Beranda / Rumah Tangga / Mengandung Anak Majikan / Pagar Ayu Yang Terenggut

Share

Pagar Ayu Yang Terenggut

Penulis: Aisyah Enha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-21 13:28:05

Mengandung Anak Majikan

Bab 5: Pagar Ayu yang Terenggut

"Pekerjaan rendah. Memalukan!" Samudra berteriak hingga terlihat menonjol urat-urat lehernya. Terlihat sekali ia sedang dikuasai amarah.

Shafira terlonjak kaget mendengar teriakan keras Samudra, disusul suara meja yang digebrak oleh kepalan tangan Samudra yang kokoh. Tumpukan piring kotor yang masih berada di atas meja pun hampir berhamburan jatuh.

"Kamu resign detik ini juga!" perintah Samudra sambil jarinya menunjuk tepat di muka Shafira.

Wajah Shafira pucat pasi. Badannya gemetaran. Ia tak berani menatap mata Samudra yang menyalak garang.

Mendengar kegaduhan yang terdengar dari ruang makan, Tuan Danureja dan Nyonya Hapsari cepat-cepat mendatangi mereka.

"Ada apa, Samudra? Kenapa bisa ada keributan pagi-pagi begini? Bahkan teriakanmu sampai ke mana-mana." Nyonya Hapsari berdiri sambil memperhatikan Samudra, lalu tatapannya berbalik melihat Shafira yang tampak ketakutan.

"Tanya saja ke mantu Ibu yang miskin itu!" geram Samudra.

"Shafira?" Nyonya Hapsari menaikkan dagunya di hadapan sang mantu, ingin meminta penjelasan.

"Sa ... saya ... mm ... mau ...." Suara Shafira tersendat, sedetik kemudian suara itu berubah menjadi isakan.

"Duduk dulu, Shafira. Sini minum dulu, biar perasaanmu sedikit tenang." Eyang Putri menggamit lengan Shafira agar duduk di dekatnya.

Shafira menerima gelas berisi air yang disodorkan Eyang Putri, lantas meminumnya hingga tandas tak bersisa.

"Bisa kamu jelaskan apa yang sudah terjadi, Shafira?" tanya Tuan Danureja penuh wibawa.

Setelah Shafira sedikit tenang, ia pun menjawab, "Den Samudra marah karena mengetahui kalau saya mau berangkat kerja sebagai kasir di mini market, Tuan. Dia menyuruh saya resign."

"Ya pantas saja Samudra marah. Masa iya, kamu masih harus jadi karyawan rendahan begitu." Nyonya Hapsari mencibir dan memiringkan senyumnya.

"Ja ... jadi, saya harus gimana, Nyonya?"

"Loh, pakai nanya. Ya resign lah. Malu-maluin aja kamu ini," jawab Nyonya Hapsari ketus.

"Hmm ... kalalau saya resign, terus saya mau ngapain di rumah Nyonya?" Tanya Shafira lagi.

"Masak, nyuci piring, nyapu, ngepel, nyuci baju, dan banyak lagi yang bisa kamu kerjain. Hitung-hitung kamu bisa membantu meringankan tugas ibumu yang sudah mulai lemot karena makin tua itu!"

Perkataan Nyonya Hapsari sangat jelas di telinga Shafira. Sepatah kata pun, Shafira tak berani membantahnya.

Mbok Jum memeluk tubuh Shafira sambil menitikkan air mata, saat mereka sedang membersihkan dapur. Mbok Jum melihat semua kejadian itu. Dan hatinya pun ikut sedih.

"Nggak papa, Mbok. Insyaa Alloh Shafira kuat menghadapinya untuk tiga bulan mendatang. Sesudah itu, Shafira kembali hidup normal lagi," ujar Shafira mencoba menenangkan hati perempuan yang telah melahirkannya itu.

Maka, hari-hari pun dilalui Shafira dengan penuh kelelahan. Mulai dari sikap dingin dan kasar Samudra, hinaan dan ejekan Lintang, hingga intimidasi Nyonya Hapsari.

Hanya Eyang Putri saja yang bersikap lunak kepada Shafira. Juga Tuan Danureja yang memilih bersikap objektif dalam segala hal.

*

Shafira merasakan beban mental yang dipikulnya sangat berat. Ia memahami bahwa pernikahannya adalah sandiwara saja. Ia juga memahami perbedaan kelas antara dirinya dengan keluarga sang majikan. Namun, sebagai manusia yang normal, jauh dalam lubuk hatinya ia pun ingin mendapatkan perlakuan yang baik dari mereka.

