Sarah pergi ke toilet wanita karena ia mendadak merasa pusing dan mual ketika bertengkar lagi dengan Barra, tidak ada orang disini kecuali wanita asing yang tengah bersolek di depan cermin toilet. Wanita itu sangat cantik dengan rambut pirang dan warna mata hazelnya, ia tersenyum kepada Sarah saat mereka tidak sengaja saling berpandangan. Saat Sarah hendak memasuki bilik kamar mandi tiba-tiba ia terhuyung lemas dan nyaris terjatuh di depan pintu, wanita asing itu segera menolong Sarah dengan sigap dan membantu Sarah berdiri kembali."Are you okay?" tanyanya sembari memberi Sarah air mineral miliknya."i'm okay, thanks." "Do you want me to take you to the ER? Coincidentally, I'll be there too.""No need, I'm better now. Thank you very much for your help miss.""You're welcome, I'll go first then."Wanita asing itu kemudian pergi, namun sesuatu terjatuh dari dalam tasnya saat ia mengambilkan air untuk Sarah. Sarah memungut kertas tersebut dan membaca informasi yang tertera disana, awa
Barra berjalan lunglai ke arah tempat tidur karena saking lelahnya, tubuhnya memeluk erat tubuh Sarah dari belakang dan menghirup aroma manis yang beberapa hari ia rindukan dari Sarah. Sarah yang merasa kegelian akhirnya terbangun dan berbalik ke arah Barra, bibirnya tersenyum manis dengan keadaan yang mengantuk berat. "Do you miss me?" tanya Barra."Sure honey, apa semua urusanmu sudah selesai?" "Urusan administrasi dan segala macamnya sudah, tapi sepertinya besok pagi aku harus kembali lagi ke rumah sakit."Sarah bangkit dan duduk menghadap ke arah Barra, "Untuk apalagi?""Untuk melihat keadaan Dhafin, Dhafin harus menjalani operasi di kepalanya karena ternyata ada pendarahan di dalam otaknya." Sarah menutup mulut dengan satu tangannya karena shock, "Apa dia akan baik-baik saja?""Aku tidak tahu, semoga saja begitu. Sarah, kamu tidak keberatan kan jika aku berada di sana sampai Dhafin sembuh?""Tentu, kamu harus merawat Dhafin dengan baik Barra. Dia darah dagingmu, aku tidak akan
"So what are you going to do now Sheila? do you still want to be by Barra's side with hate in your heart?" tanya Angela."Of course, previously I wanted to be with him because I love him. But now all I want is to destroy him and take everything that belongs to him." sahut Sheila dingin, bahkan Angela sampai dibuat bergidik saat melihat ekspresinya."If it's your decision then I won't be able to do anything,"Sheila tidak lagi menyahuti perkataan Angela, yang ada di otaknya saat ini hanyalah bagaimana cara menghancurkan Barra.*****Barra datang ke kantor tanpa semangat sedikitpun, kalau bukan karena ada meeting yang sangat penting ia tidak akan mungkin datang ke kantor hari ini. Gabriel menyambutnya di lobby kantor, dari ekspresi wajahnya yang nampak gelisah Barra tau bahwa ada sesuatu hal buruk yang terjadi di Amethyst."Ada yang tidak beres disini tuan," ujar Gabriel. "Ada apa? apa ayah dan anak itu membuat ulah lagi?" tanya Barra"Tadi pagi saya mendapatkan telepon dari sekretaris
"Gabriel, tolong sampaikan kepada Sarah kalau aku tidak bisa pulang malam ini." titah Barra karena ponselnya tertinggal di kantor dan ia tidak memiliki waktu untuk berbicara di telepon. "Baik tuan," sahut Gabriel, segera ia keluar dari ruang rawat Sheila untuk mengabari Sarah. Barra nampak begitu kelelahan menghadapi hari ini, banyak masalah yang menimpanya mulai dari urusan kantor sampai urusan Sheila dan Dhafin. Barra mulai merasakan tubuhnya tidak mulai tidak fit, ia bahkan mulai merasa sedikit pusing dan kesulitan untuk berkonsentrasi. Sheila menyunggingkan senyum liciknya saat melihat Barra yang mulai terlihat stress, ia berhasil mengacaukan konsentrasi Barra dan yang selanjutnya adalah alam bawah sadar Barra. Angela datang setengah jam kemudian tepat setelah Barra tertidur, Angela datang dengan membawa satu butir obat yang akan ia gunakan nanti untuk mencuci pikiran Barra. "Do your job after Barra wakes up from sleep later, I'm tired of acting like a madwoman all day." ger
