Kamu juga pulanglah. Berhati-hatilah saat mengemudi," ujar Gavin.

Wajah Yasmin menegang. Ketika melihat ekspresi acuh tak acuh Gavin, dia hanya bisa menarik tangannya dengan bijak. Gerakan Yasmin tampak canggung, tetapi dia tetap berpura-pura lembut.

"Baiklah, kamu istirahatlah lebih awal. Aku akan pergi dulu," kata Yasmin.

Malam makin lama makin larut. Gavin menatap ponsel di tangannya, dengan jari yang sudah berada di layar panggilan. Namun, dia menariknya kembali.

Gavin langsung naik ke lantai atas dengan perasaan kesal.

"Rachel, aku akan melepaskanmu hanya untuk malam ini. Besok, kamu harus kembali dengan patuh. Kalau nggak, kamu akan tanggung sendiri akibatnya!" gumam Gavin.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mendapatkan Cinta Sang Taipan   Bab 100

    Caden melirik Gavin sekilas, lalu berkata."Masuk."Rachel membuka pintu dengan santai. Begitu melangkah masuk, dia langsung melihat Gavin yang berdiri di depan.Kening Rachel berkerut. 'Kenapa dia ada di sini?' pikir Rachel.Ketika Gavin melihat Rachel, dia langsung menunjukkan senyuman."Rachel."Saat mendengar Gavin memanggil, mata dingin Caden menyipit tajam.Sikap formal Gavin tadi langsung berubah. Dia tersenyum dengan hangat, lalu menjelaskan, "Aku datang menemui pamanku untuk menyerahkan laporan keuangan."Rachel perlahan melangkah maju, menanggapinya dengan dingin, tanpa mengatakan apa-apa.Gavin sama sekali tidak tersinggung. Dia malah melanjutkan dengan nada lembut, "Terima kasih atas kesempatan yang kamu perjuangkan untukku. Aku pasti akan berusaha keras, nggak akan mengecewakanmu."Rachel menatapnya dengan tatapan tegas. "Sudah aku katakan kalau aku menyelamatkanmu demi Pak Randy yang sudah tua. Aku nggak ingin dia merasa terkejut. Ini nggak ada hubungannya denganmu secara

  • Mendapatkan Cinta Sang Taipan   Bab 99

    Pria itu memperhatikannya dengan cermat sambil bertanya, "Benarkah?"Rachel yang akhirnya benar-benar pulih, langsung menjawab, "Uhuk, uhuk .... Ya."Caden masih merasa khawatir. Tanpa sadar, dia mengulurkan tangan untuk menepuk-nepuk punggung Rachel dengan lembut.Awalnya Rachel tidak merasa ada yang aneh. Dia sudah terbiasa dengan kontak fisik seperti itu. Namun, ketika dia akhirnya menyadari situasinya, dia melihat semua orang di bawah podium menatap dirinya dan Caden dengan tatapan tertegun.Baru pada saat itulah Rachel menyadari betapa intimnya gestur ini. Dia segera mundur beberapa langkah dengan canggung.Caden sama sekali tidak peduli. Matanya hanya menatap Rachel dengan khawatir."Apa kamu benar-benar sudah baikan?" tanya Caden.Rachel jelas melihat kilatan penuh gosip di mata setiap orang yang ada di bawah podium. Dia tersenyum canggung, lalu berbicara melalui giginya yang terkatup."Aku benar-benar sudah baikan. Pak Caden, bisakah kamu kembali ke tempat dudukmu?"Setelah mel

  • Mendapatkan Cinta Sang Taipan   Bab 98

    Keesokan harinya.Di kantor pusat Grup Finston.Trey menunggu di lobi seperti biasa. Ketika melihat Rachel dan tim dari Akademi Kedokteran tiba, dia melangkah maju, menyambut dengan hormat, "Selamat pagi, Nona Rachel. Pak Caden sudah menunggumu."Rachel mengangguk pelan. "Baiklah. Kami sudah menyiapkan semua dokumennya, juga siap memulai pertemuan segera.""Baiklah, silakan ikuti aku," balas Trey.Saat mengikuti Trey naik ke lantai atas, mereka bisa mendengar dengan jelas suara pelan karyawan Grup Finston di sepanjang jalan."Aku dengar Pak Caden sudah menunggu di ruang rapat bersama para manajer departemen. Ini pertama kalinya dalam sejarah Pak Caden menunggu orang lain untuk rapat. Sungguh pemandangan yang langka!"Begitu mendengar kalimat itu, jantung Rachel berdetak sedikit lebih kencang.Di ruang rapat lantai teratas.Ketika Rachel dan tim Akademi Kedokteran membuka pintu untuk melangkah masuk, mereka langsung melihat Caden duduk di posisi utama.Pria itu mengenakan setelan hitam.

