Share

Chapter 4

Author: Atami NM
last update Last Updated: 2023-12-26 00:30:10

El bersiul pelan sambil menyisir rambutnya ke arah belakang. Afdi dan Ardan terfokus pada layar playstation yang menampilkan permainan football, sedangkan Ilham, cowok itu asyik sendiri menikmati keripik kentang bumbu balado ukuran jumbo di tangannya.

"Woh, ganteng banget gue," celetuk El menatap pantulan dirinya di cermin.

"Dari tadi yang ada ngurusin rambut mulu, kayak cewek aja," timpal Ilham kembali memasukan keripik kentang ke mulutnya.

Afdi dan Ardan masih setia pada permainan mereka. Sama sekali tak terganggu dengan celotehan keduanya.

"Kayak nggak tau aja, orang kasmaran kan emang 11 12 sama orang gila," ujar Afdi tanpa menoleh.

El mengambil bantal di atas kasurnya. Melempar asal ke arah Afdi yang masih setia menatap layar permainan, dan tepat sekali mengenai wajahnya.

"Allahuakbar."

"Yes, gue menang," girang Ardan detik itu juga.

Afdi mendengus kecewa. Ia kalah permainan karena tiba-tiba di timpuk. Yang tadi awalnya fokus mencetak gol jadi buyar seketika dan berujung kebobolan.

"Tuh kan El, gue kalah, lo sih!"

El mengedikan bahunya acuh lalu berjalan duduk di samping Ilham, langsung saja merampas keripik kentang di tangan cowok itu.

"Busyet dah, main rampas aja lo!"

El mengunyah keripik kentangnya. "Sekarang gue tanya, nih keripik lo dapat dari mana?"

"Di dekat PS."

"PS-nya punya siapa?"

"Lo,"

"Berarti ini punya ...."

"Lo,"

"Nah, tuh ngerti." El kembali memasukan tangannya ke dalam plastik, mengambil beberapa keripik dan langsung di masukan ke mulutnya. Ilham mendengus, pandangannya langsung berubah menatap Afdi yang masih bergumam tak jelas.

"Eh Afdodol gantian. Enak aja lo 'kan tadi udah perjanjian siapa yang kalah nanti gantian sama gue."

Afdi mendengus, meskipun tak rela, ia berdiri dari posisinya. Ilham sempat menepuk punggung Afdi, sebelum akhirnya mengambil Stick PS.

Afdi menghempaskan bokongnya ke sofa dengan mata yang melirik El yang sedang memakan keripik, sesekali menjilati tangan kanannya.

"Ih jorok amat sih, lo, jilatin tangan!"

El menoleh sebentar lalu kembali fokus pada keripiknya. "Abis enak, bumbunya nempel di tangan 'kan sayang."

"Ah, elah lo."

Untuk sesaat mereka terfokus pada layar permainan. Ardan dan Ilham menggerakkan tombol stick-nya, saling menyerang satu sama lain.

"Lo beneran suka Ika?" tanya Afdi penasaran.

El menggapai air yang ada di atas meja. Meminumnya sampai habis lalu kembali melihat Afdi. "Kalau iya, kenapa? Lo suka dia juga, kalau emang, gue saranin lo mundur baik-baik."

Afdi mendengus, bukan seperti itu maksudnya. Cowok itu salah mengerti, lagian sebelum mengincar Ralika ia harus siap secara mental dan fisik.

"Ya nggak, gue bukannya suka sama Ika. Gue cuman heran aja, lo kok bisa suka sama dia?" Kembali Afdi bertanya.

El mengedikan bahunya.

"Nggak tau, dia terlalu menarik." El kembali memakan keripiknya sampai habis, "lo tau nggak Ralika suka apa?"

Afdi menggeleng cepat. "Mana gue tau, emang gue emaknya."

"Ya elah, biasa aja keleus. Gue nanya baik-baik."

Afdi melirik El sekilas. "Iya-iya, yang gue tau Ika itu orangnya memang tertutup. Kaku gitu, tapi jago banget berkelahi."

El tercengang, kagum.

"Hebat banget."

