Obrolan siang di rumah Renald ternyata cukup memakan banyak waktu, tidak terasa waktu menunjukkan pukul 18.00, Olivia harus berpamitan untuk kembali ke kosannya karena harus masuk kerja sampingan di sebuah minimarket.
Masih dengan tangan yang digandeng oleh Renald menuju mobilnya, karena Renald bersikukuh untuk mengantarkan Olivia ke tempat kerjanya. Melambaikan tangannya ke arah mobil, kedua orang tua Renald menampakkan senyumnya, Hingga ketika mobil itu hilang dari pandangan mereka, Perubahan drastis sangat terlihat pada keduanya. "Huuuufft...cukup melelahkan ternyata selalu menyunggingkan senyum seharian," Ucap Alex dengan wajah datarnya. "Papa sih masih mending,,baru datang tadi jam 2 siang,,lah mamah,,kebayang kan kaya gimana, dari jam12 lho paaaah, kesel deh." ujar Farida menampakkan kekesalannya karena seharian ini telah berakting menjadi sosok yang bertolak belakang dengak karakter aslinya sehari-hari. "Kenapa papa ga kasih usulan biar pernikahan mereka lebih cepat aj sih pah, 1 bulan apa ngga kelamaan? belum nanti proses penyerahan warisannya yang membutuhkan waktu lagi...mama udah ga kuat lagi liat muka anak kampung itu pah,mual." Sarkas Farida yang sudah tidak bisa lagi menutupi kekesalannya seharian ini, harus beramah tamah dengan Olivia. Sandiwara yang luar biasa bukan? Lain di rumah, Lain pula dengan suasana di dalam mobil yang dikemudikan oleh Renald. Masih terasa aura kebahagiaan yang terpancar dari wajah cantik Olivia. Tangannya yang ada dalam genggaman tangan Renald terlihat sangat erat, Bak tak ingin melepaskan tangan besar calon suaminya itu. "Aku hari ini benar-benar bahagia yaang, ga tau harus ngungkapinnya gimana lagi..kamu benar-benar lelaki penuh kejutan sayang. Dan aku juga ga mengira, Kalau ternyata orang tua kamu itu baik banget sama aku, Padahal aku cuma anak dari panti asuhan,,tapi mereka dengan berbesar hati nerima aku jadi calon istri kamu. Ini seperti mimpi buat aku Ren..", Ucap Olivia penuh cinta dengan mata yang berkaca-kaca. "Udah dong sayaaang,,masa kamu mau nangis lagi, tadi di rumah juga kamu nangis terus", goda Renald. "Aku nangis juga karena senang sayaaang, bukan sedih. aku seneng aja, seperti mendapatkan sosok orang tua yang dari dulu belum pernah aku rasakan bagaimana rasanya disayang oleh ayah dan ibu, seperti kamu.." ucapannya yang berlanjut sambil menangis haru. Olivia pun langsung memeluk lengan Renald dengan erat dan dibalas usapan lembut itu dikepala Olivia, dan mengecupnya. perlakuan yang manis sekali bukan .. Hingga sesampainya di depan minimarket tempat Olivia bekerja, Renald pun pamit untuk kembali ke kediamannya. Melambaikan tangannya pada Renald yang mulai membawa mobil itu pergi, Setelahnya Olivia pun masuk ke dalam dan mulai mengganti pakaiannya dengan seragamnya untuk bekerja. Masih dengan wajah yang terus tersenyum, sontak membuat rekan di tempat kerjanya kebingungan dan sontak bertanya pada Olivia, "Kamu kenapa sih Liv, Perasaan dari tadi kamu senyum-senyum terus,,udah minum obat belum?", tanyanya sambil bercanda. "Sembaraangan...emang aku gila sampe harus minum obat segala, ngaco lo...", kata Olivia seraya menepuk pundak rekannya itu. "Ya lagian, dari pas masuk sampe sekarang tuh mulut lo ga berhenti senyum Oliiiiiv,,mentang-mentang senyumannya maniiiiiis, jangan diumbar terus-terusan,nanti gue pingsan lo harus tanggung jawab. Kaya calon pengantin yang mau nikah aja loh, Seneng mulu." Celetukan rekannya