Share

Chapter 3

Sarah terdiam tanpa ekspresi di meja bar dengan segelas alkohol di tangannya, ini sudah gelas keempat yang ia minum dan sekarang kepalanya terasa sedikit pening padahal satu jam lagi ia akan naik ke atas stage.

Barra, sudah hampir satu minggu pria itu tidak datang ke tempat ini padahal Sarah sedang sangat membutuhkannya. Setiap malam yang ia temui hanyalah para pria hidung belang yang tidak ada gunanya, Sarah mulai muak dengan semuanya dan merasa putus asa dengan rencananya untuk memikat Barra.

Gelas keenam, Sarah akhirnya mulai kehilangan kesadarannya namun ia terus berusaha sekuat tenaga untuk tetap profesional menari di atas stage. Sarah kini sudah menjadi primadona di klub ini, berkatnya klub ini sekarang semakin ramai pengunjung dan banyak pria dari kalangan atas yang berdatangan ke tempat ini karena penasaran dengan kecantikan Sarah. Tapi tidak ada satupun dari mereka yang berhasil tidur dengan Sarah meskipun sudah menawarkan uang yang cukup besar, Sarah tidak mau tidur dengan sembarang pria karena yang ia inginkan hanyalah Barra.

Sarah menari di atas stage dan membuat tarian yang menghebohkan seluruh pengunjung pria, mereka bersorak melihat ekspresi nakal Sarah yang sedang dalam pengaruh minuman. Sarah turun dari stage hendak menghampiri salah satu pelanggan untuk ia hibur, tapi sayangnya malam ini tidak ada satupun pria yang berhasil menarik perhatiannya. Sarah berbalik dengan raut wajah kecewa, namun langkahnya harus terhenti karena sepatu hak tinggi yang ia kenakan tersandung kaki pengunjung lain. Sebuah tangan kekar menarik tangan Sarah dan membawa Sarah ke dalam pelukannya, aroma parfumnya menguar ke dalam hidung Sarah yang secara naluriah mengenali siapa pria di dekapannya kini. Wangi lemon sisilia yang bercampur dengan wangi anggur dan cemara, tidak salah lagi wangi parfum ini adalah milik Barra.

Sarah mendongakkan wajah untuk melihat sosok tampan di hadapannya, "Tuan Barra?"

Barra tersenyum menatap wajah cantik Sarah yang kemerahan karena mabuk, "Kamu mabuk, tapi tetap mengenaliku."

"Bagaimana bisa aku melupakan wajah tampanmu jika di dalam mimpi saja wajahmu juga menghantuiku," Sarah tersenyum genit.

Bara terkekeh pelan, lalu melepaskan pegangannya di pinggang Sarah. "Selesaikan tarianmu, aku akan menunggu di tempat biasa."

Sarah yang tadinya merasa sudah kehilangan harapan dan putus asa, akhirnya mulai mendapatkan semangatnya lagi setelah melihat kehadiran Barra. Tarian selesai, tanpa melepas kostumnya Sarah segera naik ke lantai atas dibantu oleh Helena.

"Good luck Sarah! kayaknya tuan Barra juga tergila-gila sama kamu," Helena menyentil dagu lancip Sarah.

"Ya aku juga berharap seperti itu, Hel. Bye," Sarah membuka pintu kamar Barra yang tidak dikunci.

Seperti dugaannya, Barra kini sudah menunggunya dengan tenang di atas ranjang. Wajah tampan yang hampir satu minggu ini menghilang kini ada di hadapannya lagi, Sarah maju mendekatinya dan bersandar di dada bidangnya.

"Aku sangat merindukanmu," Barra merangkul pinggul Sarah dan merubah posisi Sarah menjadi di atasnya.

"Oh ya? kalau kamu merindukanku kenapa baru datang setelah menghilang hampir satu minggu?"

"Aku baru saja kembali dari luar negri untuk perjalanan bisnis, honey." Barra menyentuh dagu Sarah dan mencium bibirnya.

"Kamu tidak berbuat nakal kan selama aku pergi?" tanya Barra seraya menaikkan satu alisnya.

"Tenang saja, aku cuma nakal sama kamu tuan Barra."

"Oke, kalau gitu mari kita buktikan." Barra merengkuh Sarah ke dalam pelukannya dan memulai permainan yang selama hampir satu minggu ini ia nantikan.

Selama berada di Thailand, Barra selalu teringat akan sosok Sarah sehingga ia tidak tertarik dengan para wanita disana padahal Gabriel sudah menyediakan beberapa wanita untuk menemani tidurnya.

Pukul tiga dini hari, Sarah terbaring lemas di atas ranjang dengan peluh yang membasahi seluruh tubuhnya. Barra kini sudah tertidur pulas setelah pengeluaran terakhirnya di ronde ke tiga, wajah tampan itu kini ada di sebelah Sarah dan tengah mendengkur pelan. Wajah dengan ras campuran, hidung mancung dan bentuk rahang yang tegas dihiasi brewok tipis membuat pesona Barra begitu luar biasa. Pria ini jauh lebih tampan dari Mario, bahkan sepertinya Mario tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Barra.

Sarah mengeratkan pelukannya di tubuh Barra, lalu memejamkan matanya untuk menyusul Barra ke alam mimpi. Namun baru beberapa detik ia memejamkan mata, ponsel Barra berdering dan menampilkan nama seorang wanita di layarnya.

"Luna?" gumam Sarah.

Siapa Luna? pacar Barra? istri Barra? atau wanita simpanan Barra yang lainnya? isi pikiran Sarah kini tengah di penuhi pertanyaan tentang siapa Luna. Sarah nampak gelisah karena ponsel Barra terus menerus berdering dan menampilkan nama yang sama, jika hanya pacar tidak mungkin ia akan menghubungi Barra sampai berkali-kali.

Sarah nampak ragu untuk mengangkat panggilan dari Luna, karena tidak ingin berbuat hal yang salah akhirnya ia malah membangunkan Barra dengan alasan ponsel Barra terus berdering dan membuatnya tidak bisa tidur.

Barra mengambil ponsel itu dari tangan Sarah, setelah melihat nama yang tertera di layar ponsel Barra malah mendecih kesal dan mereject panggilan dari Luna lalu menyerahkan lagi ponsel miliknya ke Sarah.

"Kamu jawab saja kalau dia menghubungiku lagi," Barra kembali memejamkan matanya, pria ini sepertinya sangat kelelahan.

Seperti dugaan Barra, Luna memang menghubunginya lagi dan kini Sarah yang gugup setengah mati karena tidak tau harus berkata apa nanti setelah menjawab panggilan dari Luna. Sarah menarik nafas panjang, lalu menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan dari Luna.

"Halo Barra? Barra kamu dimana? kenapa setelah sampai di Indonesia kamu tidak langsung pulang kerumah? tante Arista mencari-cari kamu Barra," nada suaranya nampak terdengar cemas.

"Ha-halo, maaf Barranya sedang tidur." sahut Sarah membuat Luna syok di ujung telepon.

"Siapa kamu?! kenapa ponsel Barra ada di kamu?!" bentaknya membuat telinga Sarah sakit.

Sarah memutus panggilan telepon dari Luna, Sarah enggan menjawab pertanyaannya karena ia harus tau dulu ada hubungan apa di antara Barra dan Luna. Kalau ternyata Barra sudah dimiliki wanita lain, maka pupuslah harapannya untuk menjadi pendamping Barra.

Sarah menghembuskan nafasnya pelan, lalu memejamkan kedua matanya sampai akhirnya ia terlelap di sisi Barra.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status