*Happy reading*
Bianca mencibir ketika melihat Alvaro duduk di seberangnya. Padahal seharusnya cowok itu duduk di sebelahnya. Coz yang namanya perhatian totalitas itu, harusnya nggak ditunjukin sepotong-sepotong seperti ini.
Romantis dikit kek, kaya perlakuan si Bos sama Aika. Kan, Bianca juga pengen di perhatiin kek Aika gitu. Maklum Bianca lagi dalam mode iri, soalnya udah lama gak di bikin baper ma cowo.
Adanya, malah di bikin nyesek mulu. Lah, ngapa jadi curhat si Bianca?
"Pak, nggak duduk di sini?" tunjuk Bianca ke kursi sebelah setelah tidak bisa menahan diri lagi.
Ceritanya, Bianca ngarep, cuy!
"Kenapa juga saya harus duduk di situ? Biar kamu bisa modus pegangan sama saya terus manja-manjaan gitu?" jawab Alvaro dengan sinis.
Duh, tuh mulut pedes amat, ya? Cipok juga dah nih, lama-lama.
"Ck, Bapak ini curigaan banget, sih? Saya beneran takut naik pesawat ini. Bukan pura-pura seperti sangkaan Bapak!" balas Bianca dengan semangat.
Namun, alis Alvaro malah terangkat. Seakan meragukan pernyataan Bianca tersebut.
Memang itulah kenyataannya, Mana mungkin Alvaro bisa percaya perkataan cewek ini. Yang bilangnya sakit, tapi masih semangat banget ngegas buat nunjukin kalau dia takut. Jenis cewek seperti ini adalah yang paling berbahaya. Pokoknya, Alvaro harus hati-hati!
Waktu awal naik pesawat saja, Bianca terang-terangan mengagumi interior pesawat. Namun tiba-tiba, malah mabuk perjalanan.
Apa ini taktik gadis itu, agar bisa berduaan dengan dirinya? Mengingat posisi pentingnya di perusahaan, Alvaro yakin kalau otak Bianca sedang merencanakan sesuatu.
Huh! Jangan harap Alvaro akan termakan bujukan cewek matre ini. Gak akan pernah!
Alvaro pun mengabaikan Bianca, dan malah memilih mengulir layar ipadnya, sengaja menyibukan diri agar bisa menghindari rentetan pertanyaan Bianca.
Alvaro lega sekali, ketika melihat cewek itu mulai menguap lebar, seperti tak tahan dengan rasa kantuk yang tiba-tiba mendera.
Alvaro pun mengulas senyum diam-diam, karena obat tidur yang diberikannya, pasti sudah mulai bereaksi.
Yep, dia memang tidak memberikan obat anti mabuk, melainkan obat tidur. Agar nih cewek nggak banyak cincong saat perjalanan.
Alvaro malas sekali meladeni ucapan sepanjang rel kereta api.
Padahal, Alvaro sendiri akhirnya juga jatuh tertidur, karena kecapekan dengan tugasnya sepanjang hari ini. Dia pun baru bangun ketika pramugari menepuk bahunya.
Ah, rupanya sudah sampai. Kenapa rasanya sebentar sekali, ya?
Alvaro pun melirik Bianca di kursi depannya, yang ternyata masih setia memejamkan matanya.
"Bi, bangun. Bi!"
Alih-alih membangunkan Bianca dengan cara manusiawi. Menepuk atau menggoyang tubuhnya. Alvaro malah dengan sengaja menendang kaki Bianca dengan keras.
Namun hebatnya, Nih cewek tetap gak bangun juga. Luar biasa!
"Bu, bangun, Bu!" seru pramugari, ikut membantu Alvaro, membangunkan Bianca yang memang susah sekali di bangunkan dari tadi.
Nihil! Gadis itu benar-benar tak terganggu dengan tindakan dan seruan pramugari.
Ini Bianca yang kebo atau obatnya terlalu mujarab, sih? Kenapa cewek satu ini sama sekali tidak bangun.