"Lain kali kalau mau keluar tolong katakan kepadaku dulu kemana kamu akan pergi Sheila, jangan membuatku khawatir." oceh Barra lembut kepada Sheila.Sarah semakin dibuat heran dengan perubahan sikap Barra terhadap Sheila, Barra berubah sangat lembut dan perhatian kepada Sheila namun begitu dingin terhadapnya.Tidak hanya Sarah, Gabriel pun dibuat heran dengan perubahan sikap Barra. Entahh apa yang sudah mengubah Barra, namun Gabriel yakin pasti ada sesuatu yang tidak beres yang sudah Sheila lakukan pada bosnya itu. "Barra," panggil Sarah.Barra menoleh, namun ia tidak menyahuti panggilan Sarah. "Makan dulu ya? kamu belum makan kan dari pagi," ajak Sarah seraya mengulurkan tangannya namun lagi-lagi Barra mengabaikannya."Maaf Sarah, aku tidak sedang lapar. Lebih baik makanan itu kamu bawa pulang lagi, lagipula rasanya mungkin tidak menggugah seleraku mengingat kamu tida bisa memasak." ucap Barra ketus. Mendengar ucapan Barra hati Sarah rasanya begitu pedih, ia rela bangun pagi hari s
Sheila begitu bahagia karena akhirnya hari yang ia tunggu-tunggu datang juga, Barra kini memberikan seluruh perhatiannya kepada dirinya seperti dulu bahkan lebih. Barra selalu sigap memberikan apapun yang Sheila butuhkan, Barra juga tidak sungkan membantu Sheila membersihkan dirinya di toilet. Mereka kini sudah terlihat seperti sepasang suami istri, meskipun terkadang Barra masih terlihat agak bingung dengan perubahan perlakuannya kepada Sheila. "Barra, lebih baik kamu pulang. Sarah pasti menunggumu sekarang," ujar Sheila lembut dan mencoba mengubah citranya lagi sebagai wanita baik hati."Kenapa kamu mengusirku? apa kamu sudah bosan melihatku ada disini?" tanya Barra kesal."Bukan begitu Barra, tapi biar bagaimanapun kamu harus pulang kerumah dan menemui istrimu. Dia juga membutuhkanmu Barra,""Sarah baik-baik saja Sheila, lagipula ada Claudia yang menemaninya sedangkan kamu sedang sakit dan tidak ada yang menemanimu."Sheila tersenyum tipis, tapi beberapa detik kemudian ekspresi wa
Keadaan sarapan pagi ini begitu dingin dan mencekam akibat dari efek pertengkaran antara Barra dan Sarah, hanya ada suara dari alat makan yang saling beradu namun membuat seluruh orang merasa tidak nyaman. Claudia yang memang sejak awal makan sudah merasa tidak nyaman lebih memilih menyelesaikan makannya dan segera kembali ke kamar, sedangkan Gabriel hanya mampu memakan dua suap saja lalu segera pergi keluar untuk memanaskan mobil. Kini di meja tersebut hanya ada Sarah dan Barra, Barra sama sekali tidak memperhatikan dirinya dan tetap sibuk pada pekerjaannya."Besok jadwal aku kontrol ke dokter, kamu bisa kan menemani aku besok?" tanya Sarah mencoba membuka obrolan."Tidak tahu, pergi saja dengan ibu atau Claudia jika aku tidak bisa.""Tapi-""Aku berangkat, tidak usah menungguku karena aku akan langsung ke rumah sakit setelah urusan di kantor selesai." ucap Barra dingin.Sarah benar-benar frustasi atas perubahan sikap Barra, Sarah tidak mau ambil pusing lagi tentang diamnya Barra yan
Membantu Sarah bekerja di perusahaan ternyata cukup menyenangkan juga untuk Gabriel, Julian bos yang cukup ramah dan santai sehingga para karyawannya bisa bekerja dengan nyaman di perusahaannya. Saking seriusnya berada disana, Gabriel bahkan sampai lupa memberikan laporannya kepada Barra. Mereka pulang ketika menjelang petang, Gabriel mengawal mobil Sarah hingga sampai di rumah dan ternyata mobil Barra sudah ada di rumah lebih dulu daripada mereka. Mendengar suara klakson mobil Sarah, Claudia langsung keluar rumah menghampiri kakak iparnya itu dengan wajah kesal."Kakak, aku mau pulang ke rumah ibu." ujar Claudia."Tapi kenapa? kalau kamu pulang nanti kakak sama siapa?""Kakak lihat saja sendiri di dalam!"Sarah masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Claudia yang nampak menahan kesal setengah mati. Di ruang makan kini Sarah melihat pemandangan yang benar-benar membuat sakit hati dan juga matanya, Barra tengah menyuapi Sheila dengan penuh kasih sayang seolah-olah Sheila adalah wanita yang