Share

Pria Arogan

Anyelir sudah duduk di ruang tamu. Semua orang yang ada di rumah ini menatapnya dengan tatapan mencemooh, seperti melihat sampah yang seharusnya dengan cepat mereka singkirkan.

Anyelir duduk dengan resah menanti sang calon suami datang. Jika boleh menawar ia ingin segera pergi dari rumah ini, tak peduli suaminya impoten atau cacat apapun itu, ia akan dengan senang hati untuk ikut dengannya.

"Jangan sentuh itu!" Vina, sang adik tiri yang berusia setahun lebih muda darinya dengan ketus menghardik Anyelir saat tangannya menyentuh guci besar yang berada di samping sofa.

Reflek Anyelir menarik tangannya lagi. Dengan tatapan nanar ia menatap wajah Vina yang terlihat sangat tidak bersahabat dengannya.

Anyelir mengetatkan rahangnya, menatap balik Vina dengan tajam. Harusnya dialah yang menerima perjodohan ini, bukan dirinya. Dasar gadis tidak tahu diri. Anyelir menggerutu dalam hati, karena ia tidak ingin merusak rencana yang sudah ia susun dalam otaknya.

Deru mobil berhenti di halaman depan. Terlihat sebuah mobil mewah warna hitam terparkir. Jantung Anyelir sudah berdebar tak karuan. Kiranya inilah mobil dari calon suaminya.

Tuan Hadi Wijaya segera keluar dan menyambut kedatangan calon keluarga besannya dengan penuh suka cita. Wajah lelaki itu tampak bahagia, begitupun dengan Nyonya Erika, ibu tirinya yang juga ikut menyambut keluarga Sudibyo dengan senyum yang merekah.

Cih, harusnya yang menyambut mereka adalah ibunya, tapi Nyonya Hera hanya bisa mengintip mereka di balik tembok karena tidak dibolehkan ikut hadir menyaksikan acara lamaran ini.

"Silakan masuk, Bapak dan Ibu, maafkan kami jika penyambutannya hanya berupa penyambutan sederhana." Tuan Hadi Wijaya terlihat begitu takjim pada Tuan Darma Sudibyo dan Nyonya Liliana istrinya.

Tentu saja karena kelas mereka bisa di bilang jauh. Ibarat kelas kakap dan kelas teri. Kekayaan keluarga Sudibyo jauh di atas kekayaan keluarga Hadi Wijaya. Maka dari itu, lelaki ini sangat antusias menjodohkan anaknya dengan anak dari keluarga Sudibyo karena bisa meningkatkan kasta mereka.

Mata Anyelir mencari sosok calon suami yang tak kunjung terlihat. Apa mungkin ia tidak ikut dalam acara lamaran ini? Gadis berparas imut itu menghela nafasnya pelan. Pernikahan ini benar-benar terasa misterius baginya. Mempertaruhkan hidup dan masa depannya kelak.

Tap tap tap.

Langkah kaki terdengar. Semua mata tertuju pada sosok yang baru saja keluar dari dalam mobil yang kini berjalan menuju teras.

Sesosok pemuda berperawakan tinggi, memakai stelan jas warna abu berjalan dengan begitu tegap. Wajahnya begitu tampan dengan hidung mancung dan jambang tipis di pelipisnya. Sorot mata tajam dan gelap dengan rahang yang kuat.

Struktur wajah yang seperti itu dengan tubuh atletis dan proporsional siapa yang akan menyangka jika pria ini adalah pria impoten.

"Selamat siang semuanya!" sapa lelaki itu seraya membuka kacamata hitam yang menutupi kedua matanya.

Anyelir terpana ketika melihat wajah sang pemuda yang kini duduk di hadapannya. Bukankah lelaki itu adalah lelaki yang tadi siang bertemu dengannya di mall?

"Nak Abimanyu makin tampan saja," puji Hadi Wijaya seraya tersenyum manis.

Sungguh Anyelir tidak menyangka sama sekali jika ia harus menikah dengan lelaki itu. Pria arogan dan dingin yang sangat sombong yang ternyata namanya adalah Abimanyu.

Abimanyu menatap Anyelir dengan sedikit kaget. Terpancar dari netranya yang membulat. Tapi lelaki itu dengan cepat bisa menguasai rasa terkejutnya dan bersikap dengan lebih santai.

*

Satu minggu kemudian, pernikahan tertutup pun digelar. Benar-benar tertutup karena hanya dilakukan di rumah dan hanya dihadiri oleh kerabat dekat saja.

Seusai pernikahan Anyelir langsung diboyong Abimanyu ke rumah pribadinya. Nyonya Hera sempat menangis dan berpelukan dengan anaknya.

"Jaga diri baik-baik ya, Nak. Jangan lupa hubungi ibu kalau ada apa-apa." Nyonya Hera menangkup wajah putrinya yang terlihat sangat cantik dalam balutan kebaya warna putih dan riasan pengantin yang anggun.

"Iya, Bu. Do'akan Anye biar bisa menjadi istri yang baik."

"Pasti, sayang." Nyonya Hera mengangguk pelan dan mengusap air mata yang meleleh di wajah putrinya.

Abimanyu membawa Anyelir ke sebuah rumah besar yang merupakan kediaman pribadinya. Beberapa pelayan menyambut majikannya datang. Seorang pelayan perempuan setengah baya dengan wajah teduh membawa Anyelir ke sebuah kamar.