Bahkan ketika Alvaro menggoncangkan bahunya dengan keras. Dia hanya mengulet, sambil menguap dan mengusap ujung bibirnya yang berair.
"Buset, cewek kok nggak ada jaim-jaimnya. Tutup tu mulut kalau menguap. Udah kaya kuda nil aja tuh mulut. Lebar bener," Sarkas Alvaro.
"Pak Al berisik, ih! Bianca ngantuk, nih. Entaran aja kalo mau ngajak ronde kedua," protes Bianca tanpa sadar. Membuat Alvaro langsung melotot horor.
Apaan? Ronde kedua?
Wah! Nih cewek ngimpi apa, coba?
Pramugari yang ada di samping Alvaro refleks menutup mulut, ketika tawanya tak lagi bisa ditahan. Alvaro sampai harus mengeluarkan tatapan setajam silet, agar pramugari itu mau menghentikan tawa.
"Ehm, saya permisi dulu, Pak, Bu," pamit pramugari itu akhirnya, yang mukanya sudah memerah.
Alvaro yakin, kalau tawa itu akan benar-benar pecah ketika pramugari itu sampai di belakang.
Masa bodoh, berhadapan dengan cewek seperti Bianca memang membuat urat malu jadi putus.
Akhirnya Alvaro pun berhasil membangunkan Bianca, dan memaksa Bianca untuk berjalan menuju ke mobil dengan cara menyeretnya seperti menjinjing anak kucing.
Cowok itu lalu membanting pintu keras-keras, setelah cewek itu masuk. Berharap kesadaran Bianca langsung pulih 100% seketika.
Namun, Bianca sama sekali tidak terpengaruh. Cewek itu langsung tertidur kembali, ketika menyandarkan diri di jok mobil.
Dasar pelor!
"Nanti kalo udah sampai depan gang kontrakan saya, bangunin ya, Pak! Kecuali Bapak mau ajak saya ke hotel atau rumah Bapak. Saya gak usah dibangunin, di gendong aja biar lebih romantis."
Gila! Wanita ini memberi titah, bahkan saat masih sambil memejamkan mata. Membuat Alvaro yakin tidak yakin, wanita ini sadar dengan ucapannya atau tidak.
Alvaro memilih tidak berkomentar. Terserah si Bianca mau bilang apa. Alvaro mulai terbiasa dengan tingkah ajaib gadis ini.
Alvaro pun menjalankan mobilnya dalam diam. Tanpa melirik wanita yang kini mulai mengorok lagi.
Namun, ketika mereka mendekati tempat tinggal Bianca. Cewek itu tiba-tiba bangun, dan duduk dengan tegak. Membuat alis Alvaro terangkat ketika melihat gelagat gugup Bianca.
Aneh sekali!
"Saya turun di ujung jalan saja, Pak. Rumah saya masuk gang, mobil nggak bisa masuk," ucapnya dengan cepat.
"Kamu yakin? Sepertinya gang ini gelap. Apa mau saya temani jalan sampai depan rumah?" ujar Alvaro ketika menghentikan mobil di tempat yang ditunjuk Bianca.
Alvaro bukannya peduli sama keselamatannya Bianca. Dia hanya merasa curiga dengan sikap Bianca yang terlihat gugup. Padahal biasanya cewek itu terlihat sangat percaya diri menantang Alvaro.
"Makasih ya, Pak. Saya bisa sendiri kok. Jalan ini aman," tutur Bianca yang membuka pintu mobil.
Cewek itu juga buru-buru mengambil koper, bahkan ketika bagasi belum sepenuhnya terbuka. Lambaian tangan Bianca yang terlalu bersemangat membuat Alvaro semakin curiga.
Alvaro berkali-kali melihat ke spion, untuk memperhatikan Bianca yang masih melambai padanya.
Kenapa Alvaro merasa Bianca sedang tertekan, ya?
Terlihat seorang cowok yang berlari menghampiri Bianca, dan merebut koper yang ada di depan cewek itu dengan kasar.
