Share

2. Maafkan, Mami

Author: Mkarmila
last update Last Updated: 2024-05-03 02:26:14

“Lepaskan, suamimu! Aku tahu kalian tidak saling mencintai jadi daripada ke depannya akan begitu sulit buat kalian, lebih baik bercerai.”

Ingatan Aluna tertarik ke belakang, mengingat wajah seseorang yang membuatnya menjalani hidup seperti saat ini. Wanita itu beberapa kali menghembuskan napas untuk menghalau sesak yang mendadak di dadanya. Bodohnya, mendapatkan ucapan seperti itu bukannya membentengi dirinya agar tidak terjerat pada pesona sang mantan, hingga laki-laki itu mengambil haknya tanpa penolakan dari Aluna. Semua itu berjalan layaknya air, mengalir begitu saja dan pada akhirnya Aluna lah yang tergelincir oleh air tersebut dan dengan terpaksa menyembunyikan kehamilannya.

“Maafkan Mami, Langit. Sepertinya kamu harus melupakan Papi kamu itu,” gumam Aluna. Ia bukan wanita jahat yang egois hingga tega menghancurkan kebahagiaan orang lain, jadi lebih baik dirinya yang mengalah.

Setelah hampir sepuluh menit berada di dalam mobil hanya untuk mengingat kejadian di masa lalu, akhirnya Aluna tersadar dan harus meninggalkan area parkir sekolahan.

***

Sudah tiga tahun ini, Aluna bekerja sebagai Dosen tetap di salah satu kampus yang ada di kota tersebut.

Sampai di depan ruangan bertuliskan ruangan Dosen, Aluna masuk. Menempati kursinya, tersenyum dan menyapa beberapa Dosen yang kebetulan sudah datang. Hingga jam perkuliahan di mulai Aluna baru beranjak menuju kelas.

Tiba siang hari Aluna kembali ke dalam ruangan. Hari ini ia akan makan di ruangan saja. Meminta tolong pada OB untuk membelikan makan siang karena ia harus menyelesaikan materi yang akan diberikan pada perkuliahan jam 2 siang nanti .

Ponsel Aluna yang ada di atas meja berdering, mengurungkan niatnya untuk mencari keberadaan OB. Tanpa menunggu lama, dia langsung menjawab karena mengetahui siapa yang menelponnya.

“Halo!”

“….”

“Iya, saya akan segera datang!” jawabnya setelah mendengar penjelasan dari sang penelpon.

Aluna buru-buru mengemasi buku dan laptopnya kemudian memasukkan ke dalam tas kerja yang selalu ia bawa. Secepatnya ia harus pergi ke sekolahan Langit. Wanita itu berjalan dengan tidak sabar bahkan mengabaikan beberapa Dosen yang masih ada di ruangan tersebut.

Pikiran Aluna sedang tidak baik-baik saja, karena otaknya hanya mengingat nama seseorang, Mauren Olivia Ragnala. Aluna berusaha menghalau pikiran buruknya, ia berharap kalau namanya saja yang kebetulan sama.

Tiba di parkiran, Aluna mendadak binggung dimana ia tadi memarkirkan mobilnya. Beruntung seorang security menghampirinya dan memberitahu dimana mobilnya. “Terima kasih, Pak!” ucap Aluna dan mendapatkan anggukan dari sang security.

Selanjutnya ia melajukan mobilnya meninggalkan kampus menuju sekolahan Langit melupakan kelas yang harus di isi jam 2 siang. Tiga puluh menit kemudian, mobil yang dikendarai Aluna memasuki halaman sekolahan elite setelah meminta ijin pada satpam sekolahan untuk masuk dengan menyebutkan nama anak dan kelasnya. Langsung saja Aluna memarkirkan di pelataran sekolahan.

Aluna mencari ruang kelas Langit karena tadi yang menghubungi Miss Ana, guru kelasnya. Tidak sulit menemukan kelas Langit. Miss Ana yang sedang mengajar terpaksa harus menghentikan untuk menerima kedatangan Aluna.

“Anak-anak, Miss mau terima tamu dulu kalian tolong kerjakan soal halaman 30-35 ya, nanti kalau sudah selesai dikumpulkan di meja. Ingat, kalian harus menjaga ketertiban kelas ya.” Pesan Miss Ana pada murid-muridnya.

