Share

Pertengkaran Shania dengan Bagas

[Assalamu'alaikum, Nak Bagas. Apa kabar? Mama mau mengadakan syukuran ulang tahun Silmi, boleh Mama minta bantuan Nak Bagas untuk mengisi acaranya Silmi? Menjadi pembawa acara dan membaca beberapa ayat Al-qur'an?] pesan dari mamanya Silmi. 

[InsyaAllah, Ma, Bagas bisa.]

[Terima kasih, ya, Nak, Mama senang sekali.]

[Sama-sama, Ma, Bagas juga senang bisa bantu Mama.]

[Nanti ngobrol saja dengan Silmi lebih detailnya, ya, Nak.]

[Baik, Ma.]

Bagas bingung, sebetulnya sudah ada janji dengan Shania untuk mengantarnya ke toko buku, akan tetapi Bagas tak dapat menolak permintaan mamanya Silmi. 

"Bagaimana, ini? Shania pasti ngambek lagi," batin Bagas, sambil mengusap wajahnya dengan kasar. 

[Shan, aku minta maaf sebelumnya, sepertinya aku gak bisa mengantarmu ke toko buku besok, boleh kita pending dulu, gak? Minggu depan mudah-mudahan bisa.]

[Memangnya kenapa? Kamu ada acara?]

[Mamanya Silmi minta aku untuk isi acara di hari ulang tahunnya Silmi, aku minta maaf sama kamu nggak bisa nolak permintaan beliau, Shan.]

[Oh, sampai kapan kamu terus-terusan jaga perasaan keluarga Silmi?! Aku cape, kalo kamu masih sayang sama Silmi, ya sudah aku lebih baik mundur!]

[Bukan gitu, Shan, please ngertiin aku sedikit aja, mamanya Silmi baik banget sama aku, please jangan ngambek, ya.]

[Terserah!]

Percakapan mereka berakhir tanpa jawaban yang pasti. Yang jelas Bagas memiliki keputusan sendiri, tanpa persetujuan dari Shania. Shania membenci posisi seperti ini. Sebetulnya ia ingin mengerti Bagas, akan tetapi hatinya sakit setiap Bagas mengorbankan acara mereka demi keluarga Silmi. 

Shania tahu Bagas dan Silmi sudah tidak ada hubungan apa-apa, akan tetapi ia takut jika ternyata Bagas masih mencintai Silmi. Keyakinannya sedikit demi sedikit luntur, Shania hampir menyerah. Ia masih bertahan karena cintanya pada Bagas begitu besar. Meskipun selalu tersakiti dan merasa tidak dihargai

* * *

Kenaikan kelas telah tiba, setiap siswa harus memilih jurusan yang diminati. Sebagai dasar untuk menentukan jurusan saat kuliah nanti. Diantaranya jurusan IPA, IPS, atau Bahasa. 

Bagas dan Shania terpaksa harus berpisah kelas, bahkan lokasi kelas mereka berjauhan, pasalnya mereka berbeda jurusan. Shania memilih jurusan IPS dan Bagas memilih jurusan IPA. Kini kebalikannya Bagas satu kelas dengan Silmi, mantan kekasihnya dulu. 

Bagas dan Shania semakin sering bertengkar karena Silmi, akan tetapi cinta mereka kuat. Apa pun yang terjadi, Bagas tidak pernah berniat memutuskan hubungannya dengan Shania. Namun, tetap menjaga silaturahmi dengan keluarga Silmi. Bagas masih sering berkunjung ke rumah Silmi, untuk memenuhi permintaan mamanya Silmi, meskipun berujung pertengkaran dengan Shania. 

"Ren, aku mau tanya serius," kata Shania, saat jam istirahat di kantin. 

"Ya, boleh, mau nanya apa?" sahut Rendi antusias. 

"Menurut kamu, perasaan Bagas ke Silmi tuh gimana, sih?" tanya Shania, penuh selidik. 

"Kalo pas aku tanya, dia udah gak ada perasaan apa-apa sama Silmi," jawab Rendi. 

"Jujur, aku cape terus-terusan ngerasa cemburu sama Silmi, gara-gara si Bagas sering ke rumah Silmi," ucap Shania, emosi. 