Hampir saja Alvaro menghentikan mobil dan menghambur keluar. Namun gerak tubuh Bianca yang melingkarkan tangan ke lengan cowok itu membuat Alvaro mengurungkan niatnya.
Apa itu pacarnya Bianca? Atau mungkin suaminya? Bukannya sekarang sedang ngetren untuk menyembunyikan status pernikahan seperti yang dilakukan Bosnya.
"Masa bodoh! Nggak penting!"
*Happy reading*Gara-gara batal ikut Bos ke Gemawang, cuti Alvaro pun dibatalkan secara sepihak.Pak Kairo menyuruhnya untuk mengawasi kantor, sementara beliau melakukan bulan madu bersama istrinya.Semua ini gara-gara Bianca!Dasar memang wanita pembawa sial! Awas saja, kalau ketemu Alvaro kutuk tuh cewek jadi ....Nah, panjang umur! Baru saja hendak dikutuk, eh cewek itu sudah nongol dengan gaya lenjehnya seperti biasa.Sok ngartis!Benar-benar memuakkan!Alvaro hanya diam ketika melihat wajah terkejut Bianca ketika mendapati dirinya ada di dalam lift.
*Happy reading*"Eh, eh, Gimana rasanya dekat-dekat dengan pak Alvaro, Bi? Duh, lutut gue pasti lemas banget, kalau bisa dekat kek lo tadi, sama cowok secakep itu."Selepas Alvaro pergi, setelah aksi heroiknya pada Bianca. Gadis itu pun langsung diserbu teman-teman kampret yang tadi mengisenginya."B aja tuh," jawab Bianca dengan acuh. Sambil duduk santai di kursi yang kali ini sudah dipastikan tak akan ditarik siapapun.Soalnya Bianca sudah memberi tatapan garang, pada teman di samping kanan dan kirinya, agar mereka tak berani berulah lagi.Huft ... akhirnya, bisa duduk juga!Bianca mendesah lega, sambil mengusap kedua pahanya diam-diam.
*Happy reading*"Maaf, Pak. Saya cari taksi saja."Dengan sigap, Alvaro mencekal tangan Bianca, saat gadis itu hendak melewatinya. Cowok itu menarik Bianca menuju sedan hitam mengkilat, yang terparkir di dekat mereka."Eh, Pak. Saya bilang, saya naik taksi saja, Pak. Masih ada perlu soalnya," tolak Bianca yang dengan konyolnya berpegangan pada tiang halte.Apaan sih, gadis ini?"Ck, Lepasin itu, Bianca! Jangan bikin malu!" Alvaro memelototi orang yang bisik-bisik sambil menunjuk mereka."Tapi, ta--""Kamu tadi sudah setuju, jadi sekarang saya tidak terima penolakan!" ucap Alvaro dengan suara menggelegar.
*Happy reading*"Sial! Sial! Sial!"Alvaro menepikan mobil ketika sudah di tempat sepi. Semua agar dia bisa melampiaskan kekesalannya, pada stir mobil yang tidak bersalah. Andaikan stir itu adalah lengan manusia, sekarang pasti sudah terlihat bekas cengkeraman Alvaro di sana."Sial!"Sekali lagi, Alvaro memaki sendiri, mengeluarkan perasaan tak nyamannya terhadap pemandangan yang tak sengaja dilihat tadi.Sekalipun dia berulang kali menekankan dalam hati. Jika itu bukanlah urusannya. Tetap saja, bayangan Bianca ditampar pacarnya benar-benar mengganggunya sekali.Dia merasa ... apa, ya? Iba, mungkin. Tapi lebih ke ... entahlah, Alvaro tak bisa menggambarkan dengan detail apa yang d
