Berdiri berhadapan setelah Abi dengan terburu-buru keluar dari mobilnya. Menatap Anya dengan kondisi yang begitu berantakan, gadis itu gemetar sambil berusaha merapatkan kemejanya yang hampir seluruh kancingnya sudah terlepas.
Memanas hati Abi rasa ingin sekali menghantam siapa saja yang sudah membuat Anya seperti ini. Ia bahkan terlihat mendapat banyak luka di wajahnya membuat Abi tak bisa memikirkan hal lain selain dugaannya bahwa Anya sudah menjadi korban pemerkosaan. Begitu ia sesali kebodohannya yang meninggalkan Anya dan tak langsung mencegah wanita itu masuk kedalam rumahnya sendirian padahal ia sudah mendapati raut wajah ketakutan dari wanita itu sebelumnya. "Anya.." Panggilnya lirih, seraya maju selangkah mendekati wanita itu. Anya tak menyahut, dadanya bergemuruh, tubuhnya gemetar hebat karena ketakutan namun disisi lain juga merasa lega dengan kedatangan Abi. Meski pria itu menyebalkan nam"Saya gak peduli." Jawab Abi, dengan tegas tak mempedulikan panjang lebar kalimat yang diucapkan Anya sebagai penolakkan. "Saya bilang kita akan menikah. Denger kan? Saya akan menikahi kamu. Maka itu yang akan terjadi, cepat atau lambat." Sambung Abi, kembali menegaskan bahwa ia akan tetap menikahi Anya meski wanita itu kerap memberi penolakkan. Tak peduli dengan apa yang harus ia lewati untuk memperjuangkan keinginannya. Yang jelas sekarang ia sudah bertekad untuk menikahi wanita itu saja. Bukan tanpa sebab, namun justru ia memiliki banyak alasan untuk menjadikan Anya sebagai istrinya. "Keras kepala banget, kenapa sih?" Tanya Anya. "Kamu yang keras kepala, bukan saya." Sahut Abi. "Bapak yang keras kepala, udah ditolak masih aja bersikeras. Bapak beneran naksir ya sama saya?" Tanya Anya. "Mabuk kamu?" "Enggak! Bapak yang mabuk. Kasih tahu alasannya kenapa pengen banget nikah sama saya. Alasan yang logis
Berdiri berhadapan setelah Abi dengan terburu-buru keluar dari mobilnya. Menatap Anya dengan kondisi yang begitu berantakan, gadis itu gemetar sambil berusaha merapatkan kemejanya yang hampir seluruh kancingnya sudah terlepas. Memanas hati Abi rasa ingin sekali menghantam siapa saja yang sudah membuat Anya seperti ini. Ia bahkan terlihat mendapat banyak luka di wajahnya membuat Abi tak bisa memikirkan hal lain selain dugaannya bahwa Anya sudah menjadi korban pemerkosaan. Begitu ia sesali kebodohannya yang meninggalkan Anya dan tak langsung mencegah wanita itu masuk kedalam rumahnya sendirian padahal ia sudah mendapati raut wajah ketakutan dari wanita itu sebelumnya. "Anya.." Panggilnya lirih, seraya maju selangkah mendekati wanita itu. Anya tak menyahut, dadanya bergemuruh, tubuhnya gemetar hebat karena ketakutan namun disisi lain juga merasa lega dengan kedatangan Abi. Meski pria itu menyebalkan nam
