Satu tamparan keras mendarat di pipi Devan saat ini oleh Mazaya, ketika ia dengan cepat melepaskan diri dari pelukan Devan."Lancang! Apa seperti ini sikap kakak ipar pada adik iparnya sendiri!" sentak Mazaya dengan nafasnya yang naik turun, amarah dan rasa kecewa di dadanya yang kian menumpuk itu seakan meledak saat itu juga.Sementara Devan hanya mengusap sesaat pipinya yang terasa perih. Belum dua puluh empat jam, ia harus mendapatkan tamparan dari Mazaya. Tapi, anehnya ia sama sekali tidak bisa menunjukkan rasa marah kepada wanita yang ada di hadapannya itu saat ini. Seakan ia harus menerima semua perlakuan tersebut dari Mazaya."Tangan kamu itu kecil siapa yang mengira bisa menampar dengan keras seperti tadi," ucapnya yang masih bersikap santai di depan Mazaya saat ini.Berbanding terbalik dengan sikap Mazaya saat ini yang tampak meradang. "Sebaiknya anda pulang sekarang," tegasnya."Aku memang mau pulang karena Aska sudah tidur dan aku bahkan sudah memindahkannya ke kamar," bala
"Kenapa tiba-tiba Mas Devan sebut-sebut Mazaya? Ada apa ini?"Nasuha tidak bisa tidur dengan tenang karena mengingat Devan memanggil nama adik angkatnya. Apa ada sesuatu di antara mereka yang tidak diketahuinya?Ingatan Nasuha pun kembali ke empat tahun yang lalu atau lebih tepatnya tentang keputusan sang ayah untuk melakukan perjodohan karena persahabatan di antara dua keluarga. Awalnya gadis yang hendak dijodohkan dengan Devan bukanlah dirinya. Melainkan Mazaya.Sang ayah hendak menjodohkan Mazaya dengan Devan dikarenakan Nasuha yang selalu sakit-sakitan. Tapi, Nasuha yang mengetahui pertama kali keputusan ayahnya itu langsung melayangkan protes."Pokoknya ayah harus jodohkan aku sama Mas Devan," tegas Nasuha kala itu. "Lagian kan Mazaya belum tahu ini dan Ayah juga belum kabari orangtuanya Mas Devan, jadi daripada terlambat sebaiknya ayah cepat putuskan aku untuk dijodohkan sama Mas Devan," desaknya yang selalu ingin mendapatkan apapun keinginannya.Karena tekanan sang putri yang t
"Kamu pikir aku akan percaya hanya karena noda darah ini. Hentikan kebohongan kamu itu Aku sudah muak!" sentak Devan dengan menatap tajam kepada Nasuha. Ia ingin menyangkal semua hal yang dikatakan oleh Nasuha kepadanya itu.Namun, Nasuha sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapan Devan tersebut."Terserah Mas mau percaya atau enggak. Tapi, kalau aku sampai hamil Mas Devan tetap harus tanggung jawab loh," tegasnya seraya turun dari atas ranjang, lalu bergerak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Diam-diam ia tersenyum tipis di belakang Devan karena perangkap yang dibuatnya sudah berhasil.Sementara Devan mengusap kasar wajahnya karena merasa frustasi dengan apa yang terjadi malam tadi. Tapi, detik selanjutnya rasa frustasi itu berubah perlahan dan menjadi senyum seringai.Devan melirik ke arah sudut langit-langit kamarnya. Ia hampir saja melupakan hal penting, itu karena di kamar tersebut sudah dipasangnya CCTV satu bulan yang lalu dan tanpa sepengetahuan Nasuha. Bahkan ada beber
"Apa kabar, Yaya? Udah lama ya kita gak ketemu. Udah empat tahun kalau gak salah. Kamu tambah cantik aja sekarang, terawat dan punya rumah yang bagus. Satu lagi punya anak yang ganteng pula ...."Mazaya tersenyum getir mendengar apa yang dikatakan wanita di depannya saat ini. Wanita yang dulunya pernah menjadi sahabatnya, tapi menusuknya dari belakang dengan merebut kekasihnya, hingga persahabatan mereka pun berakhir.Siapa lagi kalau bukan Nadia. Sebuah takdir yang mempertemukan mereka kembali, tapi dalam keadaan yang berbeda bagaikan langit dan bumi. Dulunya Nadia yang selalu tampil modis, kini berpenampilan sederhana dan terbilang tidak terawat."Kamu terlalu berlebihan, Nad. Apa yang kamu lihat bagus dari luar belum tentu baik di dalamnya," ucap Mazaya merendah. Bagaimanapun apa yang dicapainya saat ini adalah buah kesabaran dan penderitaannya selama empat tahun terakhir."Tapi, tetap aja, Yaya. Aku gak nyangka kita ketemu lagi. Waktu Bu Erina tawarin aku kerjaan ini aku sedikit r
