Sepeninggal Dzi, Khalid masuk ke ruangan dan bergabung dengan Nancy dan Raharja yang sudah menyelesaikan terapinya. Raharja nampak berkeringat deras. Ia duduk di kursi dekat dengan Nancy yang kini sedang mengupaskan buah untuknya.
“Bagaimana, Pah? Apakah Papah sudah lebih baik sekarang?’ tanya Khalid sambil memandang Fatah dan Widodo yang duduk terpisah. “Seperti yang kamu lihat. Papah sudah bisa berjalan tanpa kursi roda lagi.”“Tapi Papah harus berhati-hati. Jangan terlalu gegabah, Pah. Agar Papah tidak kambuh lagi.”“Papah sudah sehat dan baikan. Kau tidak perlu khawatir. Papah baik-baik saja.”“Khalid heran mengapa Papah sekarang keras kepala sekali. Apakah mereka yang mengajari Papah seperti ini?”“Kau yang keras kepala. Kecil-kecil sudah berani pada Papahmu. Kau kemana saja? Kenapa pergi-pergi terus tanpa pamit? Apakah kau sama sekali tidak ingin mendampingi Papah terapi?” ucap Nancy sambil bersungut-sungut. Ia jengkel memandang anak semata wayangnya yang sangat tidak suka diatur.“Mamah kan tahu kalau bisnisku sedang maju-majunya. Tadi Khalid lupa harus ketemu sama klien, Mah. Jadi terpaksa pergi setelah bertemu dengan Dzi.”“Siapa itu Dzi?”“Dzi? Ah, dia tetanggaku di kompleks”“Awas saja kalau sampai dia datang hanya untuk moroti uang kamu. Mamah nggak ridho padanya.”“Ih, Mamah apaan sih. Belum juga kenal sudah menuduh.”“Siapa juga yang menuduh. Selama ini yang Mamah tahu tentang gadis yang mendekatimu adalah gadis-gadis yang gila hartamu. Bukan gadis yang tulus. Makanya Mamah kasih alarm, agar kamu tidak terjebak pesona Dzi itu.”“Ngomong-omong kenapa Mamah dan Papah ada di sini? Bukannya ruang terapi ada di ujung timur ya?”“Mudah saja jika Allah berkehendak. Kalau menunggu kamu bertindak tidak akan ada habisnya. Bisa-bisa Papah belum dapat giliran.”“Jangan bilang Mamah menyogok karyawan sini!’“Siapa juga yang menyogok. Saifi sendiri yang membantu kami. Tanpa kami paksa sama sekali”“Saifi? Siapa Saifi?”“Kau tidak akan pernah percaya kalau Mamah cerita tentang dia.”“Mamah selalu saja menyalahkan Khalid. Memangnya ada hubungan apa antara Mamah dan Saifi? Khalid jadi ragu, jangan-jangan Saifi ini gadis yang hanya mengincar harta kita saja. Dia lebih parah dari pada Dzi yang hanya melihat Khalid sebagai laki-laki miskin.”“Jangan bicara sembarangan kamu. Saifi gadis terbaik yang Mamah kenal. Kamu hanya tidak tahu bagaimana dia bertingkah laku dan bertutur kata pada Mamah dan Papah dan pada yang lainnya.”“Ya jangan marah gitu juga kali, Mah. Yang anak Mamah itu aku bukan dia. Tapi Mamah ngotot sekali sama Khalid.”“Kamu yang sudah membuat Mamah Ilfill mendengar kalimat tuduhanmu pada Saifi.”“Ya, Mah. Maafkah Khalid. Please! Tapi jangan lupa kalau Khalid sudah memiliki gadis pilihan Khalid sendiri. Jangan mencoba menjodohkan Khalid dengan gadis pilihan Mamah.”“Mamah tidak janji. Kamu akan tetap Mamah pertemukan dengan Saifi. Andai tadi kau tidak pergi seenakmu sendiri, kau pasti sudah melihat Saifi.”“Maaf, Ibu, Bapak, kami sudah selesai. Kami mohon diri dulu Kalau Bapak dan Ibu masih mau duduk dan rebahan di ruangan ini silakan. Mbak Saifi tadi bilang seperti itu.”“Iya, Mas. Terima kasih atas segala bantuan Mas. O iya, apakah Mas sudah diberitahu sama Saifi kalau kami meminta salah satu dari Mas untuk mendampingi terapinya Bapak setiap hari?”Fatah dan Widodo menggeleng.“Belum, Bu. Mbak Saifi tidak bilang apa-apa ke kami”“Bagaimana sih Saifi. Masa dia lupa kalau aku memintanya mendampingi Papah.”“Sudah, Mah,, tidak apa-apa. Lain kali kita bisa datang ke sini lagi.”