Share

Babang 3

*Happy reading*

Bianca mencibir ketika melihat Alvaro duduk di seberangnya. Padahal seharusnya cowok itu duduk di sebelahnya. Coz yang namanya perhatian totalitas itu, harusnya nggak ditunjukin sepotong-sepotong seperti ini. 

Romantis dikit kek, kaya perlakuan si Bos sama Aika. Kan, Bianca juga pengen di perhatiin kek Aika gitu. Maklum Bianca lagi dalam mode iri, soalnya udah lama gak di bikin baper ma cowo. 

Adanya, malah di bikin nyesek mulu. Lah, ngapa jadi curhat si Bianca?

"Pak, nggak duduk di sini?" tunjuk Bianca ke kursi sebelah setelah tidak bisa menahan diri lagi.

Ceritanya, Bianca ngarep, cuy!

"Kenapa juga saya harus duduk di situ? Biar kamu bisa modus pegangan sama saya terus manja-manjaan gitu?" jawab Alvaro dengan sinis.

Duh, tuh mulut pedes amat, ya? Cipok juga dah nih, lama-lama.

"Ck, Bapak ini curigaan banget, sih? Saya beneran takut naik pesawat ini. Bukan pura-pura seperti sangkaan Bapak!" balas Bianca dengan semangat.

Namun, alis Alvaro malah terangkat. Seakan meragukan pernyataan Bianca tersebut.

Memang itulah kenyataannya, Mana mungkin Alvaro bisa percaya perkataan cewek ini. Yang bilangnya sakit, tapi masih semangat banget ngegas buat nunjukin kalau dia takut. Jenis cewek seperti ini adalah yang paling berbahaya. Pokoknya, Alvaro harus hati-hati!

Waktu awal naik pesawat saja, Bianca terang-terangan mengagumi interior pesawat. Namun tiba-tiba, malah mabuk perjalanan.

Apa ini taktik gadis itu, agar bisa berduaan dengan dirinya? Mengingat posisi pentingnya di perusahaan, Alvaro yakin kalau otak Bianca sedang merencanakan sesuatu.

Huh! Jangan harap Alvaro akan termakan bujukan cewek matre ini. Gak akan pernah!

Alvaro pun mengabaikan Bianca, dan malah memilih mengulir layar ipadnya, sengaja menyibukan diri agar bisa menghindari rentetan pertanyaan Bianca.

Alvaro lega sekali, ketika melihat cewek itu mulai menguap lebar, seperti tak tahan dengan rasa kantuk yang tiba-tiba mendera.

Alvaro pun mengulas senyum diam-diam, karena obat tidur yang diberikannya, pasti sudah mulai bereaksi. 

Yep, dia memang tidak memberikan obat anti mabuk, melainkan obat tidur. Agar nih cewek nggak banyak cincong saat perjalanan.

Alvaro malas sekali meladeni ucapan sepanjang rel kereta api. 

Padahal, Alvaro sendiri akhirnya juga jatuh tertidur, karena kecapekan dengan tugasnya sepanjang hari ini. Dia pun baru bangun ketika pramugari menepuk bahunya.

Ah, rupanya sudah sampai. Kenapa rasanya sebentar sekali, ya?

Alvaro pun melirik Bianca di kursi depannya, yang ternyata masih setia memejamkan matanya.

"Bi, bangun. Bi!" 

Alih-alih membangunkan Bianca dengan cara manusiawi. Menepuk atau menggoyang tubuhnya. Alvaro malah dengan sengaja menendang kaki Bianca dengan keras.

Namun hebatnya, Nih cewek tetap gak bangun juga. Luar biasa!

"Bu, bangun, Bu!" seru pramugari, ikut membantu Alvaro, membangunkan Bianca yang memang susah sekali di bangunkan dari tadi.

Nihil! Gadis itu benar-benar tak terganggu dengan tindakan dan seruan pramugari.

Ini Bianca yang kebo atau obatnya terlalu mujarab, sih? Kenapa cewek satu ini sama sekali tidak bangun.

Bahkan ketika Alvaro menggoncangkan bahunya dengan keras. Dia hanya mengulet, sambil menguap dan mengusap ujung bibirnya yang berair.

"Buset, cewek kok nggak ada jaim-jaimnya. Tutup tu mulut kalau menguap. Udah kaya kuda nil aja tuh mulut. Lebar bener," Sarkas Alvaro.

"Pak Al berisik, ih! Bianca ngantuk, nih. Entaran aja kalo mau ngajak ronde kedua," protes Bianca tanpa sadar. Membuat Alvaro langsung melotot horor.

Apaan? Ronde kedua?

Wah! Nih cewek ngimpi apa, coba?

Pramugari yang ada di samping Alvaro refleks menutup mulut, ketika tawanya tak lagi bisa ditahan. Alvaro sampai harus mengeluarkan tatapan setajam silet, agar pramugari itu mau menghentikan tawa.

"Ehm, saya permisi dulu, Pak, Bu," pamit pramugari itu akhirnya, yang mukanya sudah memerah.

Alvaro yakin, kalau tawa itu akan benar-benar pecah ketika pramugari itu sampai di belakang. 

Masa bodoh, berhadapan dengan cewek seperti Bianca memang membuat urat malu jadi putus.

Akhirnya Alvaro pun berhasil membangunkan Bianca, dan memaksa Bianca untuk berjalan menuju ke mobil dengan cara menyeretnya seperti menjinjing anak kucing. 

Cowok itu lalu membanting pintu keras-keras, setelah cewek itu masuk. Berharap kesadaran Bianca langsung pulih 100% seketika.

Namun, Bianca sama sekali tidak terpengaruh. Cewek itu langsung tertidur kembali, ketika menyandarkan diri di jok mobil. 

Dasar pelor!

"Nanti kalo udah sampai depan gang kontrakan saya, bangunin ya, Pak! Kecuali Bapak mau ajak saya ke hotel atau rumah Bapak. Saya gak usah dibangunin, di gendong aja biar lebih romantis."

Gila! Wanita ini memberi titah, bahkan saat masih sambil memejamkan mata. Membuat Alvaro yakin tidak yakin, wanita ini sadar dengan ucapannya atau tidak.

Alvaro memilih tidak berkomentar. Terserah si Bianca mau bilang apa. Alvaro mulai terbiasa dengan tingkah ajaib gadis ini.

Alvaro pun menjalankan mobilnya dalam diam. Tanpa melirik wanita yang kini mulai mengorok lagi.

Namun, ketika mereka mendekati tempat tinggal Bianca. Cewek itu tiba-tiba bangun, dan duduk dengan tegak. Membuat alis Alvaro terangkat ketika melihat gelagat gugup Bianca.

Aneh sekali!

"Saya turun di ujung jalan saja, Pak. Rumah saya masuk gang, mobil nggak bisa masuk," ucapnya dengan cepat.

"Kamu yakin? Sepertinya gang ini gelap. Apa mau saya temani jalan sampai depan rumah?" ujar Alvaro ketika menghentikan mobil di tempat yang ditunjuk Bianca.

Alvaro bukannya peduli sama keselamatannya Bianca. Dia hanya merasa curiga dengan sikap Bianca yang terlihat gugup. Padahal biasanya cewek itu terlihat sangat percaya diri menantang Alvaro.

"Makasih ya, Pak. Saya bisa sendiri kok. Jalan ini aman," tutur Bianca yang membuka pintu mobil.

Cewek itu juga buru-buru mengambil koper, bahkan ketika bagasi belum sepenuhnya terbuka. Lambaian tangan Bianca yang terlalu bersemangat membuat Alvaro semakin curiga.

Alvaro berkali-kali melihat ke spion, untuk memperhatikan Bianca yang masih melambai padanya. 

Kenapa Alvaro merasa Bianca sedang tertekan, ya?

Terlihat seorang cowok yang berlari menghampiri Bianca, dan merebut koper yang ada di depan cewek itu dengan kasar. 

Hampir saja Alvaro menghentikan mobil dan menghambur keluar. Namun gerak tubuh Bianca yang melingkarkan tangan ke lengan cowok itu membuat Alvaro mengurungkan niatnya.

Apa itu pacarnya Bianca? Atau mungkin suaminya? Bukannya sekarang sedang ngetren untuk menyembunyikan status pernikahan seperti yang dilakukan Bosnya.

"Masa bodoh! Nggak penting!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status