"Gak perlu! Saya gak butuh bantuan anda dan bisa telpon tukang derek untuk mengurus ini semua."Dengan tegas Mazaya pada akhirnya menolak tawaran Devan yang ingin membantunya itu. Ia segera mengambil tas miliknya yang ada di mobil, hendak mengeluarkan ponselnya.Sedangkan Devan tampaknya tidak mau menyerah begitu saja dengan keputusan Mazaya yang menolaknya."Kamu baru pindah di lingkungan ini dan apa mungkin sudah punya nomor tukang derek atau seorang montir? Aku pikir belum ada bukan?" tanyanya seakan memberikan tamparan kenyataan kepada Mazaya saat ini.Mazaya sejenak terdiam. Apa yang dikatakan oleh Devan memanglah benar. Ia hanyalah membual tentang mengatakan akan menelpon petugas derek mobil.Melihat Mazaya yang terdiam, Devan tersenyum tipis. "Aku akan panggilkan tukang derek ke tempat ini. Tapi, sebaiknya kamu naik ke mobilku, sebentar lagi mau hujan dan tukang derek mungkin akan lama datangnya," terangnya. Ia sungguh tidak menyangka akan bertemu dengan Mazaya di tempat itu.M
"Apa yang anda lakukan?" pekik Mazaya yang semakin melebarkan matanya saat ini."Aku hanya ingin minta tolong, Yaya." Devan masih dengan santainya membuka celana yang dipakainya itu, hingga menyisakan celana pendek ketat yang membungkus miliknya kian membesar. Siapa sangka hanya berduaan dengan Mazaya miliknya itu langsung terbangun begitu saja. Mazaya berjalan mundur ke belakang, seiring Devan yang semakin mendekatinya."Apa maksud anda meminta tolong?! Jangan main-main, cepat keluarkan aku dari sini," pekiknya yang tatapannya mengarah ke pintu. Ia harus segera ke sana dan keluar dari tempat tidur itu secepatnya.Devan tersenyum getir karena sepertinya harus mengakui kenyataan tentang impotennya di depan Mazaya. Mau tidak mau ia akan mengatakannya agar tujuannya hari ini tercapai."Kamu tahu, Yaya. Sejak kejadian di hotel waktu itu di bawah sini sama sekali tidak pernah bangun, hampir empat tahun. Mungkin itu karma atau mungkin juga kutukan atas apa yang aku lakukan padamu waktu i
"Oh, jadi seperti ini sosok asli kamu, Suha!"Devan mendesis sembari mengepalkan tangannya karena Nasuha ternyata memang menjebaknya malam tadi dan entah sejak kapan berselingkuh dengan pria lain di belakangnya. Walaupun masih belum mempunyai bukti untuk hal itu.Mungkin Devan bukan suami yang sempurna, tapi setidaknya dirinya bertanggung jawab dengan menjaga pandangannya dari wanita lain. Meskipun untuk Mazaya saat ini adalah sebuah pengecualian.Di saat yang sama terdengar suara dering ponsel milik Mazaya di dalam kamar tersebut dan sampai ke telinga Mazaya yang masih berada di kamar mandi."Apa terjadi sesuatu dengan Aska?" gumam Mazaya dengan nada khawatir, ia bahkan mengurungkan niatnya untuk melarikan diri dari tempat tersebut, sebelum memastikan putranya baik-baik saja."Aku gak punya pilihan lain," pikir Mazaya seraya mengembalikan jendela seperti ke keadaan semula. Lalu bergerak menuju ke pintu.TokTokTerdengar ketukan di pintu dan hal itu membuat Mazaya terperanjat."Yaya
"Tolong hentikan, Pak Devan. Anda sudah keterlaluan hari ini; Apa anda sadar kalau aku bisa laporkan anda ke Polisi karena tindakan pelecehan! Ah, satu lagi anda menculik saya hari ini dan itu juga bisa dilaporkan," cecar Mazaya dengan mendelikkan matanya.Namun, Devan sama sekali tidak terpengaruh atau khawatir mendengar ancaman dari Mazaya saat ini."Laporkan aja, Yaya. Apa kamu punya bukti? Kamu sendiri kan yang dengan sukarela masuk ke mobilku hari ini," ucapnya dengan senyuman tipis di wajahnya dan fokus mengemudi. Terlebih lagi tidak terjadi apapun diantara mereka, jadi apa yang harus dipermasalahkan?Mazaya menggigit bibir bawahnya, Devan pasti bisa membalas ucapannya itu dengan mudahnya. Lalu hal yang membuatnya harus menerima kenyataan adalah ia memang tidak mempunyai bukti untuk itu."Kamu belum menjawab pertanyaan ku tadi, Yaya? Gimana, kamu mau 'kan menjadi istriku?" tanya Devan dengan santainya."Sampai mati pun aku gak mau," jawab Mazaya dengan sinis. "Aku mohon jangan p