Beberapa bulan kemudian. Anita kini sudah bisa pulang. Kakinya sudah bisa menekuk dan ia juga sudah bisa berjalan lancar. Ia sekilas tidak terlihat seperti pernah mengalami patah kaki dua kali.Tapi memang sungguh perjuangan yang sangat panjang bagi wanita itu untuk menahan rasa sakit. Dan kesabarannya itu pun berbuah manis untuknya. Walaupun tetap saja suaminya kini kembali seperti semula.“Apalagi yang kamu pikirkan? Ayo masuk,” cetus Malik dengan nada yang menjengkelkan.“Iya Kak,” jawab Anita.Begitu mereka berdua masuk ke dalam rumah, wanita itu terkejut karena ia melihat seorang wanita yang sudah cukup tua berada di sana dan menyambut kedatangan mereka. Wanita tua itu mengambil barang bawaan Malik dan Anita. Tapi Anita menolak khawatir wanita tua itu akan kesulitan.“Nyonya biarkan aku yang bawa, aku memang terlihat seperti sudah tua. Tapi aku ini masih 55 tahun dan masih sanggup,” ucap wanita tua itu.“Cepet kasih aja ke dia, dia Bi Minah pembantu kita mulai sekarang. Kamu baru
Wanita cantik itu melihat senyum puas di wajah suaminya. Ketika suaminya lengah ia mengambil kertas yang telah ia tanda tangani tadi. Ia merobek kertas itu kecil-kecil di depan Malik. Lalu ia bangun dari duduknya dan menuju kotak sampah aluminium yang ada di dekat dapur dan membakar kertas itu.Malik yang awalnya terdiam dan tercengang mendekat pada Anita dan menjambak rambut istrinya. Sorot matanya menunjukkan betapa marahnya dia pada apa yang baru saja wanita itu lakukan. Wanita itu menahan rasa sakit di kepalanya. Ia terus mencoba melepaskan diri dari cengkraman Malik. Tapi tentu saja perbandingan kekuatan mereka sungguh jauh berbeda.“Kak lepaskan aku,” pekiknya.“Lepaskan katamu? Lepaskan? Ini hukuman untukmu karena telah menentang kesepakatan yang aku buat,” jawab Malik.“Karena yang Kakak tulis itu sungguh tidak masuk akal,” sargah wanita itu.“Dengarkan aku ya wanita naif, apa kamu pikir karena kamu sudah kembali normal
Pagi hari telah tiba, kedua sepasang suami istri itu sedang duduk dan menikmati sarapan yang telah dihidangkan Bi Minah. Mereka duduk berjauhan dan tidak saling bicara satu sama lain.Mata sembab wanita itu terlihat jelas, wajahnya juga terlihat bengkak. Malik melihat sekilas ke arah istrinya yang dengan tenang menikmati sarapan dengan kondisi wajah yang seperti itu. Tapi anehnya itu terlihat sangat menggemaskan dan wajahnya wanita itu kini terlihat bersinar di matanya.‘Apa ini? Kenapa aku?’ batinnya. Lalu kembali melihat ke arah istrinya dan masih melihat Anita sama seperti sebelumnya. ‘Oh, apa aku sakit? … Em aku tau ini pasti karena aku ngerasa nggak enak sama Anita. Kan aku orangnya nggak enakan,’ benaknya lagi.Setelah beberapa saat, wanita itu telah selesai sarapan. Wanita itu melihat ke arah suaminya yang masih makan dan ia pun meminum susu yang juga disajikan secara perlahan seraya melihat ponselnya sampai Malik juga selesai makan.Lalu s
“Kenapa istri kamu Malik?” tanya Fatimah melihat anaknya diam mematung di dekat meja makan. Malik ikut menoleh ke arah istrinya. “Sebentar Ma, aku kesana dulu,” izin Malik dengan sopan, Fatimah pun mengangguk.Malik menyentuh pundak istrinya yang masih terdiam tanpa bergerak. Ia melihat ke arah wajah sang istri yang menundukkan kepalanya. “Sayang kamu kenapa?” Suara bariton suaminya terdengar jelas di telinga wanita berhijab itu. Anita menoleh ke arah suaminya yang kini tepat di hadapannya. Wanita itu menatap suaminya sendu tanpa ekspresi. Mulut wanita itu tertutup sangat rapat.Pria itu heran karena istrinya masih tidak menjawab. Ia pun sedikit mengguncang tubuh wanita yang ada di hadapannya itu.“Aku nggak apa-apa Kak.” Barulah terdengar suara wanita itu yang sayu, lalu berlalu meninggalkan Malik dan kembali ke ruang keluarga. Kini ekspresi wajahnya tidak bisa ditafsirkan oleh Malik.Gurat bingung dan heran terlihat