membuat Olivia bengong dan spontan bertanya, "Kok lo tau si Han???", Pertanyaan Olivia membuat Handi, rekan Olivia berubah cengo dan balik bertanya, "Hah,,tau apaan?Lo beneran mu nikah Liv????", "Eeh ... Upps...kelepasan.", jawab Olivia sambil menyengir kuda dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Respon Olivia yang seperti itu membuat Handi langsung tercengang. "Ah gila lo Liv,,tega banget sih lo, gue dicampakin gitu aja...tau-tau lo mau nikah, sama siapa Liv?padahal kata emak gue, gue itu ganteng lho...kok lo malah nikah sama cowok laen siiiih," ucapan Handi dengan mulut yang cemberut justru membuat Olivia terbahak-bahak. Candaan rekannya itu selalu ditanggapi sebagai lelucon oleh Olivia, padahal Handi serius menyukai Olivia sejak mereka kerja bareng di minimarket tersebut. Sikap manis dan lembut Olivia, yang selalu ramah dalam melayani semua pelanggan, membuat Handi selalu terpesona akan kecantikan yang dimiliki oleh Olivia, yang tentu saja tanpa disadari oleh dirinya sendiri. "Sebenernya aku juga kaget Han,,baru kemarin malem dia ngajak makan malem dan ngelamar aku,,tapi tadi siang, pas pulang kuliah, dia langsung ngajak aku ke rumahnya dan kita ngobrol bareng sama kedua orang tuanya."...jawab Oliv, "trus..trus ..trus,?", tanya Handi penasaran, "Orang tuanya mutusin kita buat Menikah 1 bulan lagi Han.", jawaban Olivia sontak membuat Handi tercengang, dengan membelalakan kedua matanya dan mulut yang masih terbuka lebar, dia pun memegang pundak Olivia dan mengoyang-goyangkannya secara kasar seolah-olah tidak percaya apa yang telah dikatakan oleh Olivia. "Lo serius Liv???1 bulan???Lo mau nikah???" masih terkaget-kaget atas informasi yang keluar dari mulut Olivia. "Ya ngapain juga aku bohong sama kamu sih Han,,lagian kapan siiih aku pernah bohong sama kamu ?", Ucap Olivia yang justru makin melebarkan senyumannya, dan jelas kesedihan terpancar dari kedua mata Handi. Pupus sudah harapannya selama ini, jika ia bisa menjadikan Olivia sebagai kekasihnya, akan sangat menyenangkan saat dapat mengenalkan sosok Olivia pada ibunya. "Huuuftt..." Handi membuang nafas nya dengan kasar. "Temen mau nikah kok malah sedih sih kamu Han, Jahat banget.." ucap Olivia pada Handi dengan cemberut membuat Handi gemas dibuatnya, ia pun mengacak acak rambut Olivia. obrolan mereka terus berlanjut sambil membereskan beberapa barang di rak. Malam itu mereka bekerja seperti biasa, Handi pun lanjut bertanya, karena masih penasaran akan sosok calon suami Olivia. Jangan sampai Olivia salah memilih pasangan hidupnya, itu sangat menyedihkan, Olivia harus bahagia, karena ia sudah mandiri sejak kecil. Handi tau akan hal itu, meski belum lama mengenal Olivia, tapi ia tahu, bahwa sosok Olivia adalah perempuan yang sangat baik. "Kita dulu kenal pas masa Orientasi di kampus Han, sempat satu kelas saat mata kuliah umum yang sama...tapi kita berbeda jurusan. namanya Renald, Renald Putra Adijaya", jawabnya polos...tapi justru membuat Handi kembali tercengang, "WHAT???"