Miss Ana membawa Aluna ke ruangan kepala sekolah juga memberitahu kalau Langit sudah ada di sana. Sampai di ruangan yang dituju, Miss Ana mengetuk pintu yang posisinya sedang terbuka itu.

“Selamat siang.”

Miss Ana masuk diikuti oleh Aluna. Sedangkan Ibu kepala sekolah yang duduk di sebelah Langit langsung berdiri dan mempersilahkan Aluna duduk di sofa yang di tempati kepala sekolah tadi, di sebelah Langit.

Pemandangan yang pertama kali Aluna lihat adalah sang putra yang duduk dengan wajahnya menunduk. Serta seorang gadis kecil yang tadi pagi ditemuinya, ada di pangkuan seorang babysitter. Wajahnya yang sembab, bisa dipastikan kalau anak itu habis menangis.

“Tante, Langit nakal. Dia sudah mendorongku sampai aku terjatuh dan tanganku luka.” Bocah yang Aluna perkirakan bernama Mauren itu mengaduh padanya dengan bibir mengerucut sambil menunjukkan siku lengannya yang diplester. “Marahin dia, Tante!”

“Non, yang sopan sama yang lebih tua,” tegur babysitter Mauren dengan lirih. Lalu menatap Aluna seolah meminta maaf.

“Biarin saja, kan memang Langit anaknya nakal,” jawab Mauren dengan sikap angkuhnya. Aluna bisa melihat kalau Mauren sikapnya sedikit arogan, mungkin terbiasa diperlakukan sebagai nona muda yang dimanja, bukan seperti ia memperlakukan Langit yang dibiasakan mandiri dan selalu hormat dengan orang lain apalagi yang lebih tua. Kalau Langit sudah bertindak buruk, itu artinya anak itu sudah tidak bisa memendam kemarahannya.

“Mauren …!” tegur Miss Ana dengan nada lembut, mengambil duduk di sebelahnya lalu mengusap pelan lengannya untuk meredam kekesalannya. “Tolong sabar dulu ya dan hormati yang lebih tua.”

Mauren menurut karena yang mengatakan adalah gurunya. Beberapa saat kemudian, Ibu Marta sebagai Kepala Sekolah menyampaikan kronologi kejadiannya. Dalam mendengarkan itu, Aluna sampai memijit pelipisnya dengan desahan napas lelah. Putranya yang bersalah dalam permasalahan ini.

Aluna menatap Langit yang masih saja menekuk wajahnya dengan jari-jari tangannya saling bertautan, seolah takut menghadapi kemarahan sang Mami.

“Langit,” panggil Aluna lirih namun tegas. Bocah tampan itu mendongak hanya untuk memenuhi panggilan wanita yang telah melahirkannya. “Mami gak pernah ajarin kamu seperti itu, sebagai laki-laki harus menjaga perempuan, bukan malah kasar seperti itu!”

Langit bungkam tapi Aluna menginginkan jawaban dari putranya itu. “Langit, kenapa diam, jawab Mami!”

Langit menatap Aluna dengan tatapan nelangsa, bibirnya bergetar dengan kedua tangannya tertaut. “A-aku kesel sana Mauren, Mi. Dia ejek gambarku yang hanya berdua dengan Mami beda dengan punya dia yang ada Papinya!”

Aluna mengerutkan keningnya, menunggu jawaban Langit yang belum tuntas.

“Dia bilang … aku gak punya Papi.”

Deg. Kembali dada Aluna seperti ditusuk-tusuk ribuan pisau yang bahkan menghindar saja tidak bisa jika diingatkan lagi dengan sang mantan suami.

“Itu gak bener kan, Mi?” Meski berulang kali Aluna mengatakan kalau sang Papi sudah meninggal, tetapi Langit merasa kalau Aluna sedang berbohong. “Mi … Langit masih punya Pa-”

Aluna tidak sanggup lagi mendengarkan curahan hati Langit. Matanya memanas sebelum buliran bening itu menetes dan terlihat oleh Langit maka ditariknya bahu Langit kemudian mendekapnya erat dan tetes demi tetes akhirnya meluncur tanpa bisa dibendung lagi.

Aluna bisa merasakan tubuh Langit bergetar, hingga mengeratkan dekapannya pada putranya itu. Untuk beberapa saat keduanya hanya diam saling berpelukan.

“Maafkan, Mami, Sayang! Maafkan Mami,” ucap Aluna menciumi puncak kepala Langit dengan mata terpejam.