Anita turun dari taksi dan segera berjalan menuju salah satu restoran, dimana tempat yang sudah ia dan lusi sepakati. Setiap langkah kakinya terasa berat hatinya gugup memikirkan apa yang akan Lusi katakan nanti soal kehamilannya. Anita terus saja beristighfar agar ia bisa tenang.Beberapa saat kemudian tibalah ia di depan restoran dan masuk ke dalamnya. Lusi juga sedang menunggu wanita berhijab itu dengan tenang dan arogan.Istri dari Malik itu pun duduk di kursi yang ada di depan Lusi.“Sudah datang?” tanya wanita penggoda itu.“Seperti apa yang kamu lihat,” jawab Anita dengan cetus.Terlihat senyuman sinis dari wajah wanita licik itu. Lalu ia mengeluarkan sebuah benda kecil dari tasnya dan meletakkannya di tepat di depan Anita.“Ini bukti bahwa aku hamil, dan ini sudah berjalan dua bulan,” ucap wanita penggoda itu. Lalu ia juga mengeluarkan sebuah buku KIA (kesehatan ibu dan anak)Wanita berhijab itu mencoba untuk tet
“Kamu ini kenapa sih tiba-tiba jadi cetus!” bentak Malik.Wanita itu berusaha sekuat tenaga melepaskan tangannya dari genggaman suaminya. Akan tetapi genggaman Malik terlalu kuat dan Anita yang sedang lemah itu pun tidak bisa berkutik dan hanya diam.“Jawab, kamu kenapa? Apa kamu benar-benar udah berencana ngadu sama orang tua kamu ha?”Wanita itu kini kehabisan tenaga karena seharian itu ia tidak makan ataupun minum, hanya nasi goreng yang dibuatkan Bi Minah tadi pagi yang ia makan dan segelas susu. Ketika bertemu dengan Lusi juga ia tidak makan, hanya guyuran air yang disiram oleh Lusi yang ia dapatkan. Ditambah lagi tekanan batin dari informasi yang dikatakan oleh Lusi.Pandangan Anita perlahan kabur, kesadarannya mulai hilang dan kakinya pun tidak bisa lagi menopang tubuhnya. Akhirnya itu pingsan dan ditahan oleh Malik dengan spontan.Pria tampan itu pun segera menggendongnya dan membawa istrinya ke kasur dengan beribu pertanyaan di kepalanya. Ia tidak mengerti bagaimana wanita it
Anita akhirnya keluar dengan mengajak Bi Minah karena sekalian hendak mengantar Bi Minah pergi ke pasar. “Nyonya mau pergi kemana?” tanya Bi Minah begitu ia keluar dari mobil.“Aku mau ketemu sama dokter Bi, aku diminta untuk datang setelah tiga hari begitu dipulangkan dari rumah sakit. Dan hari ini sebenarnya sudah lewat satu hari, karena kemaren kan masih ada Mama, Papa sama Kak Mizwar. Sedangkan Kak Malik mau informasi kesembuhanku masih menjadi rahasia,” jawab wanita berhijab itu.“Pasti susah ya bagi Nyonya kemaren pura-pura masih pincang,” sambung Bi Minah.Anita tersenyum, “Enggak kok Bi, mungkin karena udah beberapa bulan terbiasa jalan pincang dulu. Jadi kemaren nggak terlalu susah, aku juga khawatir sama Mama Papa kalau tau keadaanku, ya udah ya Bi aku pergi dulu,” ucap Anita segera mengakhiri pembicaraan, karena jika tidak Bi Minah akan mengajaknya terus mengobrol.“Iya Nyah, hati-hati ya nanti Bibi pulang naik angkot aja.”“Nggak usah, ini naik taksi aja biar dianter samp
Canda tawa riang sesekali terdengar dari arah kursi Anita dan Yudha yang sedang makan di kantin rumah sakit. Akan tetapi ada kehampaan dari tatapan Anita. Yudha bisa merasakan hal itu walaupun Anita terus mencoba menyembunyikannya.‘Bagaimana caranya untuk menghibur Anita?’ benak Yudha.“Oh ya, kamu ngapain di sini?” tanya Anita.Yudha memandang wajah Anita, “Aku ada urusan sama Pras, dia bilang mau buka usaha baru bareng sama aku, jadi kami mau diskusi soal itu. Tapi anak itu malah lagi sibuk banyak banget jadwalnya hari ini,” jawab Yudha. Anita pun mengangguk kemudian meminum air mineral karena ia sudah selesai makan.“Kamu malam ini sibuk nggak, Abimanyu mau main nanti malam ke pasar malam yang baru buka nggak jauh dari sini,” ajak Yudha.“Emm tapi ak—”“Kami berdua sangat sibuk, sekarang juga sebenarnya kami sibuk. Tapi kenapa kamu sempat-sempatnya makan di sini sama dia sayang (Malik menatap Anita), padahal jadwal kita sangat sibuk,” potong Malik yang tiba-tiba muncul lalu duduk