Afdi memutar bola matanya. "Aduh, ternyata selain bego, lo juga pelupa. 'kan udah gue jelasin waktu awal lo masuk."

El menggaruk tengkuknya, ia sama sekali tak tersinggung Afdi mengatakan bego. Bahkan julukan yang lebih parah malahan. Tapi, pelupa? Memangnya kapan Afdi bicara tentang Ralika?

"Emangnya kapan?"

"Udah lupain, mau denger lagi nggak?"

El langsung diam kemudian mengangguk kecil.

"Orangnya agak galak gitu. Bahkan, gue nggak pernah ngeliat dia berinteraksi sama orang lain, kecuali pas rapat OSIS atau ngehukum orang. Kayaknya dia nggak minat punya temen."

El tertegun. Apa Ralika sedingin itu sampai-sampai teman saja tidak punya?

"Tapi, cewek rambut pendek yang nyamperin Ralika di lapangan kemarin, katanya temennya. Pake bawain Ralika air minum malah."

El tidak tau nama cewek itu. Lagian juga dia tidak mau tau, enak saja mengatakan dirinya playboy walau kenyataan ia sering menggoda cewek. Tapi, bukan berarti playboy 'kan?"

"Maksud lo Lea? Tuh cewek memang dari awal sok akrab sama Ika. Memang sih, dia sering bilang temennya Ika. Tapi, kayaknya Ika nggak pernah anggap Lea temennya deh, kasian amat."

☁☁☁

El melirik arloji yang melingkar di tangannya. Di telinganya terpasang earphone yang memutar salah satu lagu dari One Direction, sesekali kepalanya mengangguk-angguk mengikuti nada musik.

"Mas, daritadi muter-muter. Kapan saya nganter mas ke sekolahnya?" tanya Jodi, supirnya, yang sejak tadi bingung. El melepaskan sebelah earphone-nya.

"Tunggu 10 menit lagi, Pak. Muter-muter aja dulu. Nanti baru ke sekolah," ucap El tetap tenang.

"Kalau nanti Mas telat gimana?"

"Santai aja, Pak, emang itu tujuan saya."

Jodi melihat El dari kaca spion depan mobil, dengan pandangan bingung. Aneh sekali? Disaat semua orang datang lebih pagi ke sekolah agar tidak terlambat majikannya itu justru sengaja melambatkan diri.

Untuk beberapa menit Jodi terus melakukan mobilnya memutari area jalan, selama sepuluh menit tentunya.

"Nah, udah pas jamnya, baru ke sekolah, Pak."

Jodi mengangguk. Ia memutar setop kontak mobil menuju arah tempat yang seharusnya menjadi tujuan.

Tepat di depan gerbang sekolah. El turun dari mobil, setelah melambaikan tangan pada Jodi. Mobil hitam itu melaju dengan kecepatan normal meninggalkan area.

El menjinjitkan tubuhnya menatap ke dalam gerbang. Dari sana, ia bisa melihat seseorang sedang berdiri. Dengan langkah santai El berjalan mendekat.

"Selamat pagi!"

Dadang menoleh mendapati El tengah tersenyum. Beberapa murid ikut menoleh dengan tas yang masih tersampir di punggung mereka. Mereka murid terlambat.

"Gue telat ya. Duh sorry kesiangan."

El dengan seenaknya baris. Langsung berdiri di depan seseorang yang sedang kini sedang menatapnya datar.

"Gue dapat hukuman 'kan, Ra?"

Semua orang menatap El tak percaya. Ralika menatapnya sekilas, sama sekali tak berniat membalas perkataan El yang dengan terang-terangan meminta hukuman.

Perhatian Ralika teralih memandangi semua murid tak tau aturan di depannya.

"Kalian tau sekolah ini punya peraturan?" Mereka semua diam. Beberapa, memang adalah kakak kelas Ralika. Namun, tak ada yang berani protes.

"SMA Dharma menerapkan peraturan agar datang jam 7.15 pagi," lanjutnya. "Sekolah ini punya peraturan, kalian tidak bisa datang seenaknya."

Ralika jadi seperti guru BK yang sedang menegur muridnya, wajahnya sangat kontras dengan hawa sekitar yang terasa menegangkan. Semuanya masih tetap diam tak berani bersuara, meski begitu El tetap saja memperhatikan Ralika tanpa sedikitpun beralih.

Ternyata perkataan Afdi kemaren tidak sia-sia.

"Ika itu orangnya tertib banget dan kalau ngehukum nggak tanggung-tanggung, kayak guru BK."

"Kalau guru BK-nya cantik kayak Ralika gue rela dihukum."

Afdi memutar bola matanya. "Setiap Hari Rabu, biasanya Ika gantiin Bu Rina, yang ada keperluan di luar sekolah. Dia yang bakal ngehukum murid yang terlambat," jelas Afdi.

El memegang dagunya. "Kalau gitu gue harus telat," ujarnya mantap.

"Hah?"

Ternyata benar apa yang dikatakan Afdi, El kira temen sebleng-nya itu berbohong. Tapi tidak, mungkin setelah ini dia akan mentraktir Afdi nanti.

"Kalian pergi ke lapangan, hormat pada bendera."

Mereka pergi dari tempat berdiri langsung pergi menuju lapangan. Tapi, tidak dengan El, cowok itu sama sekali tak beranjak dari tempat berdirinya, bergeser saja tidak.

"Kamu ngapain masih di sini? 'Kan saya sudah bilang tadi hukumannya."

"Ya, gue nggak mau sama kek gitu, terlalu mainstream. Yang lain deh, kayak dinovel-novel gitu. Hukumannya gue jadi pacar lo," ujarnya tanpa beban sedikitpun.

Ralika melebarkan matanya. Yang benar saja, cowok itu berkata sesantai itu?

"Ini kehidupan nyata bukan cerita fiksi. Kamu itu sekarang murid SMA Dharma dan wajib mengikuti segala peraturan yang ada!"

El memasukan kedua tangannya ke saku celana. Di sekolahnya dulu saja ia tidak mau mengikuti peraturan, bahkan absennya bolong-bolong.

"Justru itu, gue kira hukumannya nggak sebanding. Kalau cuman berdiri sambil hormat di tiang bendera itu terlalu biasa buat gue."

Ralika menghembuskan napas kasar. Percuma saja berdebat dengan cowok itu. "Baiklah, sekarang kamu bersihin toilet yang ada di dekat kelas 10."

El tersenyum. "Okey, tapi nggak ada jaminan kalau gue nggak bakal kabur.

"Kamu mau kabur?"

El mengedikan bahunya. "Nggak tau, tapi daripada gue kabur lebih baik lo awasin gue di sana, yuk."

El sedikit lagi menggapai tangan Ralika, tapi dengan cepat cewek itu menepisnya kasar

"Kasar banget," gumamnya sambil meringis.

"Saya sudah bilang, kamu jangan kurang ajar! saya bisa saja bikin kamu babak belur!" Setelah berkata seperti itu Ralika berjalan terlebih dahulu.

"Eh tunggu dong!"

El berusaha mengejar hanya saja ia sedikit kesusahan menyamai langkah Ralika yang bisa dikatakan cepat.

Mereka berdua melalui koridor yang nampak sepi dikarenakan pelajaran sudah dimulai.

Sesampainya di toilet Ralika berhenti, ia memutar tubuh menghadap El yang berlari di belakangnya lalu berhenti dengan nafas masih terengah.

"Lo jalan cepat banget, sih?!"

Ralika tetap diam, tidak berniat membalas ucapan El. Ia melirik ke arah toilet yang terbuka. "Cepat bersihkan! saya tunggu disini."

El menghembuskan nafas kasar. Tak pernah dalam hidupnya yang namanya menerima hukuman. Okey, memang di sekolah lamanya dulu ia sering membolos dan seringkali keluar masuk BK, guru pun juga sudah angkat tangan menanggapi sikapnya yang kelewat jahil. Kalau pun dia mendapat hukuman, El pasti akan segera kabur dan menyuruh adik kelas atau anak cupu yang menggantikannya.

El mengambil alat pel di dekat dinding. "Okey, gue bakal bersihin nih toilet."

Belum sampai menuju pintu toilet El berbalik menatap Ralika kemudian tersenyum. "Kalau yang ngawasin cantik kayak lo, gue bakal mau di hukum tiap hari."

Ralika masih diam. Melihat tingkah El yang membuatnya heran sendiri. Bahkan, saat dihukum pun tetap saja punya cara untuk merayunya. Aneh sekali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengejar Hati Cewek Dingin   Chapter 42

    Seolah tersadar kalau sejak tadi matanya tak lepas dengan sosok cowok itu, Ralika segera melangkah keluar."Rara!" teriak El langsung turun begitu saja. Tepat saat ia turun dari panggung sempat El berpapasan dengan Alex. Cowok itu mengangkat tangannya, lalu menepuk punggung El seperti sebelumnya. "Good luck!""Rara!" panggilnya sekali lagi."Stop!" El mencoba mengatur napasnya sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Mata tajam Ralika seperti sudah tak ada lagi, lenyap tanpa jejak."Gue butuh jawaban," ucap El mantap."Minggir, saya harus ke atap sekolah!"El menggeleng. "Gue tadi udah susah-susah, Ra, buat nyanyi, ada yang fals apa? Sampe lo nggak mau bilang ya atau mau?"Ralika melipat tangannya. Seperti anak kecil yang meminta permen, Ralika lebih menganggap El seperti itu saat cowok itu tetap keukeh menghadang jalannya. Ralika mengangkat satu tangannya, menurunkan salah satu tangan El yang terbentang."Apa kamu benar-benar serius?" El mengangguk menyakinkan. "Iya."Ralik

  • Mengejar Hati Cewek Dingin   Chapter 41

    "Lea mau sampai kapan kamu menata rambut seperti itu?"Ralika sejak tadi menatap jamnya. Ia telah membuang waktu cukup banyak untuk sekedar menunggu Lea yang sejak tadi menata rambut."Ya ampun Ika, lo tau nggak, jadwal kalian kumpul semua itu jam 7."Lea berbalik, saat dirasa rambutnya sudah tertata. "Ka, lo pakai ini doang?"Ralika melipat tangannya lalu menunduk. Tidak ada yang salah dengan dirinya, semuanya lengkap. Buku kecil dan pena untuk mencatat kekurangan acara juga sudah disiapkan. Bajun berwarna hitam, serta jelana jins senada. Ini biasa 'kan?"Setidaknya lo dandan dikit lah Ika."Lea menarik Ralika agar duduk. "Lea kita tidak punya waktu, terlebih lagi saya ini adalah panitia bukan yang akan tampil."Lea malah sibuk mengecek tasnya, mengeluarkan benda warna-warna yang Ralika saja tidak tau apa namanya."Sekarang kita pergi, panitia sudah menunggu."Baru berdiri dua detik Ralika kembali dipaksa duduk oleh Lea. Mungkin Lea orang pertama yang membuat Ralika hanya bisa diam s

  • Mengejar Hati Cewek Dingin   Chapter 40

    Drrt... Drttt...El melirik ponselnya yang sejak tadi bergetar. Sebenarnya benda itu berungkali berkedip, tapi ia biarkan saja, karena biasanya jam segini yang akan masuk pesan tidak penting. Pesan tidak penting dari nomor tak dikenal, hal itu juga karena Ilham dan Afdi yang memberikan nomornya begitu saja pada semua cewek asal mereka bayar. Teman macam apa itu!"Hallo!"Karena sejak tadi benda itu terus menganggunya. El mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelepon."Hallo-hallo lo, lama amat sih ngangkat telfon gue!""Lah!" El menjauhkan ponselnya itu lalu menatapnya beberapa detik. Bang Mona."Lo Bang, ah kenapa nggak bilang!" El berdiri dari tempat tidurnya lalu berdiri dengan wajah berseri. "Lo kenapa nggak ada kabar sih setelah balik, padahal gue mau kasih tau sesuatu. Lo tau nggak kalau-""Eh-eh bentar, gue telfon lo cuman mau titip pesen sama bokap, transfer duit bulanan!""Hah? Lo 'kan bisa telfon Om, kenapa jadi gue?""Hp Papa sama Mama mati, terus Tante Nala kayaknya lag

  • Mengejar Hati Cewek Dingin   Chapter 39

    Lega, rasanya beban yang selama ini hinggap di hati Ralika telah hilang bersamaan dengan perginya sang Papa. Sekali lagi, sebelum berbalik, Ralika sempat menatap gundukan tempat Hendra beristirahat yang tepat di samping makam Kayla selama beberapa detik. Kenangan biarlah menjadi kenangan, meskipun memang berlangsung pahit, tapi semuanya sudah terjadi. Sebuah pelajaran datang saat seseorang mengalami kesulitan di masa lalunya.Kayla, Ralika bisa merasakan kalau adiknya itu akan bahagia di sana."Semangat, okey."Ralika menyentuh tangan Lea yang tersampir di pundaknya lalu mengangguk. Di sana hanya tersisatiga orang sedangkan yang lainnya sudah pulang duluan, kepala sekolah dan guru-guru pun tadi juga datang untuk mengungkapkan bela sungkawa. Nilam juga harus banyak istirahat, karena kondisinya yang kembali drop karena banyak pikiran."Kamu sebaiknya pulang duluan.""Nggak ah, gue mau nemenin lo.""Seragam kamu masih belum diganti, tas kamu juga, itu melanggar aturan sekolah, seharusn

  • Mengejar Hati Cewek Dingin   Chapter 38

    Ika .... " Ralika mengalihkan pandang. Berusaha mengendalikan hatinya, suara lirih Nilam seolah menuntunnya mendekati pria itu."Ma ... afin ... Papa."Ralika masih tak merespon perkataan Hendra yang bersusah payah mengatakan kalimat itu. Salivanya tertegun beberapa kali, ada perasaan tak sanggup saat menatap kembali pria itu, kilasan tentang kekejamannya sangat terekam jelas. Tapi ini untuk pertama kalinya, Hendra terlihat tak berdaya. Begitu lemah.Ralika sudah mengatakan orang baik akan dianggap yang paling lemah. Dan hari ini dia membuktikannya, mamanya kini sedang menatapnya dengan tatapan teduh dan penuh harap. Memaafkan? Itu hal yang paling sulit dilakukan oleh seorang manusia yang sudah menutup sebagian hatinya!"Ka, mama mohon."Desakan lirih itu membuat Ralika tak sadar telah menatap Hendra. Matanya terpejam sesaat setelah melihat pria itu, apakah ia kini bermimpi? Sudah jelas Ralika melihat cairan bening dari ujung mata pria itu. Tangan kiri Hendra terangkat dengan sisa-s

  • Mengejar Hati Cewek Dingin   Chapter 37

    Untuk acara HUT kali ini, semua panitia sudah dibagi dari berbagai macam lomba. Seperti rencana awal, SMA Dharma mengadakan banyak lomba yang diikuti dari berbagai sekolah. Dharma murni sebagai tuan rumah dan tak terlibat dalam lomba apapun. Hingga sekarang terhitung 2 hari setelah hari pembukaan. Yang sudah bertanding adalah dari club olahraga, yaitu Futsal dan Volly. Dan hasil penyerehan hadiah bagi yang menang akan dilaksanakan, siangnya, tepat tanggal 31 Desember. "Ka, lo bisa ngira nggak antara SMA Raya sama SMA Wijaya yang mana menang?" ucap Lea sambil menatap ke depan.Ralika diam. Kini pandangannya menyapu satu persatu pemain yang berusaha mencetak poin. Sambil memakai kalung panitia dengan name tag namanya, Ralika kini turut menjadi panitia. Di sebrang ada Alex yang menggunakan baju kaos biru berlengan pendek dengan kalung panitia yang sama dengannya."Ka, jawab!" desak Lea.Terdengar hembusan napas pelan dari hidung Ralika. Padahal dari tadi ia sudah mengatakan agar cewek i

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status