"Kalau yang ngawasin cantik kayak lo, gue bakal mau dihukum tiap hari." Satu kata yang menggambarkan seorang Ralika, menakutkan. Ya, menakutkan dalam artian sangat tegas seperti Singa betina. Jabatannya yang merupakan Wakil Ketua OSIS membuat namanya tersebar luas dan dianggap sebagai tangan kanannya guru. Kehidupannya yang monoton berubah, ketika seorang murid pindahan yang tak tau malu merusak semuanya. El, cowok yang punya senyum yang ia sebut 'madu hutan asli' dia sama sekali tak perduli dengan apa yang dipikirkan semua orang soal Ralika. Lebih tepatnya masa bodoh. Baginya Ralika itu unik dan menarik. Tapi apakah Ralika mampu bersikap seperti itu ketika perlahan masalah hidupnya terkuak? [Cerita ini dikemas cukup ringan dan mengingatkan kembali pada masa SMA]
Lihat lebih banyakSekumpulan siswi tampak berdiri cukup jauh dari tempat parkiran. Sudah cukup lama mereka berdiri, sekedar menunggu kapan gerombalan tukang rusuh itu pergi. Nyali mereka sangat kecil hanya sekedar untuk diganggu kakak kelas, setelah lelah melakukan kegiatan ekstrakuriler masing-masing.
“Gimana nih, nekat ke sana nggak ya?” ucap salah satunya.“Ih jangan! Kita tunggu bentar lagi, kak Ika pasti bentar lagi ke sini.”Yang diharapkan terjadi, orang yang ditunggu kedatangannya muncul. Pandangan Ralika datar dibalik topi berwarna putihnya. Ada banyak alasan kenapa tak seorang pun mau berurusan dengan cewek yang selalu menguncir rambutnya itu. Ralika bukan tandingan mereka.17.36Ralika berganti menatap kumpulan siswi itu setelah melirik arloji yang melingkar dipergelangan tangannya. Matanya beralih fokus pada mereka yang tengah bersiul memanggil siswi di area parkiran. Pertanyaannya sudah terjawab, alasan kenapa mereka belum pulang padahal sudah lewat jamnya.“Bro, ada Ika tuh,” ucap salah satu yang baru menyadari.“Gawat, buruan cabut!” seru salah satunya.Suara knalpot motor perlahan meninggalkan kawasan. Ralika bisa mendengar dengan samar, hembusan napas lega dari adik kelasnya itu. Ia mendekati mereka, masih dengan eskpresi yang sama.“Kalian sudah bisa pulang sekarang.”Mereka tersenyum. “Iya, makasih kak Ika.”Ralika tetap berdiri di tempat yang sama, kedua matanya tetap mengawasi satu-persatu siswa yang meninggalkan parkiran. Setelah memastikan semuanya sudah pergi, ia mengeluarkan sebuah buku kecil dan pena. Peraturan tetap peraturan, dan tak akan ada yang luput dari pengawasannya.Ralika Caitlin Andara si tangan kanan guru, memiliki segudang prestasi dan jago dalam hal beladiri. Ia tak pernah suka basa-basi atau apapun yamg sering dilakukan siswi kebanyakan. Hidupnya sederhana, labelnya sebagai ketua OSIS dan Siswi teladan adalah yang utama. Ia juga tak punya waktu untuk berteman, baginya orang berdiri di kaki sendiri. Untuk apa bergantung pada orang lain.Tentu tugasnya kali ini belum selesai, tepat berhenti di gerbang, Ralika membuka kaca helmnya. “Pak, besok setelah ekstra selesai, area parkiran tolong dilihat lagi, banyak siswa yang menganggu siswi di sana.”“Eh iya, Neng, makasih udah dikasih tau.”Untuk hari ini tugasnya berjalan baik seperti biasa. Hanya menunggu hari esok lagi.☁️☁️☁️Debu halus mulai terlihat di pinggiran ibukota. Meskipun fajar baru menyapa, sudah banyak kendaraan roda dua maupun empat terlihat di sepanjang jalan. Masyarakat telah memulai hari dengan aktivitas masing-masing.Di awal hari, sepantasnya orang-orang mendapat semangat penuh. Tapi mungkin hal itu tak berlaku bagi Deriel Magenta Arrafi yang hanya menatap lesu pohon-pohon dan bangunan tinggi yang tampak bergerak mundur. Matanya beralih pada Jodi, yang tetap fokus pada jalanan.Dipindahkan karena terlalu jahil pada guru? Alasan macam apa itu? Yah ada sedikit kenakalan lain juga, tapi mengapa harus dipindahkan?“Pak Jodi, ini mobil dibikin ngebut kek, lambat banget. Saya ini anak laki, bukan nenek-nenek,” protes El, “atau gini aja deh, bapak balik aja naik taxi, biar mobil saya yang bawa.”“Maaf Mas, ibu udah bilang ke saya kalau Mas El nggak boleh bawa mobil dulu.”“Nanti biar saya deh tanggung jawab, paling cuman dimarahin bentar." El kembali membujuk.