“Selamat siang.”

Aluna bisa mendengar ketika suara bariton seseorang datang sembari mengetuk pintu.

“Selamat siang, Pak Ryu. Silahkan masuk!” Miss Ana berdiri dan mempersilahkan Ryu untuk duduk.

Ryu Xavier Ragnala, seorang Dokter spesialis Jantung. Mendengar kalau sang putri terluka, Ryu langsung meninggalkan rumah sakit untuk datang ke sekolahan dan sesuai informasi dari Miss Ana, pria itu kini berada di ruangan kepala sekolah. Namun, kini perhatiannya penuh kepada sang putri tanpa menyadari ada orang lain yang menatapnya dengan nanar.

“Papi, Langit nakal. Dia yang dorong aku tadi sampai sikutku berdarah,” adu Mauren yang bisa di dengar oleh Aluna dan semua yang ada di sana. Gadis kecil itu langsung turun dari pangkuan babysitternya, berlari menghampiri Ryu.

tbc

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   107. Akhir

    “Ayah …!”“Mami …!”“Yayah …!”“Mimi …!”Suara-suara berisik itu membuat Aluna mengeliat. “Mas, ayo bangun! Anak-anak sudah pulang itu,” tutur Aluna seraya memukul lengan Bian yang menempel erat di tubuhnya polosnya.“Biarin aja, nanti mereka juga diem sendiri,” ucap Bian tidak peduli.“Mas …!” hardik Aluna sebab Bian mengabaikannya. “Bangun …!”Bian berdecak pelan sebelum melepaskan tangannya dari tubuh Aluna. Bangkit dan mendudukan tubuhnya, lalu menyalakan lampu kamar. Laki-laki itu kemudian memunguti kaos dan celana pendeknya yang tergeletak di lantai. Memakainya dengan cepat dan hendak membuka pintu yang masih terkunci dari dalam. Sementara Aluna berlari ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.Saat pintu dibuka, ketiga anaknya sedang berdiri dengan wajah berseri.“Sudah pulang?” tanya Bian memandang bergantian ke arah Tegar, Langit dan Awan.“Tante belikan banyak makanan, Ayah,” sahut Langit sembari memperlihatkan satu kantung plastik berisi camilan dan susu.“Mama juga belik

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   106. Gak Mau

    “Apa keputusanmu tidak bisa diubah, Mbak?” tanya Alan dengan wajah yang lesu, lalu menghembuskan napas pelan.Segala upaya sudah dilakukan tetapi masih tidak bisa membuat Renata tersentuh dengan sikap dan tindakan yang dilakukan Alan.Renata mengelengkan kepalanya. “Tidak, kamu masih muda dan bisa mendapatkan perempuan yang lebih baik dari aku.”“Kamulah yang terbaik buat aku, Mbak,” sahut Alan tegas, tidak ada keraguan sama sekali di hatinya.Renata hanya tertawa, kemudian beranjak berdiri. Pembicaraan ini pasti tidak akan menemukan titik temu karena keduanya saling keras kepala.“Mbak, aku belum selesai bicara.” Alan bergegas menghampiri Renata. “Tidak masalah kalau kamu tidak bisa mencintaiku, Mbak. Pelan-pelan aku akan buat kamu jatuh cinta sama aku,” ucap Alan, menarik siku lengan Renata dengan pelan. Laki-laki itu masih bersikeras untuk membujuk Renata.Sekali lagi Renata mengeleng tegas. Tidak ada cinta di hatinya untuk Alan, jadi buat apa menerima pinangan dari lelaki itu. Yan

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   105. Lebih Baik

    “Mohon maaf Ibu, bisa masuk ke ruangan dokter,” ucap seorang perawat yang datang menghampiri Renata.“Hah, ada apa?” Renata tertegun. Namun, tiga detik kemudian wanita itu beranjak berdiri, sebab dihantui rasa penasaran yang tinggi. “Sebentar aku masuk dulu!” ucapnya pada Aluna sebelum pergi.Pintu berwarna putih itu, Renata buka dengan segera. Seketika mulutnya ternganga melihat pemandangan di depannya. “Kenapa bisa seperti ini?” ucapnya setelah mendekat. Lalu dengan cepat mengambil tisu untuk menolong Alan.“Tadi tiba-tiba Mauren mau muntah, rencananya mau aku ajak ke kamar mandi ternyata dia gak bisa nahan dan berakhirlah seperti ini,” jelas Alan sambil membersihkan bekas muntahan di brankar dengan tisu. Sementara Renata dengan spontan membersihkan baju Mauren.“Dokter Renata!”Renata mendongak dan menatap seseorang setelah namanya di panggil.“Dokter Wahyu!” gumamnya lirih. Dan saat itu juga kenangan Ryu memenuhi pikirannya. Tanpa sadar sudut matanya berembun dan ia melangkah mund

