"Ini adalah ruangan file. Semua file di sini tidak ada yang boleh bocor ke luar. Jika ada dokumen yang sudah tidak dipakai maka kau harus segera menghancurkannya." Lidya mulai memperkenalkan detail pekerjaan Anyelir. Gadis itu hanya mengangguk dan mendengarkan semua perkataan Lidya dengan seksama bahkan sesekali gadis itu akan mencatatnya di buku catatan karena takut kalau ia akan lupa. Lidya juga memberitahukan ruangan lain dan tugas-tugas Anyelir sebagai sekretaris kedua di perusahaan ini. "Pokoknya tugas kamu setiap pagi adalah membuatkan kopi untuk Pak Abimanyu. Ingat selama j kerja, kau harus memanggil dengan sopan." Lidya berkata dengan wajah datar. "Baik, akan saya lakukan." Anyelir berkata dengan lebih sopan pada Lidya, karena sekarang mereka adalah rekan kerja dan di sini Lidya adalah seniornya. Telpon di meja kerja Lidya berbunyi. Dengan cepat gadis itu mengangkatnya karena ia tahu kalau telepon itu dari Abimanyu. "Tolong bawakan aku segelas kopi lagi, yang seperti tad
"Bagaimana? Apa kau yakin akan melakukan ini?" Tangan itu menelusuri pipi mulus sang gadis yang tengah gemetar ketakutan. Baru pertama kali dalam hidupnya Anyelir disentuh oleh seorang pria. Suasana di kamar itu cukup gelap hingga ia tak bisa melihat dengan jelas siapa lelaki yang kini tengah berada di atas tubuhnya. Sinar temaram ini hanya berasal dari lampu balkon hotel yang menerobos masuk melalui celah gorden. Hanya siluet tubuh pria tegap ini yang bisa ia lihat. Yang jelas Anyelir sangat ketakutan dengan pengalaman pertamanya ini. Suasana terasa begitu mencekam bagi Anyelir. Deru nafas lelaki itu memburu dan terasa hangat menerpa wajahnya yang pucat pasi. "Kalau kau ragu, kau bisa membatalkannya sekarang sebelum terlambat." Suara husky yang membuat tubuh Anyelir makin meremang. Suara yang sudah dikuasai hasrat yang sepertinya sudah sampai di ubun-ubun. Pria itu sepertinya tengah menatap wajah Anyelir seakan meminta sebuah jawaban darinya. Anyelir mencoba menelisik wajah it
"Keluar kau dari rumahku sekarang juga!" Terdengar suara Hera mengusir seseorang dari rumahnya. "Kenapa tidak putrimu saja yang kau jodohkan dengan lelaki itu?" Nyonya Hera, ibu dari Anyelir membantah keinginan Tuan Hadi Wijaya, mantan suaminya yang kini datang kembali ke rumahnya setelah belasan tahun menghilang tanpa kabar. "Mana mungkin aku menyerahkan putriku untuk menikah dengan lelaki cacat seperti dia?" Tuan Hadi Wijaya menutup mulutnya yang keceplosan berbicara. "Jadi kau ingin menjadikan anakku tumbal demi kepentinganmu, hah?" Nyonya Hera menatap Tuan Hadi dengan tidak percaya. Ia menyesal telah menikah dengan lelaki seperti Hadi. Lelaki yang telah berselingkuh dengan temannya sendiri dan meninggalkan dia beserta Anyelir yang kala itu masih kecil. "Tidak ada jalan lain, perjodohan ini harus dilakukan karena orang tuaku dan keluarga Sudibyo telah mengatur hal ini dari semenjak Anyelir kecil." Tuan Hadi mengatakan hal itu tanpa rasa bersalah sedikitpun. "Tidak tahu malu. K
Anyelir sudah duduk di ruang tamu. Semua orang yang ada di rumah ini menatapnya dengan tatapan mencemooh, seperti melihat sampah yang seharusnya dengan cepat mereka singkirkan. Anyelir duduk dengan resah menanti sang calon suami datang. Jika boleh menawar ia ingin segera pergi dari rumah ini, tak peduli suaminya impoten atau cacat apapun itu, ia akan dengan senang hati untuk ikut dengannya. "Jangan sentuh itu!" Vina, sang adik tiri yang berusia setahun lebih muda darinya dengan ketus menghardik Anyelir saat tangannya menyentuh guci besar yang berada di samping sofa. Reflek Anyelir menarik tangannya lagi. Dengan tatapan nanar ia menatap wajah Vina yang terlihat sangat tidak bersahabat dengannya. Anyelir mengetatkan rahangnya, menatap balik Vina dengan tajam. Harusnya dialah yang menerima perjodohan ini, bukan dirinya. Dasar gadis tidak tahu diri. Anyelir menggerutu dalam hati, karena ia tidak ingin merusak rencana yang sudah ia susun dalam otaknya. Deru mobil berhenti di halaman de