“Maaf Mas, ibu udah peringatan saya kalau Mas El sampai bawa mobil gaji saya bakalan dipotong.”El berdecak, sekarang ia merasa diawasi lebih ketat. Seolah, dirinya akan membuat kekacauan kalau dibiarkan lepas. Mamanya itu khawatir berlebihan, bahkan semalam saja Nala sampai memeriksa kembali tas El, untuk berjaga kalau putranya itu membawa bahan kenakalan baru. Tingkah El seperti membuat wanita itu trauma. Padahal dia merasa kenakalannya selama ini masih normal, menurutnya.“Maaf Mas, saya juga izin ke toilet sebentar.”Mata El tanpa sadar mengikuti arah tujuan Jodi sampai lelaki itu hilang sepenuhnya. Merasa bosan menunggu, cowok itu keluar. Sepatu kanannya tanpa sadar mengikis dasar jalan, sedangkan lengan kanannya bersandar pada pintu mobil, tak jauh dari tempatnnya ada sebuah minimarket kecil yang baru dikunjungi segelintir orang.Lumayan sepi.Pandangannya tertarik ke arah pintu minimarket, seorang nenek baru saja keluar dengan barang belanjaannya. “Itu nggak ada yang bantuin apa?”Baru saja ia berucap seorang pria menghampiri nenek tersebut.“Ada ternyata orang baik,” ucapnya sambil tersenyum.“Tolong! Copet!”“Hah? Copet? Duh orang jahat ternyata.”El berniat mengejar pria itu, tapi belum siap kakinya berlari. Dari arah berlawanan seseorang datang dan langsung menendang tepat punggung pria itu hingga ia terlempar. Masih dengan tatapan membeku dan mulut terbuka. El melihat jelas bagaimana cewek dengan seragam putih dan memakai trening dibalik rok-rok abu-abunya, mengambil dompet nenek tadi dengan ekspresi datar.“Pergi! Sebelum saya seret ke kantor polisi!” ucap cewek itu. Dengan sigap si pria kabur.Suara tegas si cewek terdengar lantang di gendang telingan El, ia menjadi saksi mata kejadian langkah ‘cewek terbang dengan tendangan maut'.“Ini Nek, lain kali hati-hati, meski masih pagi jakarta emang rawan copet," ujarnya.“Iya terimakasih banyak, ya Nak.”Beberapa saat setelahnya tepukkan Jodi memudarkan tatapan kagum El. “Mas, maaf saya lama.”“Eh?” Hanya sesaat ia berpaling, orang yang sejak tadi ditatapnya hilang, “ish Bapak sih, orangnya jadi pergi ‘kan!”Jodi yang kebingungan hanya menatap arah pandangan El tadi. Apa yang membuat majikan mudanya itu kesal padanya?El sudah kembali ke dalam mobil, ia masih tak percaya harinya dimulai dengan menyaksi aksi hebat dari seseorang yang tak disangkanya. “Sayang banget udah pergi, padahal mau kenalan.”Seolah tersadar kalau sejak tadi matanya tak lepas dengan sosok cowok itu, Ralika segera melangkah keluar."Rara!" teriak El langsung turun begitu saja. Tepat saat ia turun dari panggung sempat El berpapasan dengan Alex. Cowok itu mengangkat tangannya, lalu menepuk punggung El seperti sebelumnya. "Good luck!""Rara!" panggilnya sekali lagi."Stop!" El mencoba mengatur napasnya sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Mata tajam Ralika seperti sudah tak ada lagi, lenyap tanpa jejak."Gue butuh jawaban," ucap El mantap."Minggir, saya harus ke atap sekolah!"El menggeleng. "Gue tadi udah susah-susah, Ra, buat nyanyi, ada yang fals apa? Sampe lo nggak mau bilang ya atau mau?"Ralika melipat tangannya. Seperti anak kecil yang meminta permen, Ralika lebih menganggap El seperti itu saat cowok itu tetap keukeh menghadang jalannya. Ralika mengangkat satu tangannya, menurunkan salah satu tangan El yang terbentang."Apa kamu benar-benar serius?" El mengangguk menyakinkan. "Iya."Ralik
"Lea mau sampai kapan kamu menata rambut seperti itu?"Ralika sejak tadi menatap jamnya. Ia telah membuang waktu cukup banyak untuk sekedar menunggu Lea yang sejak tadi menata rambut."Ya ampun Ika, lo tau nggak, jadwal kalian kumpul semua itu jam 7."Lea berbalik, saat dirasa rambutnya sudah tertata. "Ka, lo pakai ini doang?"Ralika melipat tangannya lalu menunduk. Tidak ada yang salah dengan dirinya, semuanya lengkap. Buku kecil dan pena untuk mencatat kekurangan acara juga sudah disiapkan. Bajun berwarna hitam, serta jelana jins senada. Ini biasa 'kan?"Setidaknya lo dandan dikit lah Ika."Lea menarik Ralika agar duduk. "Lea kita tidak punya waktu, terlebih lagi saya ini adalah panitia bukan yang akan tampil."Lea malah sibuk mengecek tasnya, mengeluarkan benda warna-warna yang Ralika saja tidak tau apa namanya."Sekarang kita pergi, panitia sudah menunggu."Baru berdiri dua detik Ralika kembali dipaksa duduk oleh Lea. Mungkin Lea orang pertama yang membuat Ralika hanya bisa diam s
