Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah

Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah

last updateLast Updated : 2024-12-31
By:  MkarmilaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
107Chapters
9.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Aluna Yudhistira memilih bercerai dari Ryu Zavier Ragnala karena ingin membebaskan pria itu dari pernikahan mereka. Setelah bercerai, Aluna memilih meninggalkan semua kehidupan sebelumnya dan menjalani kehidupan barunya di tempat lain, seorang diri karena dirinya sudah sebatang kara. Namun, Aluna melupakan satu hal, malam penyatuan mereka sebelum perceraian dengan Ryu yang membuatnya melahirkan bayi tampan mirip mantan suaminya. Sebenarnya ia bisa saja memberi tahu mantan suaminya itu, tetapi ia tidak memilih hal itu karena menganggap hal itu adalah kesalahan masa lalunya dan dia yang akan bertanggungjawab sendiri untuk membesarkan sang anak. Setelah tujuh tahun berlalu, takdir mempertemukan mereka semua dengan awal sebuah kesalahan juga. Kesalahan apa dan bagaimana reaksi Ryu ketika bertemu dengan sang anak?

View More

Chapter 1

1. Pertemuan

“Kenapa gak mau pergi ke sekolah?”

Suara datar nan tegas milik seorang wanita yang sedang menatapnya tanpa berkedip tidak membuat sedikitpun Langit takut, bahkan terlihat santai. 

“Aku malas bertemu teman-teman di sekolah, Mi!” Langit menjawabnya tanpa beban sedikitpun. Bibirnya mencembik dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Bocah tampan itu belum selesai meluapkan isi hatinya pada Aluna. “Kemarin, Bu Guru suruh gambar anggota keluarga, tapi gambar aku beda sendiri dari teman-temanku karena cuman ada gambar aku sama Mami saja.”

“Terus, masalahnya dimana?” Merasa itu hal yang wajar bagi Aluna. “Di dunia ini, gak hanya kamu koq yang punya gambar seperti itu, jadi gak usah dibikin alasan deh!” Aluna tidak mau menerima begitu saja ucapan Langit meski dalam hatinya merutuki dirinya sendiri yang tidak peka dengan maksud Langit.

Langit mendengkus, wajahnya langsung tertunduk lemah dengan suara bergetar ia berucap. “Mereka bilang aku anak haram dan gak punya Papi.”  

Jleb.

Hati Aluna seperti teriris ujung pisau yang tajam. Andai ia berada di posisi Langit, pasti yang bisa dilakukan hanya meneteskan airmata meratapi kesedihannya, tak peduli akan membuatnya malu nantinya.

Sesaat kemudian, Aluna hanya menghela napas berat sebelum menghembuskannya perlahan.

“Sudah Mami bilang kalau Papi sudah meninggal, bilang aja begitu!”

Jahat, Aluna akui hal itu, setidaknya Langit tidak akan bertanya lagi dan lagi. Ibu satu anak ini memang sudah mengangap laki-laki itu tidak ada dalam kehidupannya bersama sang putra.

“Tapi … kenapa Mami selalu gak mau ajak aku ke makamnya Papi.”

Sialnya, Langit selalu memiliki seribu cara untuk menjawab ucapan Aluna.

“Jangan bilang kalau Mami sudah bohong kan!” Langit merasa kalau Aluna sedang membohonginya.

Aluna bangkit berdiri, pembicaraan ini sudah menyita waktunya. Tatapannya datar, menatap wajah tampan yang semakin hari sudah semakin pintar menjawab ucapannya.

“Oke, terserah kamu mau sekolah atau tidak!” Aluna menyeret kakinya keluar kamar, namun sampai di batas pintu dia membalikkan badannya untuk menatap sang putra. “Dan, Mami pastikan mulai besok kamu tidak perlu datang ke sekolah karena … Mami akan pindahkan kamu ke luar negeri.”

Wajah Langit, seketika memucat mendengar ucapan Aluna. Bukan tidak mungkin wanita yang melahirkannya itu akan menepati ucapannya. Dan itu artinya, kesempatan Langit untuk bertemu dengan sang Papi akan semakin kecil, meski ia tidak tahu dimana keberadaan laki-laki itu.

***

Pada akhirnya, Aluna yang memenangkan perdebatan dengan Langit. Terbukti, putra itu mau berangkat ke sekolah meski dengan wajah yang kesal. Beberapa saat kemudian, kendaraan roda empat itu sudah keluar dari halaman rumah. Rumah minimalis yang Aluna beli dari menjual rumah peninggalan sang Papa. Wanita itu sengaja pindah ke luar kota dari rumah yang sebelumnya agar mantan suaminya tidak bisa menemukannya.

Sepanjang perjalanan, wajah Langit tampak murung. Aluna berkali-kali menghela, sebenarnya merasa kasihan juga dengan Langit yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang Ayah. Tapi buat Aluna itu yang terbaik daripada batinnya akan tersiksa dengan pernikahan tanpa cinta yang pada akhirnya akan menyakiti hati orang lain.

Tak terasa, lamunan Aluna harus terhenti saat suara Langit menyadarkannya. “Mi, sudah sampai!”