"Tiga bulan? Oke, aku setuju, tetapi dalam jangka waktu tiga bulan ini jangan harap kau bisa membuatku jatuh cinta," ucap Abimanyu dengan penuh rasa percaya diri. Anyelir menghembuskan napas kasar dan menyeringai tipis, "Siapa juga yang akan jatuh cinta pada pria impoten sepertimu."Anyelir meledek Abimanyu. Abimanyu mendengkus kesal dan menghampiri Anyelir. Tangannya mencengkram pipi gadis itu dengan kasar. " Jangan kurang ajar padaku karena aku tidak akan segan menyakitimu." Suara dingin dan kejam itu membuat nyali Anyelir menciut. Anyelir langsung mengatupkan bibirnya dan setelah itu Abimanyu pun melepaskan dirinya namun lelaki itu masih terlihat sangat kesal. Abimanyu melangkah pergi meninggalkan Anyelir yang masih membeku diselimuti rasa takut. Apakah dia bisa bertahan hidup dengan pria sekejam itu? *Anyelir memejamkan matanya untuk beristirahat. Kasur empuk dan sejuknya udara dari mesin pendingin ruangan membuat kedua matanya terasa lengket. Abimanyu sudah menyetujui permi
Anyelir sudah pernah melihat wanita itu di mall, jadi ia sudah tidak terkejut mendengar pengakuan wanita itu. Anyelir tertegun melihat wajah cantik wanita itu, meskipun umurnya terlihat lebih tua darinya tetapi dia mengakui kalau Lidya memang terlihat sangat cantik. "Nona Lidya, aku harap kau sedikit lebih sopan pada Nyonya Anyelir. Bagaimanapun juga dia adalah istri dari Tuan Abimanyu sekarang." Mbok Siwi sepertinya tidak menyukai sikap pongah Lidya terhadap Anyelir. Lidya memutar bola matanya. Ia melirik sekilas pada pembantu yang dari awal memang tidak pernah menyukai dirinya. Terdengar langkah kaki Abimanyu menuruni anak tangga. Lidya langsung memasang wajah manjanya dan tersenyum manis kepada laki-laki itu. "Sayang, jadi wanita ini istrimu?" tanya Lidya dengan nada merajuk bergelayut manja pada tubuh kekar Abimanyu. Kedua matanya menatap sinis pada Anyelir yang masih belum beranjak dari tempatnya berdiri. "Iya, tapi kau jangan khawatir, hubungan kami hanya sebatas status di
"Abi, aku ingin menghabiskan malam ini bersamamu," bisik Lidya pelan dengan memainkan jemarinya di dada bidang Abimanyu. Lidya berjinjit dan ingin menyentuh bibir pria itu dengan bibirnya. Tapi tak ada reaksi apapun dari Abimanyu. Lagi-lagi pria itu begitu dingin. Seakan tak menyimpan perasaan apapun terhadapnya dan hal ini selalu membuat Lidya kesal. "Kau tidurlah lebih dulu, badanku cape, aku mau berendam air hangat dulu sebentar." Abimanyu melonggarkan pelukan Lidya dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Lidya mendesis kesal karenanya. Ia tidak tahu harus dengan cara apa lagi merayu pria itu agar mau tidur dengannya. Ia memang menggunakan cara kotor untuk menipu Abimanyu agar mau menganggap kehadirannya. Ia pikir setelah berhasil membuat Abimanyu terikat padanya, ia dengan mudah bisa menaklukan pria ini. Tapi ternyata tidak semudah itu. Abimanyu tetap dingin dan mengabaikannya. Tidak pernah ada cinta untuk Lidya. Gadis itu bisa merasakannya. Dan mereka bersama karena terdor
Anyelir terkejut melihat kehadiran Abimanyu yang begitu tiba-tiba itu. Dengan cepat gadis itu menutup pintu lemari pakaian agar Abimanyu tidak melihat tas lusuhnya. "Kau baru pulang?" tanya Anyelir berbasa-basi. "Kelihatannya?" jawab Abimanyu dengan ketus. Wajah tampannya sungguh terlihat dingin dan membuat atmosfer di dalam ruangan itu membeku. Lelaki itu ngeloyor pergi melewati Anyelir yang berdiri terpaku. Tercium bau parfum wanita yang beraroma manis. Pasti bau parfumnya Lidya, batin Anyelir. Abimanyu membuka kemejanya karena merasa tubuhnya lengket. Semalam ia terlalu banyak minum hingga mabuk berat di apartemen Lidya. Dan sepertinya hari ini ia akan terlambat pergi ke kantor. Tak akan ada yang memarahi dia karena datang terlambat, sebab Abimanyu adalah CEO dari perusahaan milik keluarga Sudibyo. Terlihat punggung kekar Abimanyu yang begitu kokoh dan menggiurkan saat pria itu membuka kemejanya. Anyelir yang berada di belakang pria itu hanya bisa menelan salivanya karena me