  • Mendapatkan Cinta Sang Taipan   Bab 97

    Wajah Ivana tampak menegang. "Bukankah Gavin anak dari Keluarga Finston? Cepat atau lambat, dia akan ....""Gavin akan dikeluarkan dari Keluarga Finston karena pernikahannya dengan Yasmin. Dia nggak akan lama menjadi bagian Keluarga Finston," potong Caden.Wajah Ivana dan Yasmin langsung membeku.Mereka tidak menyangka Caden akan berbicara dengan begitu kejam.Caden melanjutkan dengan nada dingin, "Karena pernikahan ini didapatkan dengan cara rendahan seperti itu, kalian harus siap menerima semua konsekuensinya. Itu pantas kalian dapatkan."Wajah Yasmin tampak makin pucat ketika mendengar kata-kata ini.Caden melangkah maju, sementara tatapannya hanya melembut saat memandang Rachel."Aku masih ada urusan yang perlu aku selesaikan. Aku akan pergi dulu," ujar Caden.Rachel mengangguk pelan. "Baiklah."Yasmin mengepalkan tangan hingga kuku-kukunya menusuk telapak tangannya. Melihat sosok Caden dan Rachel berdiri bersama, amarah di hatinya menjadi makin membara.Dia tidak bisa menerimanya,

  • Mendapatkan Cinta Sang Taipan   Bab 96

    Rachel melihat ponselnya, tiba-tiba teringat akan kata-kata Trey. Dia bilang akan menemani Caden untuk melakukan inspeksi toko, jadi Caden seharusnya berada di sini.Rachel tanpa sadar langsung berbalik, lalu berjalan keluar.Di dalam mal, langkahnya agak tergesa-gesa. Begitu keluar tidak jauh, dia langsung melihat seorang pria yang berdiri beberapa meter di depannya.Itu adalah Caden.Trey serta beberapa staf manajemen mal tampak berdiri di belakangnya. Ketika melihat kehadiran Rachel, langkah Caden terhenti.Rachel seketika menghentikan langkahnya. Di sekitarnya ada banyak orang, sepertinya pria itu sedang sibuk. Rachel tidak tahu apakah sebaiknya mendekat atau tidak.Kemudian, Caden mengatakan sesuatu dengan suara rendah. Trey mengangguk penuh hormat, lalu pergi bersama orang-orang itu.Setelah itu, pria itu melangkahkan kakinya yang panjang, berjalan ke arahnya.Rachel mengerucutkan bibir merahnya, sementara jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.Begitu sampai di depan Rach

  • Mendapatkan Cinta Sang Taipan   Bab 95

    Rachel dan Sonya sama-sama mengerutkan dahi. Suara Yasmin yang penuh kemenangan terdengar, "Maaf, Kak. Kebetulan aku tertarik dengan yang ini."Rachel menyipitkan mata sambil menatapnya.Yasmin sengaja berkata, "Aku masuk toko ini lebih dulu, jadi kalau aku mengatakan aku tertarik, itu sah-sah saja, 'kan? Kakak nggak akan merebutnya dariku, 'kan?"Dia sengaja ingin membuat Rachel marah, bahkan menatapnya dengan tatapan penuh tantangan.Sonya langsung naik pitam. Baru saja dia akan maju untuk berdebat, tetapi Rachel sudah menahannya."Lupakan saja. Ayo kita lihat yang lainnya.""Rachel!"Melihat keteguhan di mata Rachel, Sonya hanya bisa melotot sekali lagi sebelum melanjutkan melihat pakaian lain dengan Rachel.Yasmin berdiri di tempatnya, wajahnya tampak makin puas.Setelah beberapa saat, Rachel melihat pakaian lainnya. "Yang ini juga bagus. Bagaimana kalau ...."Yasmin segera muncul di belakangnya, langsung berkata, "Pelayan, aku juga mau yang ini."Rachel menatapnya dengan tatapan d

  • Mendapatkan Cinta Sang Taipan   Bab 94

    Rachel sebenarnya ingin menghindari mereka agar tidak mendapat masalah, tetapi Sonya langsung menarik tangannya."Yasmin pikir dia itu siapa? Berani-beraninya dia mengganggu acara belanja kita! Ayo, kita masuk dengan percaya diri!" ujar Sonya.Begitu melangkah masuk, mereka langsung mendengar suara Yasmin."Bu? Menurutmu yang ini bagaimana? Aku rasa aku akan terlihat cantik memakainya."Ivana berkata, "Ini memang bagus, tapi toko ini hanya menjual model peragaan busana serta barang kustom. Harganya nggak murah. Kamu juga sudah membeli beberapa di tempat lain, uang kita ...."Yasmin tidak peduli. "Bu, bukannya ini hanya sejumlah kecil uang? Dalam beberapa hari ini, aku akan meminta kartu hitam dari Gavin. Nanti, aku bisa berbelanja dengan sesuka hati."Ivana langsung tersenyum lebar ketika memikirkan ini. Dia berujar, "Putriku memang patut dibanggakan!"Ketika mereka berbalik, mereka melihat Rachel dan Sonya.Mata Yasmin langsung berkilat dengan kebencian ketika melihat keduanya.Dia me

  • Mendapatkan Cinta Sang Taipan   Bab 93

    Camila merasa sangat gembira mendengar ini. "Baguslah. Kalau begitu, aku akan segera memberi tahu departemen terkait waktu konferensi peluncuran obat baru."Rachel tersenyum tanpa daya, lalu berjalan kembali ke laboratorium.Sore harinya, ketika Rachel baru saja bersiap meninggalkan laboratorium, Camila datang menghampirinya."Rachel, waktu konferensi peluncuran obat baru sudah diberitahukan. Peluncurannya akan dilakukan pada hari Senin minggu depan," kata Camila.Rachel mengangguk. "Baiklah."Camila melanjutkan, "Oh ya, besok kamu harus memimpin tim Akademi Kedokteran untuk mengunjungi Grup Finston."Rachel terkejut. Setelah mendengar kata-kata Grup Finston, jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat.Selama seminggu ini, Rachel belum bertemu dengan Caden karena kesibukannya. Yang lebih penting, Rachel menduga bahwa Caden mungkin masih marah padanya karena kejadian terakhir kalinya. Jadi, Rachel juga tidak punya keberanian untuk mencarinya.Dia hanya sempat menyerahkan obat untuk mengg

  • Mendapatkan Cinta Sang Taipan   Bab 92

    Gavin melirik ke arahnya sambil bertanya, "Apakah kamu sudah tahu sejak awal kalau kamu sedang hamil?"Yasmin sedikit menggigit bibirnya. "Awalnya aku ingin mencari waktu yang tepat untuk memberitahumu, tapi Rachel si wanita jalang itu nggak melepaskanku. Jadi, aku terpaksa memberitahumu tentang hal ini di kantor polisi.""Terpaksa?" Gavin tersenyum sinis. "Ini adalah alat tawar menawar untukmu, 'kan? Kamu tahu kalau kamu sedang hamil, lalu memberitahuku dan ayahku untuk membebaskanmu. Kalau kami menolak, kamu pasti akan membuat masalah besar dengan anak ini."Yasmin mengerjapkan matanya dengan polos, lalu membalas, "Bagaimana bisa kamu salah paham sampai seperti ini? Aku hanya ingin berbagi kabar gembira denganmu kalau kita akan memiliki anak yang lucu. Tentu saja, kalau Keluarga Finston nggak mau mengakuinya, aku terpaksa mencari keadilan untuk kami berdua. Paman Mario selalu mementingkan reputasi. Saat ini kamu juga nggak bisa menghadapi skandal lainnya lagi. Bukankah saham kantor c

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status