“Ah, iya, Sayang!” jawab Aluna lantas membelokkan mobilnya ke gerbang sekolahan, beruntung tidak sampai kelewatan tadi. Kalau tidak ia harus akan putar balik nanti.

Dari gerbang tadi, Aluna menuju ke parkiran untuk para pengantar. Meski kadang Langit tidak ingin Aluna mengantarnya sampai kelas, tetapi sang Mami hanya ingin memastikan kalau putranya itu benar-benar akan mengikuti pelajaran di sekolah.

Sudah beberapa kali wali kelasnya mengatakan kalau Langit kerap kali meninggalkan kelas dan menghabiskan waktu di kantin sekolah. Mengingat hal itu rasanya Aluna ingin menghukum Langit. Tapi lagi-lagi Langit membalas ucapan Aluna karena ia bosan dan pelajaran itu sudah ia kuasai.

“Mi, sudah sampai sini aja, ya!” Langit mencegah langkah Aluna yang ingin menyapa jajaran gugu-guru yang sedang menyambut muridnya di depan lobi sekolah. “Tuh, sudah ada Miss Ana,” tunjuk Langit pada wali kelas sekaligus guru kelasnya.

“Ayo jalan, Mami mau ketemu Miss Ana.” Aluna mengabaikan keinginan Langit, wanita itu terus berjalan dan mendekati wali kelasnya Langit. “Selamat Pagi, Miss?” sapanya sambil mengangguk pelan dan jangan tanyakan Langit, karena anaknya itu sudah berlari pergi meninggalkan Aluna. Di tempatnya Aluna hanya bisa berdecak sambil mengelengkan kepalanya, kenapa putranya itu begitu tidak sopannya sampai tidak berpamitan padanya.

Miss Ana menyematkan senyuman ramah lalu balas mengangguk. “Sudah, tidak apa-apa, Bunda. Mungkin dia sedang ingin bermain dengan teman-temannya.” Seolah paham apa yang sedang dikeluhkan oleh wanita di depannya ini.

“Iya, Miss,” jawab Aluna, sedikit kecewa dengan sikap Langit yang menurutnya tidak sopan.

Sesaat kemudian, ada obrolan sedikit mengenai sikap Langit yang Miss Ana rasa perlu disampaikan pada Aluna. Tidak kaget, Aluna mendengarkan dengan serius dan sesekali menganggukan kepalanya tanda dirinya paham.

“Baik, nanti coba saya bicara pelan-pelan dengan Langit masalah itu, Miss!”

“Terima kasih, atas bantuannya,” balas Miss Ana. “Langit anak yang cerdas, saya cuman khawatir akan mempengaruhi nilai akademiknya kalau tidak segera di atasi.” Tidak ada maksud untuk mendikte Aluna, karena Miss Ana benar-benar peduli dengan Langit.

“Baik, kalau begitu saya permisi dulu, Miss.” Setelah dirasa tidak ada lagi yang diobrolkan Aluna segera undur diri. Ibu satu anak itu menyempatkan menyapa beberapa guru yang sedang berdiri di dekat Miss Ana sembari mengangguk sopan.

Aluna melirik pergelangan tangannya, sepertinya sudah sangat mepet sekali waktu yang tersisa. Ia takut terlambat sampai di kampus. Tangannya merogoh tas yang tersampir di pundak, mencari keberadaan ponselnya, mengabari kalau terlambat beberapa menit.

“Aluna!”

Aluna menghentikan langkahnya, ada rasa yang tidak mampu ia jabarkan dan hanya jantungnya yang berdetak kencang. Tidak bertemu selama tujuh tahun, bukan berarti Aluna lupa suara itu. Sekuat tenaga ia paksakan tubuhnya untuk membalik untuk memastikan seseorang tersebut.

“Dok-ter!” suara Aluna terbata, meskipun ingin sekali ia berlari menjauh tapi ia sadar moment seperti itu suatu saat pasti akan terjadi. Dan mungkin saat ini ia sudah tidak bisa menghindarinya lagi.

“Kamu tidak berubah, masih tetap memanggilku, Dokter!” sinis sang pria yang masih saja tampan dan semakin terlihat dewasa. “Anak kamu sekolah disini ju-”

“Papi! Ayo, masuk ke sekolah baruku!”

Atensi Aluna sontak menunduk dan bertemu tatap dengan gadis kecil yang berada dalam genggaman laki-laki tersebut. Darah Aluna berdesir, ada rasa tidak rela ketika pria itu dipanggil Papi dan bukan oleh putranya. Namun, ia bisa apa sekarang. Tujuh tahun mungkin telah merubah segalanya dan satu yang pasti, ia tidak bisa merubah kenyataan saat ini. Kalau waktu itu ia tidak keras kepala dan mau menuruti keinginan pria ini pasti mereka telah menjadi keluarga yang bahagia sekarang.

“Iya, bentar!”

“Tante ini siapa?” tanya gadis kecil itu.

“Ah, ini …,” ucapan laki-laki ini terhenti ketika mendengar suara lembut seorang wanita yang sudah berdiri di sampingnya sambil memeluk lengannya.

tbc

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Nurin Kafisah Tonkyy
Baru di cerita ini aku mendukung pelakarr
2024-09-12 20:34:11
1
107 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status