*Happy reading*"Selamat pagi, Pak," sapa Bianca yang terus menunduk ketika memasuki lift.Cewek itu masuk dari lobi, sedangkan Alvaro sudah naik dari basement. Mereka berdua tidak saling berbicara karena keadaan lift yang hampir penuh. Bianca segera turun ketika sudah sampai di lantai tempatnya bekerja.Bahunya bergerak naik perlahan kemudian turun dengan perlahan. Sebisa mungkin dia harus menghindari Alvaro. Ada dua alasan utama yang coba ditanamkan lekat-lekat ke pikiran. Yang pertama karena pacarnya cemburu buta, yang kedua karena perlahan-lahan perhatiannya mulai teralihkan pada Alvaro.Bianca berharap kalau Alvaro tidak menyaksikan apa yang sudah dilakukan pacarnya. Beruntung ada supir taxi yang menengahi, hingga cowoknya tidak jadi menyingkap jas yang terika
Babang 9*Happy Reading*"Sayang, makasih ya, buat hadiahnya. Aku suka banget."Entah sudah berapa kali Bianca mengucapkan kalimat itu, sambil terus menatap benda melingkar yang berkilau di lengannya.Senyumnya tak bisa luntur, tiap kali mengingat perlakuan manis Marcel, yang sangat jarang dia dapatkan.Bukan jarang sebenarnya, tapi lebih ke ... mahal.Ya. Mahal sekali. Karena perlakuan Marcel harus selalu di tukar kesakitannya."Iya, Sayang. Aku juga minta maaf buat kejadian kemarin, ya?" balas Marcel sambil mengusap rambut Bianca dengan lembut."Iya, gak papa kok. Aku ngerti."Bianca hanya tersenyum tipis, saat diingatkan kejadian yang sering terjadi dalam hubungan mereka.Saking seringnya, Bianca kini malah jadi terbiasa.Terbiasa disakiti, dan terbiasa dengan sikap Marcel yang seperti musim pancaroba. Bisa berganti hanya dalam hitungan detik."Habis ini mau kemana lagi, Sayang? Aku turuti. Mumpung
Babang 10*Happy Reading* "Eh, bener juga apa yang lo kata, ya?" gumam si Tante Betawi itu mengaminkan. "Ya, udah. Gue--" "Saya nggak jadi beli, deh. Biar Tante ini saja yang beli. Saya mau cari jas lain yang lebih baik," ucap wanita muda memotong ucapan Tante Betawi, sambil meninggalkan toko begitu saja. "Lah? Keduluan gue." Wanita tua itu melongo seketika. Lain hal Tante Betawi yang melongo, Bianca malah tersenyum penuh kemenangan melihat kejadian tadi. Karena itu berarti, saingannya dalam memperebutkan jas ini berkurang sudah. "Nah, Tante--" Ddrrttt ... ddrrtt ... dddrrtt .... Baru saja Bianca mau angkat bicara, ponselnya sudah berdering nyaring, dengan nama Marcel di layar depannya. Ck, ganggu aja! "Ya, udah ya, Tan. Saya duluan." Tahu akan watak pacarnya, Bianca pun buru-buru mengangkat panggilan Marcel, agar pria pemarah itu tidak ngamuk lagi. "Oh, iya. Maaf, Tan. Saya bohong soal kualit
*Happy Reading*Menyadari kehadiran Marcel. Bianca pun segera menjauhkan diri dari Alvaro, dan bergegas masuk ke mobil pacarnya, tanpa repot-repot berpamitan pada pria yang sebenarnya masih termasuk atasannya itu.Persetan dengan status Alvaro. Saat ini, Bianca lebih ketakutan pada tatapan nyalang Marcel, yang terus menatapnya dan Alvaro.Aduh! Mampus ini, mah! Marcel bisa salah paham lagi, dan ....Akh!Baru juga Bianca mendaratkan pantat di kursi samping kemudi, tangan Marcel sudah dengan cepat menjambak rambut Bianca kasar."Dasar jalang! Siapa lagi ya lo godain sekarang?" desis Marcel dengan suara dalam, membuat kuduk Bianca langsung meremang karena ketakutan."Yang, ka-kamu salah paham, Yang. I-itu tadi ... Bos aku. Dia--""Owh ... Bos elo. Pintar ya sekarang cari mangsanya?"Bianca sontak menelan salivanya kelat, saat melihat senyum miring Marcel."Bu-bukan begitu, Yang. Ak-aku dan dia gak ada hubungan