“Datang ke sini males rasanya, Pah. Antriannya panjang, terapinya lama lagi. Kalau mengajak Saifi ke rumah kan bisa langsung eksekusi.”“Sebenarnya Bapak dan Ibu bisa melakukan di rumah sesuai instruksi kami. Seperti yang sudah dilatihkan tadi.”“Tetap saja lebih nyaman kalau ada pendamping, Mas.’“Wah, bagaimana ya Bu. Pekerjaan saya di sini juga banyak. Makin hari semakin banyak pasien. Walaupun sudah ditambah tenaga baru, tetap saja kami masih kewalahan.”“Apakah Saya boleh bertemu dengan pemilik rumah sehat ini, Mas? Untuk meminta tenaga secara langsung?’Fatah dan Widodo saling pandang. Mereka tidak bisa berkata apa-apa untuk menjawab pertanyaan Nancy.“Kami sendiri tidak tahu siapa pemilik rumah sehat ini, Bu. Kami orang baru di sini.”“Belum pernah bertemu sama sekali? Atau setidaknya kalian kan tahu namanya.”“Kalau yang kami tahu, namanya Nona Dzulfikar. Itu saja.”“Coba kau beri aku nomornya Nona Dzulfikar.”Fatah dan Widodo menggeleng.“Kami juga minta maaf untuk itu Bu. Kami sama sekali tidak memiliki nomor Nona Dzulfikar”“Kalau nomornya Saifi?”Sekali lagi mereka menggeleng.“Yah, padahal aku ingin menelpon Saifi dan meminta Noor Nona Dzulfikar padanya.”“Mbak Saifi juga belum tentu tahu, Bu. Non Dzulfikar ini sosok misterius. Hanya beberapa orang saja yang tahu. Kami sama sekali tidak pernah melihatnya datang ke sini.”“Kok bisa ada pemilik rumah sakit tidak pernah datang ke kliniknya. Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang genting. Kesalahan terapi misalnya?Apakah dia akan cuci tangan begitu saja?”“Alhamdulillah selama ini tidak ada yang salah terapi, Mas. Kami menerapi atas pengawasan senior. Beberapa kali senior mengadakan briefing agar kami tetap waspada dalam diagnosa”“Tetap saja tidak dibenarkan kalau owner tidak pernah datang.’“Itu semua dalam kendali satu orang senior yang ditunjuk sebagai direktur utama, Mas.”“Terserah kamu sajalah. Aku pusing mendengar jawabanmu.”“Ok kalau begitu kami mohon diri.”“Aku juga akan membawa Papahku keluar dari ruangan ini.”“Iya, Mas. Terima kasih sekali bantuannya. Kami akan pulang dan sampaikan salam kami untuk Saifi. Ini kartu nama saya. Kalau Mas berkenan, Mas bisa datang ke rumah ini untuk mendampingi suami saya.”“Kami akan beerja sesuai ijin dari atasan, Bu. Kalau atasan tidak mengijinkan, kami terpaksa harus menolak dan Bapak melakukan terapi sendiri atau datang ke sini untuk pendampingan setiap hari.”“Baiklah-baiklah. Kalau begitu aku akan datang ke sini setiap hari dan meminta Saifi untuk mendampingi.”“Mbak Saifi semoga mau.”“Ya sudah, ayo Khalid, tuntun Papah ke mobil!”“Tidak usah. Papah bisa sendiri.”“Alhamdulillah.”“Kursi rodanya bagaimana, Bu? Apakah harus kami bawakan ke mobil?”“Tinggal saja di sini. Insya Allah kami sudah tidak membutuhkan lagi”“Tapi, Pah.”“Sudahlah, Mah. Papah sudah tidak apa-apa. A;hamdulillah badan Papah sudah semakin membaik. Tidak sesak seperti saat kita berangkat.”“Alhamdulillah. Terima Kasih yaa Allah. Berkat bantuanMu lewat Saifi, suamiku bisa kembali sehat.’“Saifi lagi Saifi lagi.”“Biarin. Pokoknya dia wajib menjadi menantu Mamah.”“Jangan bermimpi, Mah. Khalid sudah memiliki Dzi.”“Tidak ada Dzi. Mamah hanya ridho kalau kau menikahi Saifi.’“Sudahlah. Kalian ini seperti anjung dan kucing saja. Diam dan fokus pada jalan!”"Khalid akan fokus pada jalan kalau Paph mau membela Khalid, Pah. Kalau Papah tahu bagaimana rasanya dijodohkan sama orang yang sama sekali tidak Papah kenal apakah Papah mau?" Raharja yang sudah merasa lebih baik secara kesehatan tersenyum dikulum." Kamu pikir Mamah dan Papah menikah karena cinta?" tanya Nancy dan Raharja bersama.
