Share

Bab 18. Lebih Baik Berpisah

Bab 18. Lebih Baik Berpisah

"Mama kenapa narik tangan aku kasar banget? Sakit ini, Ma." Aku berucap lirih—setelah azan berkumandang—sambil memegangi lengan kanan yang sedikit memerah. Bibir pun sedikit manyun sebagai bentuk protes.

"Abis kamu itu ...." Mama memejamkan matanya, terdengar helaan napas panjang. Aku sendiri memilih duduk di depan kamar, melepas jilbab setelah menyalakan kipas angin. Segar.

Mama ikut duduk di depanku. Dia tidak mau kalah, sama-sama memasang wajah cemberut untuk sepersekian detik. Setelah itu, kembali melanjutkan kalimatnya yang sempat terjeda. "Kayak nggak ada cowok lain aja. Mending kita malu sekarang, daripada nanti pernikahan kamu seumur jagung. Atau langgeng, tapi malah nggak bahagia. Hidup sebagai bayang-bayang orang lain itu menyesakkan dada, Lia."

"Ma, sebenarnya aku juga sangat lelah. Aku kan sudah bilang, mau pisah sama Nizar saja sebelum terlambat. Kan, bisa dijelasin ke keluarga alasan kita putus lamaran

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status