"Hah...!?" Abimanyu terperangah mendengar pertanyaan dari Anyelir. Ia tak menyangka jika Anyelir begitu antusias menerima tawaran pekerjaan darinya. "Secepatnya kau bisa bekerja di perusahaanku," jawab Abimanyu sembari menelan salivanya. Dia belum mengkoordinasikan hal ini dengan staff kantornya. Jadi belum tahu di mana kira-kira Anyelir akan ditempatkan. "Baiklah, kalau begitu mulai besok aku siap bekerja." Anyelir tersenyum penuh semangat. "Uhuk... uhuk!" Abimanyu langsung tersedak. Gadis bodoh ini, dia pikir menyiapkan perkerjaan yang belum ada itu mudah? "Kau kenapa?" Anyelir menepuk punggung Abimanyu dengan cemas. "Tidak apa-apa aku baik-baik saja." Abimanyu mengangkat sebelah tangannya. Ia melonggarkan dasi yang dipakainya untuk sedikit melegakan napasnya. Abimanyu langsung mengantarkan Anyelir pulang ke rumahnya. Mbok Siwi langsung menyambut kedatangan wanita itu dengan gembira. "Selamat datang kembali, Nyonya Anyelir." Mbok Siwi hanya tidak tahu kalau Anyelir masuk ru
Abimanyu duduk terdiam di kursi kerjanya. Hari ini dia sulit sekali berkonsentrasi. Beberapa kali dia terbengong tiba-tiba saat sedang melakukan meeting bersama dengan para staff-nya. Bayangan tubuh Anyelir terus menari-nari di pikirannya. Ia tidak menyangka kalau wanita itu mempunyai tubuh yang begitu seksi. "Sial! Kenapa aku terus terbayang-bayang tubuh ha//Anyelir padahal hanya terlihat bagian belakangnya saja." Abimanyu menyugar rambutnya dengan kasar. Dia mengusap wajahnya sendiri yang tiba-tiba saja terasa hangat.Entah kenapa dia merasa begitu terpesona untuk pertama kalinya saat melihat tubuh seorang wanita. Tok tok.Suara ketukan pintu terdengar dari luar."Masuk!"Lidya menjulurkan kepalanya sebelum ia masuk ke dalam ruangan Abimanyu."Sayang hari ini kau ada meeting dengan klien, setengah jam lagi kau harus menemuinya di restoran yang sudah dijanjikan sebelumnya." Lidya memberitahu schedule dari Abimanyu. "Panggil aku 'Pak' ini kantor, jadi kau harus bisa membedakan pan
Anyelir dan Nona receptionis itu menengok ke arah datangnya sumber suara. Kedua security itu pun sontak langsung melepaskan pegangannya dari tangan Anyelir.Suara langkah sepatu mendekat ke arah mereka, Anyelir bisa melihat dengan jelas sosok Abimanyu yang kini melangkah menghampirinya.Pria itu sepertinya baru datang dan baru keluar dari dalam mobilnya. Nona resepsionis terlihat begitu ketakutan saat melihat wajah dingin Abimanyu yang menatap tegas ke arahnya. 'Siapa yang mengizinkanmu untuk mengusir Anyelir dari kantor ini?" tanya Abimanyu dengan intonasi suara yang sedikit lebih tinggi dari biasanya.'Ma—Maafkan saya, Tuan. Saya pikir nona ini hanya sekedar mengada-ngada karena yang saya tahu di kantor ini sedang tidak membuka lowongan kerja." Nona resepsionis itu menjawab dengan gugup. wajahnya benar-benar terlihat ketakutan karena melihat Abimanyu yang sepertinya begitu marah. "Lain kali jangan melakukan hal ini sebelum konfirmasi kepadaku, kalau tidak kau bisa saja yang aku p
"Ini adalah ruangan file. Semua file di sini tidak ada yang boleh bocor ke luar. Jika ada dokumen yang sudah tidak dipakai maka kau harus segera menghancurkannya." Lidya mulai memperkenalkan detail pekerjaan Anyelir. Gadis itu hanya mengangguk dan mendengarkan semua perkataan Lidya dengan seksama bahkan sesekali gadis itu akan mencatatnya di buku catatan karena takut kalau ia akan lupa. Lidya juga memberitahukan ruangan lain dan tugas-tugas Anyelir sebagai sekretaris kedua di perusahaan ini. "Pokoknya tugas kamu setiap pagi adalah membuatkan kopi untuk Pak Abimanyu. Ingat selama j kerja, kau harus memanggil dengan sopan." Lidya berkata dengan wajah datar. "Baik, akan saya lakukan." Anyelir berkata dengan lebih sopan pada Lidya, karena sekarang mereka adalah rekan kerja dan di sini Lidya adalah seniornya. Telpon di meja kerja Lidya berbunyi. Dengan cepat gadis itu mengangkatnya karena ia tahu kalau telepon itu dari Abimanyu. "Tolong bawakan aku segelas kopi lagi, yang seperti tad