"Sabar, Bagas bilang sih gak enak sama mamanya Silmi," kata Rendi. 

"Aku curiga, si Bagas masih menyimpan rasa sama Silmi, deh," kata Shania, mirip detektif.

"Udah, jangan bikin hati kamu makin sakit gara-gara kecurigaan yang gak pasti," kata Rendi menghibur.

* * *

Di tempat yang berbeda, Bagas dan Silmi sedang membahas pelajaran di kelas mereka hanya berdua, sesekali bergurau dan tertawa bersama. Lebih akrab daripada saat mereka menjadi sepasang kekasih. 

Biasanya di jam istirahat, Bagas menyempatkan diri bertemu Shania, karena tidak ada waktu selain itu. Kali ini Bagas belum menampakkan dirinya di hadapan Shania, ia berinisiatif mendatangi kelas Bagas untuk melihat keadaannya, ia penasaran karena belum bertemu dengan sang kekasih. 

Tak disangka saat Shania melihat dari kaca jendela, Bagas sedang menggenggam tangan Silmi. Mereka berdua ngobrol dengan asyiknya tanpa mereka tahu ada yang sedang memperhatikan melalui kaca jendela. 

Perempuan berkerudung putih itu meneteskan air mata yang sejak tadi ia tahan. Tak ingin terdengar, ia menangis tanpa suara dan terus saja mendengarkan percakapan Bagas dengan mantannya itu. 

Hingga suara bel masuk berbunyi, Shania ingin berlari tanpa sengaja ia menabrak tong sampah yang tepat berada di belakangnya. Bagas dan Silmi terkejut dan bergerak melangkah ke arah sumber suara, semakin terkejut ketika yang mereka lihat adalah Shania.

"Shania?" ucap Bagas dan Silmi serentak. 

"Em, maaf, aku ganggu kalian," sahut Shania, setengah berbisik karena menahan tangis. "Aku pergi, ya." katanya, berlari secepat mungkin. 

"Shania, tunggu!" panggil Bagas. 

"Udah, biarin dulu aja, ntar juga baik sendiri," kata Silmi, menahan Bagas. Namun, hati Bagas tidak tenang, ia terus saja memikirkan Shania. 

"Nanti pulang, aku harus temui Shania," batin Bagas. 

Saat pulang sekolah tiba, Bagas mencari Shania ke kelasnya. Namun, tidak menemukan Shania di sana. 

"Astrid, Shania udah pulang?" tanya Bagas pada Astrid yang kebetulan satu kelas lagi dengan Shania. 

"Udah, tadi bareng sama kakak kelas kalo gak salah. Shania kamu apain lagi, sih? jawab Astrid, emosi. 

"Kakak kelas siapa? Cowok?" tanya Bagas penasaran. 

"Iya, dianterin Kak Egi, dia kayak terpukul banget, tiap aku tanya bukan dijawab, nangis melulu. Aku duluan ya, daaah Bagas," kata Astrid bergerak menjauhi tempat Bagas berdiri. 

"Egi?" batin Bagas. 

* * *

[Shania, aku tadi mau ajak kamu pulang bareng, aku cari ke kelas kamunya udah pulang.]

[Mulai sekarang gak usah peduliin aku lagi, aku tau sekarang kamu masih mencintai Silmi. Apa yang aku lihat tadi adalah buktinya, aku mau kita putus.]

[Nggak mau, Shan, aku dan Silmi gak ada hubungan apa-apa lagi.]

[Bohong, aku lihat sendiri, kamu megang tangan dia, sambil bercanda dan ketawa-ketawa. Sama aku,kamu gak gitu.]

[Please, aku nggak mau putus, aku masih sayang kamu.]

[Bullshit! Aku nggak percaya sama kamu lagi.]

[Oh, aku tau kamu suka sama si Egi, 'kan? Ngaku aja, kalian tadi pulang bareng, 'kan?]

[Iya, kita pulang bareng, trus kenapa? Gak usah ngurusin aku, urus saja mantanmu itu, aku cape.]

[Shania, please!]

Tak ada jawaban apa pun lagi, mereka lagi-lagi bertengkar gara-gara mantannya Bagas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status