"Ini adalah kamar Tuan Abimanyu. Mulai saat ini Nyonya Anyelir bisa tidur di sini," terang pelayan itu dengan lemah lembut.

Anyelir mengamati setiap sudut ruangan itu dengan tak terkecuali. Kamar yang besar dengan ornamen yang sedikit maskulin khas kamar pria. Tapi ia masih ragu untuk tidur di kamar ini.

"Tuan Abimanyu akan segera pergi lagi setelah ini, jadi istirahatlah dengan tenang di kamar ini, Nyonya." Pelayan itu sedikit membungkukkan badannya dan pamit dari hadapan Anyelir.

"Tu—tunggu dulu!" Anyelir berpaling.

"Panggil saya Mbok Siwi, Nyonya," potong Mbok Siwi.

"Mbok Siwi boleh saya minta tolong untuk diambilkan segelas air putih?" Anyelir merasakan tenggorokannya kering. Dan sebenarnya ia juga sangat lapar.

"Baik, Nyonya. Saya akan membawakan Nyonya makanan juga untuk makan siang," tukas Mbok Siwi seolah mengerti dengan apa yang dirasakan oleh Anyelir.

Anyelir menghempaskan tubuhnya yang masih berbalut kebaya putih itu ke atas tempat tidur. Matanya menatap lurus langit-langit bercat putih yang membuat hatinya nelangsa.

Abimanyu. Akankah lelaki itu bersikap baik padanya? Apakah benar Abimanyu seorang impoten? Padahal melihat penampilan Abimanyu yang maskulin rasanya setiap orangpun tidak akan percaya kalau dia lelaki impoten.

Ditambah lelaki itu juga mempunyai seorang kekasih. Apakah kekasihnya tahu kalau Abimanyu impoten? Semua pertanyaan itu membuat Anyelir pusing.

Derit pintu yang terbuka terdengar di telinga Anyelir. "Taruh saja makanannya di atas meja Mbok," titah Anyelir tanpa menoleh ke arah pintu.

Tap tap tap.

Langkah sepatu terdengar membuat Anyelir langsung terlonjak dari tidurnya.

Ia kira orang yang masuk ke dalam kamar adalah Mbok Siwi, tapi ternyata dia adalah Abimanyu.

Sosok tampan itu begitu dingin, wajahnya datar tanpa ekspresi. Anyelir menelan salivanya berkali-kali saat pemuda itu menghampirinya dan duduk di sampingnya.

"Jadi namamu Anyelir?" Abimanyu bertanya karena baru mengetahui nama gadis yang kini resmi menjadi istrinya itu hanya pada saat ijab kabul tadi.

"I—iya," jawab Anyelir tergagap.

"Apa motivasimu menikah denganku? Kau tahu kan, aku ini pria cacat. Bagaimana kalau seumur hidup aku tidak bisa memberi nafkah batin untukmu?" Masih dengan wajah dingin Abimanyu menanyakan hal sensitif itu.

Anyelir menelan salivanya kembali. Kedua tangannya sudah terasa dingin dan berkeringat. Ia memberanikan diri menatap Abimanyu dengan tatapan sedikit takut.

"Ti—tidak masalah bagiku," jawab Anyelir pelan.

Abimanyu memalingkan wajannya. Senyum miring tersungging di bibirnya. Entah apa yang dipikirkan pria itu sekarang.

"Kau munafik, Anyelir. Aku tahu motifmu menikah denganku hanyalah karena masalah harta. Jika karena itu, maka kau salah besar dalam memilih mangsa. Jika bukan karena amanat kakekku, maka aku tidak akan sudi menikahimu," ketus Abimanyu membuat hati Anyelir mencelos sakit.

"Apa maksudmu?"

"Ya, kau menikahiku demi harta kan, bahkan kau sampai rela menikah dengan pria impoten sepertiku. Tidak kusangka wajah polos ini ternyata begitu pintar menyimpan sifat tamaknya. Asal kau tahu Anyelir, aku tidak akan pernah memberimu fasilitas mewah atau harta berlimpah seperti yang kau harapkan." Abimanyu menatap sinis ke arah Anyelir yang masih terpaku.

"Tamak kau bilang? Tahu apa kau hingga menuduhku seperti itu?" Anyelir mulai emosi.

"Aku sudah tahu trik perempuan macam dirimu. Jadi bilang saja apa yang kau inginkan dariku dan setelah itu kau bisa pergi dari hidupku." Abimanyu berbicara tanpa menghiraukan perasaan Anyelir.

Anyelir merasa sangat kesal dengan sikap arogan yang ditunjukkan Abimanyu. Pria cacat itu masih saja bertindak dengan begitu percaya diri seperti ini. Apalagi kalau dia sehat. Tak terbayangkan akan menjadi sesombong apa dirinya nanti.

"Beri aku waktu tiga bulan, maka kau boleh menceraikanku kembali." Anyelir berkata spontan terdorong oleh rasa sakit hati akibat penghinaan Abimanyu padanya.

Tiga bulan? Apakah ia akan berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan?

*tbc

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kejora
Tuh kan, pria impoten itu adalah Abimanyu. jadi gemas sendiri ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status