Khalid masih memikirkan apa yang dikatakan oleh sang Mama mengenai gadis bernama Saifi. Pikirannya kalut. Ia sama sekali tidak bisa berfikir jernih.“Ah, mengapa Mamah selalu saja membuatku gila?” gumam Khalid sambil meremas rambutnya. Kakinya ia langkahkan menjauh dari rumah utama. Entah berapa lama ia sibuk dengan pikiran-pikiran dan bayangannya.“Tuhan. Andai aku boleh memilih antara menuruti keinginan Mamah dan keinginan hatiku, aku ingin menuruti keinginan hatiku karena aku tahu sumber kebahagiaanku. Tapi . . . kalau aku mengingat semua kebaikan Mamah padaku, aku memang berat untuk menolak.”Khalid masih melangkah tanpa tahu kemana kakinya berjalan meninggalkan rumahnya. Hingga dimenit yang entah keberapa, dia mencapai sebuah taman. Matanya ia edarkan, menatap sekeliling dimana disana banyak sekali anak-anak sedang bermain menanti datangnya senja, ah lebih tepatnya menikmati senja bersama kedua orang tua atau entah siapa.
Khalid terpana menyaksikan ketidakpedulian Dzi kepadanya. Gadis itu meninggalkannya begitu saja.“Benar-benar unik. Apakah kau sama sekali tidak ingin mengenal calon suamimu, Sayang?’ gumam Khalid sambil tersenyum. Ia segera menelpon Defandra dan memintanya untuk datang ke tempat rahasia mereka sekarang juga.“Apakah aku bisa menolak, Tuan? Hari ini aku menemukan Dzi sedang di parkiran rumah sehat Alfitrah. Aku ingin sekali mengetahui apakah dia akan tergoda olehku atau tidak.”“Baiklah. Setelah urusanmu selesai kutunggu di tempat biasa.”“Ok”Khalid meninggalkan Alfitrah setelah anak buahnya menjemput dan membawanya ke tempat rahasia, menunggu Defandra menyelesaikan urusannya. Sedangkan Defandra, kini sedang menghadang langkah Dzi di tempat parkir.“Hai” sapanya. Dzi menatap Defandra dengan tatapan tak suka.“Assalamualaikum”“Ok Assalamu
“Selamat pagi, Tuan. Perkenalkan nama saya Sahal.” Kata Khalid sambil menundukkan badannya memberi salam dan hormat kepada kepala kebersihan dan Personalia. Muri, sang kepala personalia yang membawa Khalid menghadap Sutriman kepala divisi kebersihan dan keamanan segera menyerahkan Khalid.“Dia anak buahmu yang baru. Tambahan personil seperti yang kau minta dalam proposal bulan lalu, Pak Triman. Bimbing dia agar bisa bekerja dengan baik.”“Baik Pak. Saya terima dengan baik. Semoga dengan bertambahnya personel, pekerjaan para Office Boy bisa lebih ringan dan kantor menjadi semakin bersih dan terawat.”“Aku pergi dulu.”“Silakan, Tuan.”Sutriman memberi hormat pada Muri yang hendak meninggalkan ruangannya. Setelah Muri pergi, Sutriman memanggil Khalid.“Duduklah di sini anak muda.”“Terima kasi, Pak.”“Siapa namamu?”“Sahal
Pengajian rutin bulanan yang diselenggarakan remaja masjid di bawah pimpinan Wildan kini digelar. Pembawa acara sudah membacakan susunan acara diawali dari pembacaan ayat suci Alquran oleh siswa siswi taman pendidikan Al Quran binaan Wildan.Khalid yang sejak tadi duduk di teras masjid menyimak dengan seksama. Air matanya menggenang, mengenang betapa dirinya selama ini sangat jauh dari kitab suci yang dijadikan sebagai tuntunan bagi umat islam.“Astaghfirullahal adhiim” gumamnya. Ia tatap anak usia dua belas tahun yang kini sedang berada di mimbar, melantunkan ayat-ayat dengan suara merdunya tanpa mushaf sama sekali. Seorang anak duduk di belakangnya, menunggu sang hafid menyelesaikan bacaan, lalu dengan suara merdu ia ucapkan terjemah ayat yang dibaca sang hafid.“Yaa Tuhan, ampunilah aku. Selama ini aku sibuk dengan urusan duniawi tanpa menimba ilmu agama sama sekali. Aku selalu membanggakan harta dan kekayaanku padahal hartaku selalu membawa