Tak berbeda jauh dengan Shafira, sebenarnya Samudra pun sangat tertekan menjalankan pernikahan itu. Cinta matinya kepada Vanilla, selalu menghantui pikirannya.

Malam itu, Samudra pulang sangat larut malam dan dalam keadaan mabuk berat. Ia memasuki rumah dipapah oleh sopirnya hingga ke kamarnya.

Suasana kamar yang temaram, membuat pandangan matanya menjadi begitu kabur. Ia melihat sosok Shafira yang tertidur di atas karpet, seolah-olah adalah Vanilla yang sangat dirindukannya.

Berbotol-botol alkohol yang ditenggaknya telah membuat kerja otaknya menjadi kacau.

"Den Samudra mau apa?" tanya Shafira gemetaran takut karena satu demi satu pakaiannya dilepas secara kasar oleh Samudra.

Bibir Samudra dengan kasar memagut bibir Shafira. Tangannya mulai menjamahi tubuh mungil perempuan berwajah manis itu.

"Jangan, Den." Shafira berusaha berontak dan mendorong tubuh Samudra untuk menjauhinya.

Samudra menyeringai dan mencengkeram kuat lengan Shafira. Nafasnya yang berbau menyengat itu semakin memburu mencumbu Shafira yang tubuh langsingnya terkunci dibawah himpitan badan Samudra yang kekar.

Shafira menangis sambil merasakan rasa perih yang sangat di bagian intimnya. Untuk yang pertama setelah sebulan hidup seatap, pagar ayunya berhasil didobrak oleh sang suami. Celakanya, hal itu dilakukan saat Samudra sedang tak sadar.

*

"Shafira, kamu tahu kenapa kamu duduk di hadapan saya?" Pagi itu, Tuan Danureja memanggil Shafira ke ruang kerjanya.

"Tahu, Tuan," jawab Shafira.

"Bagus kalau sudah tahu. Hari ini, tepat tiga bulan kamu menikah dengan Samudra. Itu berarti, perjanjian kalian sudah berakhir, " Tuan Danureja menjeda kata, ia menyesap kopi yang masih mengepul di cangkir hitam, " Perceraian kalian sudah diurus oleh kuasa hukum kami."

Shafira menegakkan kepalanya. Ia memandang ke manik Tuan Danureja, "Ma ... maaf, Tuan. Saya mau mengatakan sesuatu kepada Tuan."

"Tentang apa?" Dahi Tuan Danureja berkerut, "Apakah uang yang kuberikan untukmu sebagai ucapan terima kasih itu masih kurang?"

Shafira diam. Ia ragu sendiri dengan apa yang ingin diungkapkannya. Bulan ini, ia tak mendapatkan haidnya. Dan ketika ia memeriksakan diri ke bidan, ternyata ia dinyatakan hamil.

"Kenapa diam?" Desak Tuan Danureja tak sabar.

"Sa ... saya ... ha-mil." Akhirnya sebuah pengakuan keluar dari mulut Shafira.

Bak disambar petir, Tuan Danureja terlonjak dari duduknya.

"Kamu mengada-ada saja, kan?"

Shafira menggeleng, "Saya hamil 6 minggu, Tuan."

"Mana mungkin Samudra mau menyentuhmu? Atau, ini hanya akal-akalanmu agar Samudra tak menceraikanmu?" Suara lelaki paruh baya itu menguat dan naik beberapa oktaf.

Lantas dengan singkat, Shafira menceritakan kejadian malam di mana Samudra dalam keadaan mabuk berat. Ia pun menunjukkan tes kehamilan yang bergaris merah dua.

Tuan Danureja mendengkus kesal. Matanya memerah menahan gejolak amarah di dadanya.

"Apa pun yang terjadi, hari ini kamu harus keluar dari rumahku. Dan ingat, hanya aku saja yang boleh tahu tentang kehamilanmu ini." Ancam Tuan Danureja yang kemudian menambahkan segepok uang lagi ke dalam tas Shafira.

"Tapi, Tuan, bagaimana dengan nasib bayi saya nanti?" Shafira memberanikan diri bertanya kepada Tuan Danureja.

"Kamu pikir, aku akan percaya begitu saja dengan pengakuanmu itu?"

"Kenapa Tuan nggak percaya sama saya?"

"Bisa saja kamu hamil dengan lelaki lain, kan? Tapi karena ingin menutup aibmu, kamu ngarang cerita bahwa Samudra sedang mabuk?" tuduh Tuan Danureja untuk memojokkan Shafira.

