Home / Rumah Tangga / Mengandung Anak Majikan / Menikahi Anak Pembantu

Share

Menikahi Anak Pembantu

Author: Aisyah Enha
last update Last Updated: 2023-08-21 13:27:43

Mengandung Anak Majikan

Bab 3: Menikahi Anak Pembantu

Eyang Putri, Surya, Adi, semua Bibi, Paman, dan sepupu Samudra, masing-masing mengusulkan nama untuk calon pengantin wanita pengganti.

"Angela, 24 tahun, S1 managemen bisnis. Cantik dan bekerja di Bank. Gimana, Sam?" usul Adi sambil memperlihatkan foto seorang gadis di layar HP-nya.

"Paman, yakin gadis secantik itu belum punya pasangan?" Samudra balik bertanya kepada sang paman.

"Dengar-dengar, sih, emang dia sudah ada gandengan. Tapi, apa salahnya kita coba hubungi dulu, sih?" Adi mencoba meyakinkan Samudra, setelah 8 profile perempuan dengan kualifikasi High Quality Jomlo diusulkan satu per satu oleh semua saudara yang sedang rapat darurat itu.

Samudra masih tak tertarik untuk membahasnya. Konsentrasinya masih saja tertuju hanya pada Vanilla. Andai perempuan cantik itu tak pergi meninggalkannya, pasti tak kan pernah ia terbelit dalam masalah yang serumit ini. Kepala Samudra semakin berat dan berputar-putar.

Tak jauh berbeda dengan Samudra, Tuan Danureja pun sama tertekannya memikirkan hal segawat itu. Keningnya yang sudah keriput, tampak semakin keriput dan berlipat-lipat. Wajahnya memancarkan ketegangan di bawah sinar cahaya lampu di ruang keluarga itu.

"Jika kita menghubungi kandidat-kandidat calon pengantin pengganti itu, apa justru tidak membocorkan masalah genting yang sedang kita hadapi? Bukan kah dari mulut mereka nanti tersebar berita tentang menghilangnya calon pengantin wanitanya Samudra? Dan itu berarti, aib keluarga kita akan diketahui masyarakat luas nantinya." Eyang Putri membuka suara, setelah lama terdiam dan berpikir keras.

Demi mendengar penjelasan Eyang Putri, semua orang pun terlihat membenarkan penjelasannya tersebut. Tak ada perdebatan, karena penjelasan tersebut sangat masuk akal.

Mereka semua terdiam. Jalan buntu sepertinya menghadang di tengah jalan. Kini, masing-masing disibukkan dengan pikirannya.

Malam semakin larut dan sunyi. Jam dinding telah menunjukkan pukul 01.30. Satu per satu, anggota keluarga itu pamit untuk pergi tidur. Tinggal tersisa Tuan Danureja, Nyonya Hapsari, Samudra, dan Eyang Putri. Rasa kantuk sama sekali tak menghampiri empat orang yang sedang dalam kekalutan itu.

Dalam diamnya, Tuan Danureja berpikir keras untuk bisa mendapatkan jalan keluar yang terbaik untuk anaknya. Lebih tepatnya, jalan keluar terbaik untuk bisa menutupi rasa malu dan aib yang mengancam nama baik keluarganya.

Tuan Danureja menarik nafas panjang, kemudian ia pun berkata, "Sepertinya, aku sudah mendapatkan solusi untuk masalah kita ini."

"Solusi gimana, Yah?" Nyonya Hapsari menoleh ke arah suaminya dengan raut muka cemas.

"Coba jelaskan, solusi yang seperti apa itu?" Eyang Putri menimpali.

Karena melihat Samudra tak ada reaksi apa pun terhadap ucapan sang ayah, maka Tuan Danureja pun menegurnya, "Sam, kenapa diam?"

Samudra meremas rambutnya dengan frustasi, "Apa pun yang akan Ayah lakukan, aku pasrah dan ngikut aja. Kepalaku sudah sangat berat memikirkan hal ini, Yah."

"Baik. Kalau begitu, dengarkan Ayah. Kamu ingat Shafira?" tanya Tuan Danureja kepada anaknya.

"Shafira ... Shafira yang mana, Yah?" Bukannya menjawab pertanyaan ayahnya, Samudra malah balik bertanya.

Sementara itu, Nyonya Hapsari dan Eyang Putri sama-sama menatap Tuan Danureja dengan tatapan yang penuh selidik.

"Shafira anaknya Mbok Jum," tegas Tuan Danureja.

Begitu mendengar Tuan Danureja menyebut nama Shafira anaknya Mbok Jum, maka seketika itu juga Samudra, Nyonya Hapsari, dan Eyang Putri ternganga tak percaya. Ketiga orang itu kaget, tentu saja, dengan apa yang mereka dengarkan.

"Ayah?" Samudra mengerutkan kening.

"Danureja?" Eyang Putri melongo.

"Yah?" Nyonya Hapsari syok.

"Iya. Shafira, anaknya Mbok Jum." Tegas Tuan Danureja kembali.

"Mbok Jum ... pembantu kita?" Nyonya Hapsari mengguncang bahu suaminya, seolah ingin lebih meyakinkan pendengarannya lagi.

Tuan Danureja mengangguk, "Betul. Pembantu kita."

"Nggak salah dengar kah aku, Yah?" tanya Samudra.

"Nggak. Kupingmu masih normal, Sam."

"Sebentar dulu. Atas dasar alasan apa Ayah memilih wanita yang bukan berasal dari kalangan kasta yang sama dengan kita?" Nyonya Hapsari rupanya tak terima dengan usulan suaminya itu.

"Hapsari, coba tenang dulu. Lebih baik kita dengarkan dulu penjelasan lebih lanjut dari suamimu itu." Eyang Putri memegang tangan Hapsari yang tampak gusar.

Tuan Danureja memperbaiki posisi duduknya, kemudian menghela nafas panjang dan berkata, "Kita sedang dalam kondisi darurat, Hapsari. Sebaiknya, jangan terlalu mempersoalkan dulu masalah kasta. Yang harus kita pikirkan adalah, bagaimana caranya agar kita terhindar dari bencana memalukan yang sudah jelas-jelas akan kita hadapi."

"Tapi, kenapa harus dengan anak pembantu, Yah?" gusar Hapsari.

"Kamu pikir, ada anak gadis orang dari kalangan terpandang yang ujug-ujug mau dikawinkan dengan anak kita hanya untuk menutupi rasa malu?" sergah Danureja dengan muka memerah.

Hapsari terdiam. Namun begitu, hatinya jengkel dan gondok dengan sang suami. Masak iya, dirinya bakal punya menantu anak pembantunya?

"Shafira lumayan cantik, gitu-gitu juga yang penting dia kan lulusan SMK. Jadi, nggak terlalu rendah kali lah, Hapsari." Eyang Putri agaknya menyetujui usulan Danureja.

"Tapi Samudra nggak suka sama perempuan dekil macam itu, Yah." Samudra menolak.

"Kali ini, Ayah tak meminta pendapatmu, Samudra. Kamu yang menciptakan kekacauan ini, dan kamu juga harus tanggung akibatnya." Danureja melotot ke arah Samudra.

Tuan Danureja berdiri, sebelum ia beranjak meninggalkan ruang keluarga, ia pun berucap, "Keputusan ini sudah final. Besok aku sendiri yang akan berbicara dengan Mbok Jum dan Shafira. Sekarang, kita tidur di kamar masing-masing. Sudah jam tiga pagi.

Maka, keempat orang itu pun mengakhiri rapat darurat tersebut.

*

Pagi itu, Mbok Jum dan anak gadisnya yaitu Shafira, duduk di ruang kerja Tuan Danureja. Kedua anak beranak itu diliputi beribu-ribu tanya tentang panggilan majikannya itu kepada mereka.

"Mbok Jum, sudah berapa tahun kamu bekerja di sini?" tanya Tuan Danureja kepada perempuan 50-an tahun itu, yang sedang duduk berhadapan dengannya di seberang meja.

"Sudah lama, Tuan, sejak Den Samudra masih bayi," jawab Mbok Jum santun menundukkan kepalanya dalam. Sementara itu, Shafira yang duduk di sebelah ibunya pun terlihat menunduk juga, sebagai rasa hormat kepada majikan dari ibunya.

"Selama kamu bekerja di sini, sudah mendapatkan kebaikan apa saja dari kami? Tentunya selain gaji, THR, santunan, dan bonus?"

"Alhamdulillah sudah mendapatkan bantuan-bantuan yang banyak dari Tuan dan Nyonya."

"Bisa disebutkan dengan rinci, apa saja bantuan-bantuan itu?" Dengan nada datar, Tuan Danureja bertanya sambil melipat tangannya di depan dada.

"Waktu Shafira dirawat di rumah sakit kena demam berdarah sekitar 6 tahun yang lalu, Tuan dan Nyonya yang membayar semua biaya rumah sakitnya. Waktu suami saya kecelakaan, Tuan dan Nyonya juga yang membiayai pengobatan di rumah sakit."

"Apa lagi?"

"Waktu saya mau masukin Shafira ke SMK, pas saya nggak punya uang, Tuan dan Nyonya juga yang melunasi biaya masuknya, Tuan. Dan masih banyak lagi bantuan-bantuan Tuan untuk keluarga saya." Mbok Jum tersenyum sambil menganggukkan sedikit kepalanya.

"Bagus kalau kamu masih ingat semuanya itu. Nah, sekarang, giliran aku yang mau minta bantuanmu. Kira-kira, sanggupkah kamu membantu aku, Mbok Jum?" tanya Tuan Danureja penuh wibawa.

"Bantuan seperti apa, Tuan?"

"Shafira menikah dengan Samudra besok pagi."

Shafira tergagap mendengar pernyataan Tuan Danureja. Mulutnya ternganga dan matanya membulat menatap lelaki di hadapannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengandung Anak Majikan   Pertemuan Kembali

    Mengandung Anak Majikan 32"Gimana kondisi kaki anak saya ini, Dok?" tanya Nyonya Hapsari saat dokter visit ke ruang rawat inap pasien malam itu."Setelah melihat hasil rontgent, ternyata ada retak sedikit di pergelangan kakinya, Bu. Jadi tidak terlalu parah." Dokter yang mengenakan lab jas putih tersebut menjelaskan kondisi kaki Samudra kepada orang tuanya.Tuan Danureja dan Nyonya Hapsari mendengarkan dengan seksama setiap penjelasan dari dokter."Baik lah, Bapak dan Ibu, selama Samudra mengikuti prosedur perawatan yang sudah diatur, insyaa Alloh keadaan kakinya nanti akan pulih seperti sedia kala lagi," ucap dokter tersebut."Terima kasih banyak atas penjelasaanya, Dok." Tuan Danureja menjabat tangan sang dokter sebelum ia meninggalkan ruangan Samudra.Tuan Danureja menghela napas lega setelah dokter itu berlalu."Untung nggak parah, Sam. Kamu bikin jantungan Ibu saja. Besok-besok kalau mau betangkat kerja, Ibu bawain bekal aja dari rumah," repet Nyonya Hapsari."Samudra bukan anak

  • Mengandung Anak Majikan   Nama Bayi Shafira

    Mengandung Anak Majikan 31"Tuan Danureja sama Nyonya Hapsari kenapa jalannya terburu-buru seperti itu, ya? Apa jangan-jangan anak beliau ada yang sakit di sini? Tapi siapa?" Sambil bersembunyi di sebuah tiang besar, Mbok Jum bertanya-tanya pada dirinya sendiri."Kalau ada Tuan dan Nyonya di sini, berarti ada Warso juga. Wah, aku mesti hati-hati ini, jangan sampai salah satu dari mereka ada yang melihatku di sini," gumam Mbok Jum.Setelah Tuan Danureja dan Nyonya Hapsari tak terlihat lagi dari pandangan mata Mbok Jum, maka ia pun meneruskan langkahnya menuju kantin yang berjarak tinggal beberapa langkah lagi di depannya itu."Teh hangat dua ya, Bang," pesan Mbok Jum kepada penjaga kantin. Ia pun mengambil satu pack roti sobek manis, dua buah arem-arem, dan satu botol air mineral berukuran besar."Berapa semuanya, Bang?" Penjaga kantin itu menghitung semua belanjaan Mbok Jum, lalu berkata, "Total semuanya 36.000, Bu."Mbok Jum mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu. Setelah mendap

  • Mengandung Anak Majikan   Keharuan Shafira

    Mengandung Anak Majikan 30Orang-orang yang sedang berlalu lalang di sekitar kejadian tabrakan itu, cepat mengerumuni Samudra dan si pengendara motor yang sama-sama terjatuh ke aspal karena insiden tabrakan tersebut.Samudra meringis kesakitan sambil memegangi lutut dan pergelangan kakinya. Sementara itu, si pengendara motor langsung berdiri dan menghampiri Samudra."Hei, pakai mata dong kalau mau nyebrang. Nggak maen nyelonong aja kayak kerbau!" maki si pengendara motor yang ternyata adalah seorang pemuda seumuran Samudra."Kerbau matamu! Kau itu yang ngebut nggak lihat-lihat ada orang mau nyebrang!" Samudra ganti memaki, tak mau kalah.Cuaca siang yang sangat panas menyengat kulit, semakin membuat panas hati dengan adanya cek cok di pinggir jalan yang ramai penuh polusi dari asap knalpot kendaraan."Nyolot Lu, ya!" si pengendara motor itu tahu-tahu mencengkeram kerah baju Samudra. Tangan kanannya terkepal hendak menghantam tubuh Samudra. Beruntung ada beberapa dari kerumunan orang i

  • Mengandung Anak Majikan   Samudra Tertabrak

    Mengandung Anak Majikan 29Mbok Jum terdiam. Ia belum tahu maksud pembicaraan dari Suster itu."Kuning, kunig gimana maksudnya, Sus?" tanya Mbok Jum."Cucu Nenek mengalami bayi kuning, Nek." Suster tersebut menjeda katanya, "hal ini disebabkan karena cucu Nenek itu kurang cairan.""Terus, gimana Sus?" tanya Mbok Jum terlihat bingung."Sekarang dia masuk inkubator dan disinar Nek. Apakah ibu si bayi sudah bisa ke sini, Nek?""Saya belum tahu, Sus. Dia masih ada di rumah Bidan Nurlela sekarang.""Kalau dia sudah sehat dan bisa ke sini, kabari langsung, Nek. Karena si bayi ini akan cepat pulih kalau dia mendapat ASI dari sang ibu.""Oh gitu ya. Ya udah, saya telpon dulu anak saya itu ya, Sus." Mbok Jum pun meninggalkan Suster itu untuk menghubungi Shafira."Halo, Nduk." Suara Mbok Jum memburu."Halo. Si mbok, ada apa?" jawab Shafira di ujung telpon."Kamu udah sehat belum?""Hmm ... saya tanya Bu Bidan dulu ya, Mbok.""Cepetan ya, ini si mbok lagi minjem HP punya pak sekuriti rumah sakit

  • Mengandung Anak Majikan   Bayi Shafira Kuning

    Mengandung Anak Majikan 28"Kalau boleh tahu, Ibu ini siapanya si adek bayi, ya?" tanya dokter anak."Saya neneknya, Bu Dokter. Ibunya si bayi masih ada di rumah Bu Bidan, karena masih belum pulih kesehatannya sehabis melahirkan tadi pagi, Bu dokter," jawab Mbok Jum secara rinci."Oh, baik. Saya mengerti, Ibu. Saya lanjutkan lagi penjeladan tentang kondisi bayinya ya, Bu. Jadi, bayinya ini kan berat lahirnya di bawah normal, oleh karena itu secepatnya kita ambil tindakan untuk merawatnya di Intensive Care selama beberapa hari."Dokter anak tersebut memberikan penjelasan secara rinci kepada Mbok Jum. Sesekali, Mbok Jum mengangguk-angguk tanda mengerti. Kemudian, ia pun keluar dari ruang praktek dokter setelah sesi konsultasi mengenai kondisi sang cucu."Suster, boleh nggak saya melihat cucu saya di dalam?" tanya Mbok Jum bertanya kepada seorang suster jaga yang sedang menatap layar komputer di mejanya.Perawat jaga itu menghentikan aktifitasnya sejenak dari depan layar komputer, lalu

  • Mengandung Anak Majikan   Dirujuk Ke Rumah Sakit

    Mengandung Anak Majikan 27"Karena berat badan bayi sangat rendah, maka dia rentan terhadap penyakit, Bu. Oleh karena itu, saya sarankan agar dibawa ke rumah sakit, agar mendapat pemeriksaan medis secara menyeluruh dari dokter anak, Bu," ujar Bidan Nurlela memberikan saran.Mbok Jum terlihat memahami apa yang disampaikan oleh Bidan Nurlela barusan. Tapi, nampaknya ia ragu karena memikirkan biaya rumah sakit yang pastinya mahal."Hmm ... kira-kira biaya rumah sakitnya mahal nggak, Bu Bidan?" tanya Mbok Jum sambil memandangi cucunya yang dibaringkan di dalam box bayi di samping bed Shafira."Shafira punya kartu BPJS?" Bidan Nurlela menatap Shafira."Nggak punya, Bu," jawab Shafira lirih.Bidan Nurlela tampak berpikir sejenak."Jadi, gimana ini, Bu? Bayinya dirawat sendiri aja atau mau gimana?" Bidan Nurlela pun ragu dengan pertanyannya sendiri.Mbok Jum mendekati Shafira, lalu bertanya, "Gimana, Nduk? Kita bawa ke rumah sakit nggak bayinya?""Daripada nanti kenapa-napa, lebih baik kita

  • Mengandung Anak Majikan   Shafira Melahirkan Prematur

    Mengandung Anak Majikan 26"Astaghfirulloh, Shafira ... ada apa, Nduk?" Mbok Jum berlari menghampiri Shafira yang panik. Kue yang sedang disusun tak sengaja ia lempar begitu saja karena gugup.Mbok Jum mendapati Shafira yang sedang merintih kesakitan sambil duduk di kursi dapur. Sementara itu, rok bawahan Shafira terlihat basah."Mbok, perut Shafira sakit sekali," rintihnya dengan wajah tegang."Ya Allah, ini sepertinya udah pecah ketubannya. Kamu mau melahirkan Nduk. Padahal kan baru tujuh bulan. Aduh ... gimana ini?" Mbok Jum semakin panik. Sejenak, ia tak tahu harus berbuat apa karena sedang dikuasai oleh kepanikan."Aduh ...." Shafira meringis lagi, sehingga menyadarkan Mbok Jum bahwa ia harus cepat bergerak untuk menolong anaknya itu."Nduk, kamu nyimpan nomor telpon Pak Karman yang punya penyewaan mobil itu kan?" tanya Mbok Jum."Iya, Mbok, ada.""Cepat telpon Pak Karman, Nduk. Suruh cepat dia ke sini buat ngantar kita ke Bidan.""HP-nya ada di kamar, tolong ambilkan, Mbok." Sha

  • Mengandung Anak Majikan   Samudra Kecele

    Mengandung Anak Majikan 25Warso tertunduk diam. Mau jawab salah, nggak jawab pun pasti salah. Begitu menurutnya."Jawab, So!" ujar Samudra seperti tak sabar."Anu, Den, ehm ....""Ngomong yang jelas, So. Jangan bikin aku penasaran!" desak Samudra."Sebenarnya, saya ... saya udah diwanti-wanti sama Tuan Danureja untuk tidak menghubunginya lagi, Den." Warso akhirnya berkata jujur."Apa alasannya?" Samudra mengerutkan dahinya."Saya nggak tahu, Den. Tuan Danureja hanya bilang begitu ke saya. Kalau Den Samudra mau tahu alasannya, sebaiknya tanya langsung sama beliau." Warso menunduk lagi.Samudra urung pergi ke rumah Shafira. Pasti ada alasan kuat dibalik perintah larangan oleh ayahnya itu. Maka ia pun segera menuju ruang kerja sang ayah.Tiba di ruangan sang ayah, Samudra langsung mendudukkan pantatnya di kursi empuk tepat di depan Tuan Danureja."Sam? Bukan kah ada meeting dengan client sebentar lagi? Kenapa malah ke sini?" tanya Tuan Danureja menatap Samudra.Samudra memgembuskan nafa

  • Mengandung Anak Majikan   Mencoba Hal Baru

    Mengandung Anak Majikan 24Samudra menoleh ke belakang mobil begitu Warso menyebut bahwa ia melihat Mbok Jum dan Shafira terlihat di halte. Samudra celingukan mencari sosok mereka dari balik kaca mobil."Mana, So, kamu bilang tadi melihat mereka?" tanya Samudra yang duduk di belakang Warso."Tadi ada, Den. Dekat halte," jawab Warso."Menepi dulu, aku mau menemui mereka!" perintah Samudra kepada sopirnya itu.Warso mencari ruang kosong di pinggir jalan untuk menghentikan mobilnya.Samudra bergegas keluar dari mobil, lantas berjalan menuju halte yang telah terlewati beberapa meter di belakangnya.Di saat yang bersamaan, sebuah bis kota datang dari arah berlawanan dan berhenti di halte. Shafira dan Mbok Jum segera naik ke dalam bis kota itu. Beberapa penumpang lain pun tampak memasuki bis berbadan besar itu. Pintu bis kota tertutup kemudian melaju meninggalkan halte.Samudra berlari-lari kecil mengejar bis kota itu, akan tetapi sayangnya bis itu telah melaju pergi sebelum Samudra sampai

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status