..."Renald Putra Adijaya????pewaris tunggal PT. Adijaya Grup?????", tanyanya sambil membuka lebar mulutnya. "kebetulan jawaban mu itu tepat Han.",,jawab Olivia sambil menunduk menahan malu. "Ya Allah Liv,,kalo tau calon suami Lo si Renald sih gue mundur alon-alon deh liv,bisa kebanting gue sama dia", ucapan Handi membuat Olivia tergelak,,"hhahahaha,lo bisa aj sih Han bercandanya...biasa aja kali." kata Olivia. "Semoga dia bisa jadi imam yang baik buat lo ya Liv, gue sih yang pasti bakal selalu ngedoa.in supaya kebaikan dan kebahagiaan selalu menyertai Lo. Secara lu cewe yang baik, terlepas dari wajah lo yang cantik,,itu sih bonus...karena gue yakin, yang bikin cantik lo keluar maksimal itu ya karena kecantikan hati lo." Ucapan tulus Handi sontak membuat Olivia langsung memeluk erat tubuh Handi yang justru menegang karena belum pernah ada kontak fisik sedekat ini dengan seorang wanita yang sejak dulu ia kagumi itu. Belum sempat ia membalas pelukan hangat Olivia, ketika tangannya akan merangkul pinggang kecil itu, Olivia justru sudah melepaskan tangannya dari tubuh Handi, seraya berucap, "makasih banyak ya Han,, baru kamu lo yang ngasih doa tulus kaya begitu ke aku. seneng banget punya temen seperti kamu Han", ucap Olivia penuh haru... "oke...sama-sama,temen yah?...yaa, gue bakal jadi temen lo, kalo nanti lo lagi sedih atau ngerasa ga ada siapa-siapa yang mau nemenin lo, lo harus dateng ke gue..oke,,cuma gue!", Ucap tegas Handi pada Olivia yang dibalas anggukan dan tanpa sadar Olivia mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Handi, dan hal itu membuat Handi tersenyum hangat. Kesenangan hari ini dirasakan sangat sempurna untuk seorang Olivia, bahkan Terlalu Sempurna, semoga saja ini akan berlangsung selamanya, bukan hanya mimpi semata. tanpa ada yang tahu apa yang akan terjadi kedepannya pada Olivia, akan sangat mengejutkan bagi keduanya.Olivia memasuki apartemen miliknya sepulangnua dari supermarket, langsung memasuki area dapurnya, ia membereskan seluruh barang belanjaannya kedalam kitchen set dan lemari es. "Huuft,,akhirnya selesai juga." Ujarnya, kemudian membuat secangkir teh hangat karena dirasa dirinya perlu merilekskan tubuh dan pikirannya. Membawa cangkir tehnya, Olivia duduk di ruang tamu. Membuka ponselnya dan mencari beberapa info lowongan pekerjaan, Hingga akhirnya ia menemukan sebuah pekerjaan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan, sesuai bekal pendidikannya dulu saat kuliah. Namun, hanya ada lowongan sebagai Office girl disana. ia pun tak banyak berpikir, ia akan memgambil jalan itu. tak mengapa ia menjadi Office girl, toh itu pekerjaan baik juga, tidak ada yang salah. Yang ada dalam pikirannya hanyalah, ia harus mendapat uang sebanyak-banyaknya agar bisa bertemu kembali dengan sang putra, Keenan. menyeruput teh hangatnya hingga cangkir itu kosong, ia pun berniat membersihkan diri
Tak menyangka, kini Olivia sedang terduduk dalam kursi penumpang di sebuah pesawat. mata nanarnya menatap keluar jendela di sebelahnya. "Semoga langkah yang ku pilih ini sudah tepat, dan selalu dalam lindungan Mu ya Allah." Gumam Olivia dalam hatinya. Memilih Los Angeles sebagai kota tujuannya untuk memperbaiki kehidupannya agar lebih baik lagi. dikenal dengan julukan City of Angels, kota tersibuk di Amerika serikat karena dikenal sebagai kota yang tak pernah tidur. Ia sungguh berharap, bekerja di salah satu kota terbesar di Amerika serikat itu mampu membuat dirinya bisa kembali mengambil hak asuh sang putra. Tidak ada dendam dihatinya, karena yang ada dalam pikirannya saat ini adalah sang buah hati yang baru berumur 5 bulan itu. "Semoga jika kau sudah tumbuh besar nanti, kau masih menganggap bahwa ibu masih ada nak". kembali pada realita kehidupannya, begitu tiba di Bandar Udara Internasional Los Angeles, wanita itu sempat kebingungan harus pergi kemana terlebih dahulu.
Hari ini merupakan sidang perceraian pertamanya, masih ada beberapa kali lagi pertemuan. Namun, sulit bagi Olivia dapat memenangkan hak asuh anaknya. Karena, sudah dapat dipastikan keluarga besar mantan suaminya itu sudah mempersiapkan segalanya dengan sangat matang. Terbukti dari tidak adanya keadilan kala hak asuh anaknya sepenuhnya jatuh ke tangan sang mantan suami, padahal tidak ada bukti kesalahan apapun yang dilakukan dirinya sehingga ia harus berpisah dengan anaknya yang baru berusia 5bulan itu. Hingga, tak terasa hari penentuan dirinya resmi menjadi seorang janda terjadi hari ini. Seharusnya ia mendapatkan bantuan Tuan Daniel, pengacara Almarhum Tuan besar Adijaya. namun entah, sosok pria paruh baya itu tidak hadir hingga persidangan terakhirnya ini. "Reyn, kumohon, beri aku keringanan agar selalu dapat bertemu dengan putraku." Pinta Olivia kala mereka telah selesai menjalani sidang perceraian mereka. "Jangan Harap Oliv, kau bilang sangat enggan menerima harta waris
5 Bulan berlalu begitu cepat bagi seorang Olivia, tentu saja hal itu dirasa terlalu singkat untuk kebersamaannya bersama sang buah hati. Selama dalam pengasuhan Oliv, Keenan kecil sangat baik, tidak rewel sama sekali. Mungkin, karena instingnya bersama sang ibunda membuatnya merasa tenang, nyaman dan aman. Begitu pula dengan Olivia, kebersamaannya bersama Keenan membuatnya serasa sangat bahagia, tak ingin semuanya berlalu, tapi apa mau dikata, malang tak dapat ditolak. subuh ini, ia sudah bersiap membereskan semua pakaian dan perlengkapan miliknya. Ia harus menghadiri sidang perceraiannya siang ini di pengadilan agama. Apa yang diucapkan Reynald kala itu benar-benar terjadi, tepat 5 bulan sejak kejadian itu, suaminya benar-benar memberikannya surat perceraian. "kau harus menjadi anak yang kuat nak, ibu akan tetap menyayangi mu tak peduli dimanapun ibu berada." Bisik Olivia pada sang putra yang terlihat sedang tertidur lelap. "ibu harap kau tidak melupakan ibu nak jika suatu
Beberapa menit berlalu, tak terasa putra yang berada dalam dekapan hangatnya itu pun telah tertidur lelap. tersenyum hangat, tangan Olivia membelai lembut pipi halus putra tampannya itu. Tubuh oliv menegang kala mendengar suara teguran dari arah belakang, "Cepat masuk, taruh anak ku di kamarnya." Ucap dingin pria itu, "Reyn, apa, anak kita ini sudah di beri nama?" tanya Olivia pada Reynald, "Jangan, berani, sebut bayi ini anak kita di depan siapapun mulai saat ini. Paham!" Ancam Reynald, "tapi dia juga anak ku Reyn, sampai kapanpun itu, ini adalah darah dagingku, aku yang mengandungnya selama ini dan melahirkannya langsung Reyn!" Geram Olivia, dia merasa ini sudah sangat keterlaluan, putra dalam pelukannya inilah yang ia kandung selama 9 bulan kemarin. "setidaknya biarkan aku yang memberikannya nama pada putra ku Reyn, aku tidak akan meminta lebih." Bujuk Olivia, "Baiklah, ku beri kau waktu 5bulan untuk bisa bersamanya, namun, setelah waktu itu habis, jangan pernah mem
Hari-harinya Olivia kini terasa lebih hampa dari biasanya, perut besarnya kini sudah tidak ada, kegiatannya dalam bekerja memang terasa lebih ringan, tapi langkahnya selalu terasa lebih berat dari biasanya. Sedari subuh ia sudah beraktifitas di paviliun itu, membersihkan segala sesuatunya disana. Saat sedang serius membersihkan area dapur, tiba-tiba suara Lily yang menegurnya membuat kegiatannya terhenti. "Kau disuruh Nyonya untuk membuat sarapan di rumah besar saat ini juga." Ujarnya dengan ketus. "sekarang masih jam 6?" Tanya Olivia, "ya mana aku tau, nyonya besar sendiri yang tadi memintaku memberitahumu." Ucap Lily sambil melangkah keluar meninggalkan Olivia yang masih merasa bingung. Tapi, tanpa berpikir lama, ia pun beranjak dari paviliun itu menuju rumah utama. Baru beberapa langkah kakinya memasuki rumah besar itu dari area dapur, sudah terdengar jelas ditelinganya suara tangisan kencang bayi, langkah kakinya sontak terhenti, ia yakin bahwa itu adalah suara anaknya