"Bagaimana? Apa kau yakin akan melakukan ini?" Tangan itu menelusuri pipi mulus sang gadis yang tengah gemetar ketakutan. Baru pertama kali dalam hidupnya Anyelir disentuh oleh seorang pria. Suasana di kamar itu cukup gelap hingga ia tak bisa melihat dengan jelas siapa lelaki yang kini tengah berada di atas tubuhnya. Sinar temaram ini hanya berasal dari lampu balkon hotel yang menerobos masuk melalui celah gorden. Hanya siluet tubuh pria tegap ini yang bisa ia lihat. Yang jelas Anyelir sangat ketakutan dengan pengalaman pertamanya ini. Suasana terasa begitu mencekam bagi Anyelir. Deru nafas lelaki itu memburu dan terasa hangat menerpa wajahnya yang pucat pasi. "Kalau kau ragu, kau bisa membatalkannya sekarang sebelum terlambat." Suara husky yang membuat tubuh Anyelir makin meremang. Suara yang sudah dikuasai hasrat yang sepertinya sudah sampai di ubun-ubun. Pria itu sepertinya tengah menatap wajah Anyelir seakan meminta sebuah jawaban darinya. Anyelir mencoba menelisik wajah it
"Keluar kau dari rumahku sekarang juga!" Terdengar suara Hera mengusir seseorang dari rumahnya. "Kenapa tidak putrimu saja yang kau jodohkan dengan lelaki itu?" Nyonya Hera, ibu dari Anyelir membantah keinginan Tuan Hadi Wijaya, mantan suaminya yang kini datang kembali ke rumahnya setelah belasan tahun menghilang tanpa kabar. "Mana mungkin aku menyerahkan putriku untuk menikah dengan lelaki cacat seperti dia?" Tuan Hadi Wijaya menutup mulutnya yang keceplosan berbicara. "Jadi kau ingin menjadikan anakku tumbal demi kepentinganmu, hah?" Nyonya Hera menatap Tuan Hadi dengan tidak percaya. Ia menyesal telah menikah dengan lelaki seperti Hadi. Lelaki yang telah berselingkuh dengan temannya sendiri dan meninggalkan dia beserta Anyelir yang kala itu masih kecil. "Tidak ada jalan lain, perjodohan ini harus dilakukan karena orang tuaku dan keluarga Sudibyo telah mengatur hal ini dari semenjak Anyelir kecil." Tuan Hadi mengatakan hal itu tanpa rasa bersalah sedikitpun. "Tidak tahu malu. K
Anyelir sudah duduk di ruang tamu. Semua orang yang ada di rumah ini menatapnya dengan tatapan mencemooh, seperti melihat sampah yang seharusnya dengan cepat mereka singkirkan. Anyelir duduk dengan resah menanti sang calon suami datang. Jika boleh menawar ia ingin segera pergi dari rumah ini, tak peduli suaminya impoten atau cacat apapun itu, ia akan dengan senang hati untuk ikut dengannya. "Jangan sentuh itu!" Vina, sang adik tiri yang berusia setahun lebih muda darinya dengan ketus menghardik Anyelir saat tangannya menyentuh guci besar yang berada di samping sofa. Reflek Anyelir menarik tangannya lagi. Dengan tatapan nanar ia menatap wajah Vina yang terlihat sangat tidak bersahabat dengannya. Anyelir mengetatkan rahangnya, menatap balik Vina dengan tajam. Harusnya dialah yang menerima perjodohan ini, bukan dirinya. Dasar gadis tidak tahu diri. Anyelir menggerutu dalam hati, karena ia tidak ingin merusak rencana yang sudah ia susun dalam otaknya. Deru mobil berhenti di halaman de
"Tiga bulan? Oke, aku setuju, tetapi dalam jangka waktu tiga bulan ini jangan harap kau bisa membuatku jatuh cinta," ucap Abimanyu dengan penuh rasa percaya diri. Anyelir menghembuskan napas kasar dan menyeringai tipis, "Siapa juga yang akan jatuh cinta pada pria impoten sepertimu."Anyelir meledek Abimanyu. Abimanyu mendengkus kesal dan menghampiri Anyelir. Tangannya mencengkram pipi gadis itu dengan kasar. " Jangan kurang ajar padaku karena aku tidak akan segan menyakitimu." Suara dingin dan kejam itu membuat nyali Anyelir menciut. Anyelir langsung mengatupkan bibirnya dan setelah itu Abimanyu pun melepaskan dirinya namun lelaki itu masih terlihat sangat kesal. Abimanyu melangkah pergi meninggalkan Anyelir yang masih membeku diselimuti rasa takut. Apakah dia bisa bertahan hidup dengan pria sekejam itu? *Anyelir memejamkan matanya untuk beristirahat. Kasur empuk dan sejuknya udara dari mesin pendingin ruangan membuat kedua matanya terasa lengket. Abimanyu sudah menyetujui permi