Share

Mendapatkan Hati Suamiku
Mendapatkan Hati Suamiku
Penulis: Fazluna

Baik kamu dan aku sama-sama terpaksa bukan?

Hari sudah gelap, keramaian para tamu yang datang sudah tidak terdengar lagi saat ini. Anita dan Malik berjalan bersama menuju kamar hotel yang tidak jauh dari gedung pernikahan yang mereka sewa. Hanya keheningan yang ada di antara mereka. Anita sesekali menundukkan pandangannya ketika ada pria lain yang lewat di hadapannya.

“Kamu kenapa?” tanya Malik memecahkan keheningan di antara mereka berdua.

“Apa?” Anita bertanya kembali karena tidak mengerti maksud dari Malik.

Malik dan Anita masuk ke dalam lift.

Dengan nada cuek Malik berkata, “Nggak usah kamu tundukkan pandanganmu hanya karena kita sudah menikah, lagi pula baik kamu dan aku sama-sama terpaksa bukan?” Mereka keluar dari lift dan wanita berhijab itu masih diam dan tidak menjawab.

Malik berjalan lebih dulu dari Anita. Karena ia ingin segera masuk ke dalam kamar.

Tiba-tiba Malik berhenti dan menoleh ke belakang, “Oh ya, malam ini kamu tidur di sofa aja. Aku dengar sofa di hotel ini sangat besar,” ucapnya.

Anita terdiam dengan mata terbelalak. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja Malik ucapkan.

‘Ada apa dengan pria ini, apa dia gila, ingin sekali aku membentaknya tapi bagaimana dengan Mama nanti. Ya Allah berilah aku kesabaran seluas samudra,” benak Anita.

“Apa yang kamu pikirkan, cepat masuk. Nanti ada yang liat kita berdua berjauhan gimana?” Wanita itu berusaha mengontrol wajah kesalnya dan masuk ke dalam kamar hotel.

Anita terlebih dahulu mandi karena Malik harus memeriksa laporan dari cafe lebih dulu.

“Kenapa omset cafe akhir-akhir ini turun, aku harus melakukan sesuatu,” gumam Malik.

“Aku harus memanggilmu apa?” Terdengar suara lemah lembut wanita yang kini menjadi istrinya itu di telinga Malik.

Malik menoleh dan melihat Anita dengan baju tidur yang cukup seksi dengan rambut basahnya yang panjang terurai. Selama ini wanita itu selalu memakai hijab dan baru kali ini ia melihat wanita itu membuka hijabnya.

Diamnya Malik membuat Anita merasa khawatir. Ia khawatir bahwa pakaian itu terlalu terbuka untuk pria yang ada di hadapannya, pria yang tidak menyukai dirinya.

“Jangan salah paham, aku memakai ini karena Mama memintaku memakainya,” cetus Anita tiba-tiba.

Malik menatap dingin Anita, “Aku tidak bertanya, lagi pula tidak ada yang menarik,” celetuk Malik. Padahal jantungnya berdegup dengan kencang, dan ada desiran hangat mengalir di darahnya.

Malik berdiri hendak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

“Tunggu!” ucap Anita menahan langkah kaki Malik.

“Apa lagi?”

“Aku harus memanggilmu apa jika tidak ada keluarga kita, dan panggilan apa ketika ada keluarga kita?” Anita bertanya kembali dengan sedikit rasa takut di hatinya.

Malik menatap sinis wanita yang ada di hadapannya itu dengan senyum seringai di sudut bibir kanannya, “Mendekatlah, akan aku beri tahu,” ujarnya.

Anita perlahan mendekati Malik, dan tanpa wanita itu duga ia tergelincir oleh tetesan air dari rambutnya yang basah. Jantungnya berdetak dengan kencang karena takut kakinya akan patah lagi.

Beberapa bulan sebelumnya wanita yang baru saja menikah dengan Malik itu mengalami kecelakaan yang mengakibatkan ia harus menderita disabilitas fisik. Kaki kanannya patah dan tidak bisa kembali normal, ia tidak lagi bisa berjongkok ataupun berlari. Tapi ia masih bisa berjalan walaupun pincang.

Malik dengan sedikit terperanjat mendekati Anita dan menangkapnya kemudian secara spontan memeluk wanita itu dalam dekapannya. Deru nafas wanita itu terdengar di telinganya. Wajah wanita itu seketika berubah menjadi pucat.

Malik bisa merasakan rasa takut yang wanita itu rasakan. Tanpa sadar mereka berdua saling berpelukan dengan erat untuk sesaat.

Lalu perlahan tubuh Anita terasa sangat lemah, ia pun kehilangan keseimbangannya karena kakinya yang pincang. Wanita itu menatap suami yang baru ia nikahi itu dengan sendu seolah-olah meminta tolong padanya untuk membawanya ke atas kasur. Dengan wajah kesal pria tampan itu menggendong dan membawanya ke atas kasur.

“Dasar ceroboh,” gerutu Malik sebelum ia berbalik dan menuju kamar mandi kembali. Anita hanya diam dan menundukkan kepalanya.

Beberapa saat kemudian Malik sudah selesai mandi. Ia hendak menuju kasur dan ingin beristirahat. Tetapi di sana Anita sudah tertidur pulas dengan wajah polosnya.

“Tadi dia berusaha menundukkan pandangannya, tapi sekarang ia malah membantah perintahku yang memintanya untuk tidur di sofa. Dasar keras kepala,” kesal Malik.

Malik terpaksa tidur di sofa dan membiarkan Anita tidur di atas kasur.

***

Keesokan paginya Anita dan Malik bangun bersamaan setelah mendengar adzan berkumandang. Biasanya wanita itu akan bangun sebelum waktu subuh tiba karena ia akan mandi terlebih dulu sebelumnya. Tapi mungkin karena ia terlalu lelah, ia pun bangun ketika adzan sedang berkumandang.

Anita lebih dulu mengambil air wudhu kemudian disusul oleh suami barunya itu. Lalu ia menyiapkan tempat untuk mereka shalat.

“Apakah kita akan shalat berjamaah?” tanya Anita begitu ia memberikan sarung kepada Malik.

Malik menatap Anita, tapi Wanita itu tidak dapat menerjemahkan maksud dari tatapan suaminya itu. Ia mengira bahwa suaminya tidak ingin shalat berjamaah dengannya. Wanita itu pun mengambil sajadah yang sudah ia letakkan tepat dibelakang imam dan hendak shalat di sisi lain dari kasur.

“Mau ngapain lagi, nanti waktu subuh selesai, udah nggak usah dipindahin sajadahnya,” ucap Malik. Dengan tenang wanita itu kembali merapikan sajadahnya dan mereka mulai shalat berjamaah bersama.

Setelah selesai shalat mereka berdua berdoa dengan doa mereka masing-masing. Anita yang sudah selesai berdoa sangat ingin menyalimi Malik, karena walau bagaimanapun juga pria itu kini adalah suaminya.

Akan tetapi begitu Malik selesai berdoa ia melengos begitu saja pergi meninggalkan Anita. Wanita itu termenung masih di atas sajadahnya. Tatapannya kosong entah memikirkan apa.

Malik melihat sekilas ke arah Anita sebelum ia benar-benar keluar dari kamar hotel.

‘Ngapain sih dia masih di sana, apa yang dia minta sampai-sampai selama itu,’ benak Malik. “Panggil aku Sayang ketika kita sedang bersama dengan keluarga, karena itu perintah Mama. Kalau lagi nggak sama keluarga terserah kamu,” cetusnya kemudian keluar dari kamar.

Sesaat setelah Malik keluar ia melihat sepasang suami istri keluar juga dari kamar hotel dan bertengkar hebat.

“Kamu berani-beraninya ya selingkuh dari aku, aku udah susah-susah kerja buat memenuhi kebutuhan kamu, tapi kamu malah gitu kelakuannya di belakang aku!” pekik sang suami sembari menunjuk-nunjuk istrinya.

“Mas, kamu salah paham kamu dengerin dulu penjelasan aku, aku—”

“Udah cukup stop, aku enggak mau denger apa-apa lagi dari kamu….”

Malik merasa risi dengan keributan itu dan segera menuju lift agar tidak mendengar pertengkaran mereka. Begitu pintu lift hampir tertutup pria yang bertengkar dengan istrinya juga menyusul masuk. Malik hanya diam dan sibuk memainkan ponselnya.

“Hah, biarkan saja dia mati, dia tidak akan bisa keluar dari sana biarkan dia mati terbakar,” gumam pria itu.

Entah kenapa Malik merasa aneh dengan perkataan pria itu. Ditambah lagi sebelum pintu lift tertutup ia mendengar jeritan istri pria itu meminta untuk dibukakan pintu.

Tiba-tiba saja pria itu menatap ke arah Malik sembari tersenyum aneh, “Sudah menikah Mas?” tanya pria itu. Malik hanya mengangguk.

“Dia ada di kamar hotel?” Malik kembali mengangguk.

“Mas kan masih muda bisalah cari istri baru,” sambungnya lagi.

Malik tidak mengerti dan berbalik melihat pria itu lalu bertanya, “Maksud kamu apa?”

“Haha, aku sudah mengurung istriku dan aku sudah menyiapkan bahan peladak agar kamar hotel itu terbakar,” jawab pria itu kemudian terkekeh senang seperti orang gila.

“Brengsek!” gerutu Malik.

Ia menekan tombol lift agar segera berhenti dan keluar dari sana.

Bersambung…

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status