Drrt... Drttt...El melirik ponselnya yang sejak tadi bergetar. Sebenarnya benda itu berungkali berkedip, tapi ia biarkan saja, karena biasanya jam segini yang akan masuk pesan tidak penting. Pesan tidak penting dari nomor tak dikenal, hal itu juga karena Ilham dan Afdi yang memberikan nomornya begitu saja pada semua cewek asal mereka bayar. Teman macam apa itu!"Hallo!"Karena sejak tadi benda itu terus menganggunya. El mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelepon."Hallo-hallo lo, lama amat sih ngangkat telfon gue!""Lah!" El menjauhkan ponselnya itu lalu menatapnya beberapa detik. Bang Mona."Lo Bang, ah kenapa nggak bilang!" El berdiri dari tempat tidurnya lalu berdiri dengan wajah berseri. "Lo kenapa nggak ada kabar sih setelah balik, padahal gue mau kasih tau sesuatu. Lo tau nggak kalau-""Eh-eh bentar, gue telfon lo cuman mau titip pesen sama bokap, transfer duit bulanan!""Hah? Lo 'kan bisa telfon Om, kenapa jadi gue?""Hp Papa sama Mama mati, terus Tante Nala kayaknya lag
Lega, rasanya beban yang selama ini hinggap di hati Ralika telah hilang bersamaan dengan perginya sang Papa. Sekali lagi, sebelum berbalik, Ralika sempat menatap gundukan tempat Hendra beristirahat yang tepat di samping makam Kayla selama beberapa detik. Kenangan biarlah menjadi kenangan, meskipun memang berlangsung pahit, tapi semuanya sudah terjadi. Sebuah pelajaran datang saat seseorang mengalami kesulitan di masa lalunya.Kayla, Ralika bisa merasakan kalau adiknya itu akan bahagia di sana."Semangat, okey."Ralika menyentuh tangan Lea yang tersampir di pundaknya lalu mengangguk. Di sana hanya tersisatiga orang sedangkan yang lainnya sudah pulang duluan, kepala sekolah dan guru-guru pun tadi juga datang untuk mengungkapkan bela sungkawa. Nilam juga harus banyak istirahat, karena kondisinya yang kembali drop karena banyak pikiran."Kamu sebaiknya pulang duluan.""Nggak ah, gue mau nemenin lo.""Seragam kamu masih belum diganti, tas kamu juga, itu melanggar aturan sekolah, seharusn
Ika .... " Ralika mengalihkan pandang. Berusaha mengendalikan hatinya, suara lirih Nilam seolah menuntunnya mendekati pria itu."Ma ... afin ... Papa."Ralika masih tak merespon perkataan Hendra yang bersusah payah mengatakan kalimat itu. Salivanya tertegun beberapa kali, ada perasaan tak sanggup saat menatap kembali pria itu, kilasan tentang kekejamannya sangat terekam jelas. Tapi ini untuk pertama kalinya, Hendra terlihat tak berdaya. Begitu lemah.Ralika sudah mengatakan orang baik akan dianggap yang paling lemah. Dan hari ini dia membuktikannya, mamanya kini sedang menatapnya dengan tatapan teduh dan penuh harap. Memaafkan? Itu hal yang paling sulit dilakukan oleh seorang manusia yang sudah menutup sebagian hatinya!"Ka, mama mohon."Desakan lirih itu membuat Ralika tak sadar telah menatap Hendra. Matanya terpejam sesaat setelah melihat pria itu, apakah ia kini bermimpi? Sudah jelas Ralika melihat cairan bening dari ujung mata pria itu. Tangan kiri Hendra terangkat dengan sisa-s
Untuk acara HUT kali ini, semua panitia sudah dibagi dari berbagai macam lomba. Seperti rencana awal, SMA Dharma mengadakan banyak lomba yang diikuti dari berbagai sekolah. Dharma murni sebagai tuan rumah dan tak terlibat dalam lomba apapun. Hingga sekarang terhitung 2 hari setelah hari pembukaan. Yang sudah bertanding adalah dari club olahraga, yaitu Futsal dan Volly. Dan hasil penyerehan hadiah bagi yang menang akan dilaksanakan, siangnya, tepat tanggal 31 Desember. "Ka, lo bisa ngira nggak antara SMA Raya sama SMA Wijaya yang mana menang?" ucap Lea sambil menatap ke depan.Ralika diam. Kini pandangannya menyapu satu persatu pemain yang berusaha mencetak poin. Sambil memakai kalung panitia dengan name tag namanya, Ralika kini turut menjadi panitia. Di sebrang ada Alex yang menggunakan baju kaos biru berlengan pendek dengan kalung panitia yang sama dengannya."Ka, jawab!" desak Lea.Terdengar hembusan napas pelan dari hidung Ralika. Padahal dari tadi ia sudah mengatakan agar cewek i
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen