Defandra masih duduk di sofa rumah rahasia Khalid, menunggu perintah bos selanjutnya. Ia masih sibuk dengan ponsel ketika Khalid masuk ke ruangannya.
Brakk
“Kamu benar-benar keterlaluan, Ndra. Kau persulit ratuku dan membuat dirinya kelelahan hingga aku sama sekali tidka bisa menemuinya di masjid tadi sore.” Gerutu Khalid sambil memandang Defandra dengan mata elangnya. Defandra nyaris tersenyum. Ia segera mengurungkan senyumnya saat melihat mata elang bosnya telah terpasang di hadapannya. Satu-satunya yang membuat Defandra ketakutan adalah munculnya mata elang Khalid yang menghujam ulu hatinya.
“Apakah Yang Mulia Ratu sudah berhasil kembali ke rumah dengan selamat?”
“Selamat. Tapi dia sama sekali tidak pernah keluar rumah.”
“Ha ha ha, kau sangat mengenaskan, Bos”
Khalid menggeram. Ia benci ditertawakan oleh anak buah sekaligus sahabat masa SMAnya.
“Apa maksudmu?”
&ldqu
“Apakah kau sudah tahu kalau dia sedang bersama laki-laki lain? Segera cari tahu siapa laki-laki itu dan aku butuh waktu satu jam dari sekarang”perintah Khalid adalah sabda sang raja yang tidak boleh dilewatkan begitu saja oleh Defandra. Tanpa memikirkan bagaimana kondisi dirinya yang lelah, Defandra mengiyakan amanah yang dibebankan kepadanya. Ia segera bangun dari tempat duduknya, mengambil kunci mobil dan melangkah menuju parkir mobil sport hitam di parkir VVIP.“Kau selalu saja menebarkan sabda tanpa memikirkan bagaimana aku Yang Mulia Raja.”Defandra duduk di belakang kemudi. Sebelum menyalakan mobil, ia meraih ponsel yang tergeletak di depannya. Ia segera menghubungi kaki tangannya dan mengirimkan perintah dengan pesan whatsapp. Setelah menerima jawaban, Defandra segera meninggalkan kantornya menuju restoran tempat Dzi dan Firman makan. Sampai di Restoran Tol
Dzi yang sudah duduk di jok motornya menoleh. Di belakangnya berdiri seorang pria bertubuh kekar sedang berkacak pinggang sambil memandangnya tajam. Dzi turun dari motor maticnya dan berjalan menuju pria yang masih berdiri dengan kokoh di tempatnya.“Siapa kamu?”Pria bertubuh kekar di depan Dzi tertawa. Ia pandang Dzi dari atas sampai bawah lalu tersenyum mengejek. Dzi yang melihat senyum pria itu segera memalingkan wajahnya. ia tidak suka dengan kepongahan sang preman.“Tadi kau bertanya padaku?”Dzi menggeleng. ia merasa sia-sia. Meladeni laki-laki gila seperti itu baginya terlalu membuang waktu tapi apabila ia pergi dan menghindar, ia yakin dia akan mengejar. Tidak ada pilihan lain selain meladeni keinginannya. Dengan berkomat-kamit membaca doa, Dzi mulai meneguhkan hatinya untuk tetap melayani preman tampan di hadapannya yang semakin lama semakin menyebalkan.“Kau tidak tahu siapa aku?’“H
“Menginap di AlFitrah?”Dzi mengangguk. Mata Khalid membelakak kaget. Entah mengapa mendengar kata menginap, Khalid menjadi tidak suka. Ia membayangkan keadaan Alfitrah yang dipenuhi banyak laki-laki terutama Dokter Willy yang dianggap sebagai saingan terberat Khalid selain Wildan.“Katakan padaku mengapa kau mau menginap di sini!”Dzi memandang Khalid heran. Ia tidak tahu mengapa wajah pria di hadapannya kelihatan mencemaskannya. Dzi tersenyum membuat Khalid terpana menatapnya.“Kenapa, Mas?”Khalid mendesah. Ia benar-benar merasa sangat kesal pada Defandra. Meski akhirnya ia tahu sisi lain dari kelebihan yang dimiliki Dzi, ia tetap saja marah. Khalid mengulurkan tangannya, mengambil tangan Dzi yang nampak memar. Meski dia memenangkan perkelahian, tapi kulit Dzi tetap tergores. Dzi yang tidak tahu kalau Khalid akan menyentuhnya kaget. Ia segera menarik kedua lengannya namun Khalid menolak. Ia tetap memegan
Dzi masuk ke gerbang Rumah Sehat Alfitrah dengan kondisi tubuh yang masih lemas. Sudah lama ia tidak berlatih sehingga saat melawan enam preman yang mengganggunya, ia merasa kewalahan. Ia merasakan kepalanya pusing. Mual dan matanya sedikit berkunang-kunang.Setelah memarikir motornya, Dzi melangkah masuk Alfitrah. ia mengedarkan pandangan untuk mencari Dokter Andini untuk mencoba mencari pertolongan. Beberapa pasien yang melihatnya nampak kebingungan dengan kondisi Dzi namum, mereka tidak berbuat apapun.“Kamu kenapa Saifi?”Dokter Andini yang baru keluar ruang tindakan pasien putri, menghampiri Dzi yang berjalan terhuyung di depannya. Dzi mengulurkan tangannya, meminta bantuan Andini.“Tolong bawa aku ke ruang perawatan. Aku butuh pertolongan sekarang, Dok.”Andini langsung menuntun Dzi ke ruang perawatan pasien. Mereka melangkah dengan cepat tanpa menghiraukan tatapan pengunjung“Kamu kenapa sampai begini kon
Tok tok tokAndini, Willy dan Mira menolah ke pintu. Sedang Dzi hanya memejamkan matanya.“Silakan masuk!”Seorang pemuda berpenampilan sederhana masuk. Andini, Willy dan Mira menatap sang pemuda dengan tatapan datar.“Maaf, Dokter. Saya mau menengok pacar saya.”Dzi yang sedang memejamkan mata terkejut mendengar suara laki-laki yang sangat dihafalnya. Jantungnya berdegup kencang. Ia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Membuka mata dan menerima kunjungan Khalid atau tetap memejamkan mata dan berpura-pura tidur.“Apakah dia yang kau maksud?”Andini bertanya sambil memandang Khalid yang memandang Dzi khawatir. Khalid mendekat. ia tatap wajah Dzi yang masih memejamkan matanya lalu mengangguk.“Iya. Dia kekasihku.”“O ternyata.”Mira yang sejak awal tidak suka dengan Dzi tersenyum. Ia bahagia saat tahu kekasih Dzi bukanlah orang yang bisa dibanggakan. Sela
Khalid segera mengangkat panggilan. Ia melangkah ke sudut ruangan setelah meminta ijin pada Dzi.“Halo”Suaranya ia buat selembut mungkin membuat Defandra tercengang. Defandra yang tak pernah mndengar suara lembut Khalid justru tak mampu bicara. Ia lupakan topik yang akan ia bahas dengan Bosnya.“ada apa?”“Tu. . .tuan.’“Katakan!”Defandra diam. Ia mencoba menganalisa perubahan suara Khalid dan penyebabnya. Ia tahu ada yang tidak beres dengan Khalid. Defandra memutuskan untuk mengakhiri panggilan setelah mengucapkan kalimat terakhirnya.“Temui saya di tempat biasa, Tuan.”Akhirnya Khalid mengerti. Ia sudah membuat asisten pribadinya tidak bisa mengatakan apa yang menjadi kepentingannya saat ini. Khalid tersenyum ketika sadar bahwa dirinya sedang bersama Dzi. ia mematikan panggilan dan menatap Dzi yang masih duduk di tempatnya melihatnya.“Sayang&rdq
Mata Dzi terbelalak melihat nama kontaknya disimpan dengan “Yang Mulia Ratuku” ia sama sekali tidak mengira kalau Khalid akan melakukan itu padanya. Ia dianggap sebagai ratu oleh Khalid.“Ya sudah ya, Sayangku. Mas akan pergi dulu. Setelah urusan Mas selesai, Insya Allah Mas akan datang lagi, Assalamualaikum”“Waalaikum salam warahmatullah”Khalid meninggalkan Dzi sendiri di ruang perawatannya. Dzi segera memejamkan mata dan mencoba untuk tidur setelah menyelesaikan salat isya. Ia ingin segera terlelap. Ingin melupakan peristiwa pengeroyokan preman yang sama sekali ia tidak tahu ada motif apa di dalamnya.Beberapa menit berlalu. Dzi masih gagal. Ia hanya mampu memejamkan mata tanpa bisa terlelap. Angannya masih melayang membayangkan perlakuan Khalid. Sangat manis namun membuat Dzi takut. Ia tahu itu dosa. Berdua-dua dengan laki-laki non muhrim dan saling memegang tangan.Bukan maksudnya menerima perlakuan manis i
“Siapa?”Andini menggeleng. Ia ingin sekali cerita semua perasaannya pada Dzi tapi saat ini ia merasa kalau semua belum saatnya.“Kapan-kapan saja deh. Aku ingin kau tahu sendiri. Biar surprise”Dzi mencibir. Ia kesal pada sikap Andini yang tak mau terbuka padanya. ia segera mengibaskan tangannya mengusir Andini dari ruang perawatannya. Ia ingin tidur. Saat bangun nanti ia berharap bisa kembali ke posisi sehat seperti sediakala.“Sudah sana keluar! Aku ingin tidur malam ini”“Yee, bukannya berterima kasih malah kamu mengusir”Dzi merebahkan tubuhnya di dipan. Ia tarik selimut dan mulai memejamkan matanya. Ia benar-benar ingin Andini paham pada kemarahannya dan mengubah jalan pikirannya agar mau menceritakan perihal lelaki yang sedang mengisi hatinya. “Kau benar-benar ingin tidur? Baiklah. Aku keluar. Kalau butuh apa