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   104. Bertemu Kembali

    “Sus, tolong anak saya!” ucap Alan ketika tiba di klinik.Laki-laki itu berjalan mendekati meja resepsionis sambil mengendong Mauren. Ya, Mauren terlepas dari gendongan hanya saat berada di dalam mobil saja. Renata juga binggung dengan sikap tiba-tiba putrinya itu. Aneh, itulah yang terlintas di pikirannya.Seorang gadis yang duduk di balik meja resepsionis itu mendongak dan bertemu tatap dengan Alan yang wajahnya terlihat cemas.“Iya, bisa daftar dulu ya,” ucapnya sopan.Alan lalu melirik Renata yang hanya mengekor di belakangnya. “Mi, tolong isi ini,” ucap Alan dan menunjuk dagunya pada satu lembar kertas yang ada di meja, di depannya.Renata pun mendekat dan mengisi form di depannya dalam diam. Sebab, tadi di mobil sudah berdebat dengan Alan. Tidak perlu datang ke klinik karena ia akan mengompres Mauren dan akan memberikan obat penurun panas.“Mohon tunggu sebentar, kurang tiga panggilan lagi, setelah itu putri Bapak ya,” ucapnya sambil tersenyum ramah.Renata sudah seringkali berh

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   103. Sakit

    “Ah, apa dia tidak memiliki makanan apapun di sini?” gumam Renata saat membuka kulkas dan tidak menemukan apapun di sana kecuali dua botol air mineral berukuran sedang di pintu kulkas.“Mami …!” teriak Mauren.Suara Mauren itu mengagetkan Renata. Wanita itu buru-buru berlari menuju kamar dan mendapati Mauren yang sudah membuka matanya dengan tatapan sayu.“Sudah bangun?” tanyanya kemudian melangkah mendekat ke arah tempat tidur.“Mi, pusing,” ucap Mauren tiba-tiba.Refleks, Renata langsung menyentuh kening Mauren dengan telapak tangannya kemudian membaliknya dengan punggung tangannya. “Koq demam? Bentar Mami ambilkan kompres dulu.”Renata keluar dari kamar, menuju dapur lagi untuk mencari baskom dan kain. Sementara di dapur, wanita itu mengamati sekeliling, semua yang diperlukan tidak ada di sana.“Ah, apa yang aku harapkan di sini. Dia paling hanya numpang tidur di sini,” keluhnya lalu kembali masuk ke dalam kamar untuk menghubungi Alan.Tidak lama kemudian, Alan mengangkat teleponn

  • Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah   102. Tersenyum

    “Mau turun, gak?”“No!” jawab Renata, ia memilih bertahan di dalam mobil saja daripada harus bersama dengan Alan.“Oke,” jawab Alan lalu menutup pintu mobil. Lelaki itu berjalan ke arah belakang dan membuka pintunya.“Alan, mau dibawa ke mana Mauren?” seru Renata. Seketika kepanikan melandanya . “Biarin Mauren tidur di mobil saja!”Alan kemudian menatap Renata sekilas, kalau wanita ini ingin bertahan di dalam mobil ia tidak peduli. Tetapi ia akan membawa Mauren masuk ke dalam apartemennya.“Apa kamu gak kasihan sama Mauren tidurnya gak nyaman seperti itu.”“Aku tetap disini, Mauren juga harus tetap di sini,” sahut Renata cepat, membantah ucapan Alan.Namun, tanpa mendengarkan keinginan Renata, Alan langsung saja mengendong Mauren dan membawanya masuk.“Hey,” seru Renata. Alan menyematkan senyuman tipis kala melirik Renata yang turun dari mobil kemudian mengikuti langkahnya masuk ke dalam gedung apartemen.“Alan, aku bilang-”“Jangan berisik, Mbak!”Tanpa Renata sadari langkahnya terus

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status