Anya melangkah ragu masuk kedalam rumahnya. Sejak saat masih dirumah Abi, ibunya sudah mengabarkan bahwa ia berada di rumah dan ingin Anya segera pulang. Anya menarik nafas dalam, mengeratkan pegangan pada tali tasnya dan memberanikan diri melangkah masuk kedalam rumah. Membuka pintu perlahan, ia lihat ibunya sedang duduk di sofa usang yang ada di ruang tamunya. Semula sibuk bersolek, namun tatapan tajamnya langsung tertuju pada Anya begitu gadis itu membuka pintu rumahnya. Terdiam beberapa saat dan saling menatap, Anya melangkah masuk sementara ibunya kembali sibuk bercermin pada kaca yang ada dalam tempat bedaknya. Entah sudah berapa lama mereka tak bertemu, yang jelas Anya masih mengingat betul bagaimana pertemuan terakhir mereka yang membuatnya merasa tak ingin lagi melihat ibunya. "Kerja apa lo?" Tanya Ajeng, saat Anya memegang knob pintu hendak masuk kedalam kamarnya, membu
"Jadi kapan kalian nikah?" "Uhukk! uhukk!" Pertanyaan itu sontak membuat Anya tersedak, sementara Abi seperti tak bereaksi hanya menatap ibunya sejenak lalu melanjutkan makannya. Rita baru saja beralih pada Abi dan Anya setelah sejak tadi sibuk mendiskusikan tentang kehamilan Diana. Anya merasa tak berhak untuk menjawab, ia lantas menyikut lengan Abi membuat pria itu menoleh padanya. Anya menggerakan bola matanya, memberi isyarat agar ia saja yang menjawab pertanyaan ibunya. "Kok diem? Gak ada yang mau jawab Mama nih?" Rita memperjelas pertanyaannya. "Doain aja, Ma." Ucap Abi, lagi-lagi membuat Anya tak habis pikir dengan drama yang mereka mainkan di hadapan keluarga Abi yang seperti tak kunjung selesai. "Setiap hari didoain kok. Tapi kalo bisa jangan lama-lama. Kalo udah saling ngerasa cocok, ya tunggu apa lagi? Kalo kalian udah menikah, mau ngapain juga udah tenang kan."
"Diana hamil?" Tanya Rita dengan raut wajah bahagia sekaligus tak percaya dengan apa yang didengarnya. Diana pun mengangguk yakin sambil tersenyum lebar, ia berikan hasil tes dari rumah sakit untuk membuktikan ucapannya pada sang ibu. Rita pun mengulurkan tangan hendak meraih benda itu, namun kalah cepat sebab Sudoyo sudah lebih dulu menyambar. "Ih Papa!" Protes Rita. Namun tak dihiraukannya, Sudoyo tetap bergerak cepat membuka lembaran kertas itu lalu ia kenakan kacamatanya dan mulai menggerakan bola mata membaca isi suratnya. "Sini dulu Mama mau lihat!" Rita lantas merebut kertas itu, dan Sudoyo pun mengambil Megan dari gendongan Rita lalu tersenyum menatap wajahnya. "Eh, Mas Megan mau punya adik, iya nak? Walah.. anak bayi udah mau punya adek ini." Sudoyo mengusak hidungnya dengan lembut pada pipi Megan, kemudian mengembalikan bayi itu pada ibunya. Diana lantas meraih putranya dan mele
Sampai kembali dikantor, baik Abi maupun Anya melangkah lesu menuju meja kerja masing-masing. Dilihatnya pada jam dinding waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam, seluruh ruang kantor sudah kosong hanya tersisa mereka berdua dan seorang cleaning service yang sedang membersihkan lantai. Anya pun menyelesaikan sisa pekerjaan yang ia tinggal tadi, agar tak menumpuk esok hari. Sementara di dalam ruangannya, duduk termenung sambil melempar pandangan pada dinding ruangan tempatnya bekerja yang terbuat dari kaca, Abi membelakangi meja dan menenggelamkan diri dibalik kursi kerjanya. Tenggelam dalam lamunan, masih penasaran tentang ayah kandungnya, ditambah lagi ia sadari lingkungan tempat dimana kemungkinan ayah kandungnya berada itu seperti lorong tergelap di dunia. Tentu tempat yang tidak aman sebenarnya bagi siapapun yang tinggal disana. Namun Abi tetap penasaran ingin sekali meli