"Demi Alloh, saya berkata apa adanya, Tuan!" tegas Shafira. Bagaimanapun, ia tak terima dengan tuduhan hina dari lelaki itu.

"Sudah cukup, Shafira. Cepat kamu kemasi barang-barangmu dari sini dan pergi, jangan pernah menampakkan batang hidungmu lagi!" usir Tuan Danureja penuh kemarahan.

Rupanya, bukan hanya Shafira saja yang harus angkat koper dari rumah megah itu. Akan tetapi, Mbok Jum juga diberhentikan setelah hampir 27 tahun mengabdi sebagai pembantu di situ.

Shafira tak tahu harus bagaimana. Ia bingung dengan masa depannya nanti. Terlebih, dengan masa depan bayi yang ada dalam rahimnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mengandung Anak Majikan   Pertemuan Kembali

    Mengandung Anak Majikan 32"Gimana kondisi kaki anak saya ini, Dok?" tanya Nyonya Hapsari saat dokter visit ke ruang rawat inap pasien malam itu."Setelah melihat hasil rontgent, ternyata ada retak sedikit di pergelangan kakinya, Bu. Jadi tidak terlalu parah." Dokter yang mengenakan lab jas putih tersebut menjelaskan kondisi kaki Samudra kepada orang tuanya.Tuan Danureja dan Nyonya Hapsari mendengarkan dengan seksama setiap penjelasan dari dokter."Baik lah, Bapak dan Ibu, selama Samudra mengikuti prosedur perawatan yang sudah diatur, insyaa Alloh keadaan kakinya nanti akan pulih seperti sedia kala lagi," ucap dokter tersebut."Terima kasih banyak atas penjelasaanya, Dok." Tuan Danureja menjabat tangan sang dokter sebelum ia meninggalkan ruangan Samudra.Tuan Danureja menghela napas lega setelah dokter itu berlalu."Untung nggak parah, Sam. Kamu bikin jantungan Ibu saja. Besok-besok kalau mau betangkat kerja, Ibu bawain bekal aja dari rumah," repet Nyonya Hapsari."Samudra bukan anak

  • Mengandung Anak Majikan   Nama Bayi Shafira

    Mengandung Anak Majikan 31"Tuan Danureja sama Nyonya Hapsari kenapa jalannya terburu-buru seperti itu, ya? Apa jangan-jangan anak beliau ada yang sakit di sini? Tapi siapa?" Sambil bersembunyi di sebuah tiang besar, Mbok Jum bertanya-tanya pada dirinya sendiri."Kalau ada Tuan dan Nyonya di sini, berarti ada Warso juga. Wah, aku mesti hati-hati ini, jangan sampai salah satu dari mereka ada yang melihatku di sini," gumam Mbok Jum.Setelah Tuan Danureja dan Nyonya Hapsari tak terlihat lagi dari pandangan mata Mbok Jum, maka ia pun meneruskan langkahnya menuju kantin yang berjarak tinggal beberapa langkah lagi di depannya itu."Teh hangat dua ya, Bang," pesan Mbok Jum kepada penjaga kantin. Ia pun mengambil satu pack roti sobek manis, dua buah arem-arem, dan satu botol air mineral berukuran besar."Berapa semuanya, Bang?" Penjaga kantin itu menghitung semua belanjaan Mbok Jum, lalu berkata, "Total semuanya 36.000, Bu."Mbok Jum mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu. Setelah mendap

  • Mengandung Anak Majikan   Keharuan Shafira

    Mengandung Anak Majikan 30Orang-orang yang sedang berlalu lalang di sekitar kejadian tabrakan itu, cepat mengerumuni Samudra dan si pengendara motor yang sama-sama terjatuh ke aspal karena insiden tabrakan tersebut.Samudra meringis kesakitan sambil memegangi lutut dan pergelangan kakinya. Sementara itu, si pengendara motor langsung berdiri dan menghampiri Samudra."Hei, pakai mata dong kalau mau nyebrang. Nggak maen nyelonong aja kayak kerbau!" maki si pengendara motor yang ternyata adalah seorang pemuda seumuran Samudra."Kerbau matamu! Kau itu yang ngebut nggak lihat-lihat ada orang mau nyebrang!" Samudra ganti memaki, tak mau kalah.Cuaca siang yang sangat panas menyengat kulit, semakin membuat panas hati dengan adanya cek cok di pinggir jalan yang ramai penuh polusi dari asap knalpot kendaraan."Nyolot Lu, ya!" si pengendara motor itu tahu-tahu mencengkeram kerah baju Samudra. Tangan kanannya terkepal hendak menghantam tubuh Samudra. Beruntung ada beberapa dari kerumunan orang i