“Demikian tadi kajian dari Ustadz Ali Badruzaman Ibrahim, Lc. Yang membahas tentang pergaulan remaja antara akhwan dan akhwat. Bahwasanya islam melarang hubungan tanpa status alias pacaran karena hubungan tersebut lebih mengarah kepada mendekati Zina. Sesungguhnya Allah melarang laki-laki dan perempuan bukan mahram untuk berdua-duaan karena mereka akan mengundang fitnah dari orang-orang sekitar kita. Kiranya tidak bijaksana kalau saya panjang lebarkan sebelum saya akhiri marilah kita akhiri kajian kali ini dengan doa kafaratul majelis. Bismillahirrohmanirrohim ashadualla ilaha illa anta astaghfiruka waatubu ilaik. Kebenaran datangnya dari Allah dan segala keburukan semua adalah murni kekurangan dan kekhilafan saya. Akhir kata wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh”“Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh”Dzi menyerahkan speaker kepada Wildan sang ketua rohis masjid Baiturrahiim.“Mohon perhatian untuk semua peserta kajian
Wildan dan Khalid kembali memasuki masjid. Mereka bergabung dengan para pengurus lain yang sedng menata sound system, alat makan dan minum serta membersihkan masjid, dari menyapu sampai mengepel. Membuang sampah di tempat yang sudah disediakan.“Mas orang baru ya?” tanya seorang gadis pada Khalid saat ia sedang membuang sampah di gerobak yang terparkir di halaman.“Iya.”“Boleh kenalan tidak?”Khalid mengangguk.“Aku Sahal”“Aku Nindy, Mas. Anak kompleks C. Rumah Mas Sahal dimana?”“satu kontrakan dengan Mas Wildan.’“O iya? Bagus dong.”“Kenapa?”“Ya seenggaknya kan bisa sering ketemu kalau pas aku ke masjid.”“Tidak boleh.”“Kenapa bisa? Mas sudah punya pacar ya?’Khalid menggeleng.“Ustadz Ali melarang kan? Kalau sudah terlanjur pacaran harus diput
Ba’da maghrib, setelah menyerahkan catatan perolehan infaq, Dzi meninggalkan rumahnya dengan scoopy kesayangannya menuju rumah Sehat Al Fitrah. Khalid yang mengetahui kepergian Dzi segera mengikutinya dari belakang menggnakan Varionya.“Kau mau kemana malam-malam begini, Dzi?’ gumam Khalid sambil terus mengikuti gadis yang dicintainya. Setelah setengah jam, Dzi memasuki rumah Sehat. Khalid menghentikan motornya di depan pagar, memperhatikan semua aktivitas yang terjadi di dalam. Ia melihat Dzi memasuki rumah sehat yang kini tertutup rapat. Beberapa orang security yang sedang berjaga menyilakan dirinya masuk dengan menundukkan badannya memberi hormat.“Apakah dokter Willy sudah hadir?”“Sudah, Mbak. Beliau ada di dalam. Dokter Willy tadi berpesan kalau Mbak sudah hadir langsung disuruh masuk ke ruangan beliau.”“Baik, Mas. Terima kasih.Dzi melangkah menuju ruang kerja dokter Willy. Setelah dokter Will
Pagi ini Dzi berada di kampus UNOC. Pagi-pagi sekali dia berangkat, mengendarai scoopy kesayangannya.Sesampainya di kampus, dia langsung menemui dokter Firman untuk berkonsultasi tentang disertasi yang akan dia tulis.“Assalamualaikum, Dokter Firman.” Ucap Dzi setelah dipersilakan masuk ke ruangan dokter Firman oleh anak buahnya.“Waalaikum salam, dokter Dzi. Apa kabar? Sudah lama tidak bertemu.”“Alhamdulillah saya baik, dokter. Dokter Firman bagaimana kabar?”“Alhamdulillah saya juga baik. Ada pencerahan tentang penelitianmu, dokter?’“Sudah. Saya sudah melakukan wawancara kepada founder medical hacking tentang hubungan bedong dengan kesehatan generasi muda terutama anak-anak, dok. Founder mengatakan bahwa bedong adalah reposisi salat. Dimana apabila seseorang melakukan gerakan salat dengan benar, maka dia akan sehat. Bedong sebagaimana kita tahu adalah warisan leluhur yang semakin lam