  • Mengandung Anak Majikan   Samudra Tertabrak

    Mengandung Anak Majikan 29Mbok Jum terdiam. Ia belum tahu maksud pembicaraan dari Suster itu."Kuning, kunig gimana maksudnya, Sus?" tanya Mbok Jum."Cucu Nenek mengalami bayi kuning, Nek." Suster tersebut menjeda katanya, "hal ini disebabkan karena cucu Nenek itu kurang cairan.""Terus, gimana Sus?" tanya Mbok Jum terlihat bingung."Sekarang dia masuk inkubator dan disinar Nek. Apakah ibu si bayi sudah bisa ke sini, Nek?""Saya belum tahu, Sus. Dia masih ada di rumah Bidan Nurlela sekarang.""Kalau dia sudah sehat dan bisa ke sini, kabari langsung, Nek. Karena si bayi ini akan cepat pulih kalau dia mendapat ASI dari sang ibu.""Oh gitu ya. Ya udah, saya telpon dulu anak saya itu ya, Sus." Mbok Jum pun meninggalkan Suster itu untuk menghubungi Shafira."Halo, Nduk." Suara Mbok Jum memburu."Halo. Si mbok, ada apa?" jawab Shafira di ujung telpon."Kamu udah sehat belum?""Hmm ... saya tanya Bu Bidan dulu ya, Mbok.""Cepetan ya, ini si mbok lagi minjem HP punya pak sekuriti rumah sakit

  • Mengandung Anak Majikan   Bayi Shafira Kuning

    Mengandung Anak Majikan 28"Kalau boleh tahu, Ibu ini siapanya si adek bayi, ya?" tanya dokter anak."Saya neneknya, Bu Dokter. Ibunya si bayi masih ada di rumah Bu Bidan, karena masih belum pulih kesehatannya sehabis melahirkan tadi pagi, Bu dokter," jawab Mbok Jum secara rinci."Oh, baik. Saya mengerti, Ibu. Saya lanjutkan lagi penjeladan tentang kondisi bayinya ya, Bu. Jadi, bayinya ini kan berat lahirnya di bawah normal, oleh karena itu secepatnya kita ambil tindakan untuk merawatnya di Intensive Care selama beberapa hari."Dokter anak tersebut memberikan penjelasan secara rinci kepada Mbok Jum. Sesekali, Mbok Jum mengangguk-angguk tanda mengerti. Kemudian, ia pun keluar dari ruang praktek dokter setelah sesi konsultasi mengenai kondisi sang cucu."Suster, boleh nggak saya melihat cucu saya di dalam?" tanya Mbok Jum bertanya kepada seorang suster jaga yang sedang menatap layar komputer di mejanya.Perawat jaga itu menghentikan aktifitasnya sejenak dari depan layar komputer, lalu

  • Mengandung Anak Majikan   Dirujuk Ke Rumah Sakit

    Mengandung Anak Majikan 27"Karena berat badan bayi sangat rendah, maka dia rentan terhadap penyakit, Bu. Oleh karena itu, saya sarankan agar dibawa ke rumah sakit, agar mendapat pemeriksaan medis secara menyeluruh dari dokter anak, Bu," ujar Bidan Nurlela memberikan saran.Mbok Jum terlihat memahami apa yang disampaikan oleh Bidan Nurlela barusan. Tapi, nampaknya ia ragu karena memikirkan biaya rumah sakit yang pastinya mahal."Hmm ... kira-kira biaya rumah sakitnya mahal nggak, Bu Bidan?" tanya Mbok Jum sambil memandangi cucunya yang dibaringkan di dalam box bayi di samping bed Shafira."Shafira punya kartu BPJS?" Bidan Nurlela menatap Shafira."Nggak punya, Bu," jawab Shafira lirih.Bidan Nurlela tampak berpikir sejenak."Jadi, gimana ini, Bu? Bayinya dirawat sendiri aja atau mau gimana?" Bidan Nurlela pun ragu dengan pertanyannya sendiri.Mbok Jum mendekati Shafira, lalu bertanya, "Gimana, Nduk? Kita bawa ke rumah sakit nggak bayinya?""Daripada nanti kenapa-napa, lebih baik kita

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status