Nancy terpana menatap pria tampan yang ini sedang menatapnya sambil tersenyum. ia membalas senyumnya dan mengangguk memberi hormat. Ia lupa tujuan awal kedatangannya ke bagian pendaftaran untuk sesaat.
“Dokter Willy? Dokter kapan datang? Mengapa belum datang mengunjungi suamiku di Bogenvil 1, Dok?”
Dokter Willy tersenyum. Ia yang baru saja melihat kepulangan Dzi segera mengajak Nancy untuk duduk di bangku panjang di depan loket pendaftaran. Dokter Willy memandang Nancy sambil menunggu pertanyaan lain yang mungkin akan dilontarkan oleh Nancy. Setelah Nancy tidak menanyakan apapun, ia mencoba angkat bicara.
“Nyonya ada di sini sejak kapan?”
“Tadi jam sepuluh, kira-kira, Dok”
Dokter Willy seperti membayangkan posisi dirinya saat jam sepuluh. Ia baru saja pulang menemui kedua orang tuanya yang datang berkunjung ke apartemennya.
“Jam sepuluh saya masih di rumah, Nyonya. Kebetulan hari ini orang tua saya b
Khalid baru saja keluar dari kamarnya hendak menuju masjid untuk mengikuti kajian bulanan di masjid, ketika tiba-tiba matanya melihat dua laki-laki sedang berdiri di depan masjid menatap rumah Dzi. ia segera mengurungkan niatnya untuk keluar rumah. Khalid segera mengintip mereka dari jendela ruang tamu. Ia ikuti semua gerak-gerik dua laki-laki yang nampak sedang asik mengobrol. Entah apa topik pembicaraan mereka, yang jelas saat ini satu orang menatap rumah Dzi dan satu lagi memegang ponsel sedang menghubungi seseorang.Hari masih sangat terang karena asar baru saja berlalu. Suasana masjid nampak ramai oleh remaja masjid yang sebentar lagi akan menggelar pengajian bulanan. Pengajian rutin yang biasa dilakukan oleh remaja masjid yang diketuai oleh Wildan. Khalid masih berdiri mengamati pergerakan dua laki-laki asing di halaman masjid. Ia segera melangkah keluar rumah menuju masjid dan pura-pura tidak tahu apa yang mereka lakukan.Ia masuk melalui pintu samping. Kedatang
Khalid mendekati Mamanya dan segera menarik tangannya mengajaknya menuju rumah kontrakan. Ia tidak bisa membiarkan Nancy menghina Dzi di depan banyak orang lebih lama.“Mamah apa-apaan sih? Mamah menjelek-jelekkan Dzi dan sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaannya di hadapan remaja masjid yang kini sedang berkumpul? Kasihan Mah”Nancy mengibaskan tangannya melepaskan diri dari cengkeraman Khalid. Ia begitu kecewa ketika anaknya lebih memilih untuk membela wanitanya dibanding mamanya. Nancy memandang wajah Khalid penuh emosi.“Kamu ini, bukannya membela Mama malah memilih menyelamatkan Dzi. seberapa istimewanya dia dibandingkan dengan Saifi? Gadis pilihan Mama lebih baik dari Dzi yang hanya anak pinggiran”“Mamah belum bertemu dengannya. Kalau Mamah bertemu, Mamah pasti akan menyerah dan lebih memilih untuk menyerahkan urusan jodoh padaku”Nancy cemberut. ia ingin berlari meninggalkan Khalid dan bert
“Kita pulang dulu, Hal. Kita beri kesempatan pada Dzi untuk menenangkan hati dan pikirannya. Kalau semua masalahsudah clear dan hati sudah dingin, kita baru bertindak untuk menemuinya”Khalid diam menelaah kalimat Wildan. Sebenarnya ia masih ingin menemui Dzi dan memeluk tubuhnya erat untuk memberikan rasa nyaman padanya tapi melihat Wildan menarik tangannya, ia tidak memiliki kekuatan untuk menolak.Wildan dan Khalid meninggalkan rumah Dzi dalam diam. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing hingga sampai di rumah. Sesampai di rumah, mereka duduk di teras sambil terus mengawasi rumah Dzi yang sepi seperti tak berpenghuni. Khalid berkali-kali mengacak rambutnya, perasaannya benar-benar kacau saat ini. wildan yang melihatnya hanya menggeleng.“Kau adukan semua masalahmu pada Allah, Sahal. Jangan sekali-kali mencari jalan keluar dengan mengadu pada manusia karena mereka sama sekali tidak memiliki solusi terbaik untuk kita”“Ak
“Apakah kau akan tetap di sini atau kembali ke rumah orang tuamu setelah ini?’Khalid memandang Wildan heran. Pertanyaan Wildan benar-benar membuat dirinya frustasi. Ia memang sudah memutuskan untuk tetap tinggal bersamanya di rumah kontrakan, namun ia tidak tahu sampai berapa lama.“Aku akan di sini dulu sampai waktunya tepat untuk pulang”Wildan mengangguk. ia menjadi lega karena saat ada masalah Khalid tetap memilih tinggal bersamanya walau untuk waktu yang tak tahu sampai kapan. Mengenal Khalid adalah anugrah bagi Wildan. Bukan karena dia anak orang kaya atau dia laki-laki sukses di usia yang masih sangat muda. Semua murni karena ia bahagia bisa berbagi masalah dengannya.“Sudah masuk waktu magrib. Kau kumandangkan azan dan aku akan mengembalikan Quran ini ke tempatnya”Wildan terpana mendengar perintah bos arogan.“Kau masih di lingkunganku mengapa arogan seperti itu?”Khalid mengga
Dzi yang sedang frustasi karena hinaan Nancy mengendarai motornya meninggalkan rumah. Hatinya benar-benar hancur menerima kenyataan bahwa dia ditolak oleh ibu dari laki-laki yang dicintainya selama ini. dipermalukan sedemikian rupa oleh wanita yang melahirkan kekasihnya adalah rasa sakit tersendiri baginya.“Yaa Allah, ampunilah aku bila aku sedih karena hinaan manusia padaku. Aku benar-benar sakit hati atas ucapan yang ibunya Sahal ucapkan di hadapan teman-teman remaja masjid, hiks. Ampuni aku karena aku tidak bisa mengendalikan emosi saat ini, hiks”Dzi menyeka air matanya dengan tangan kirinya, sedang tangan kanan ia gunakan untuk memegang kemudi motornya. Sesekali ia kehilangan konsentrasi dan hampir menabrak kendaraan di depannya. Mata Dzi yang kabur karena air mata, membuat dia tidak bisa melihat jalan yang ia lewati.“Hei, kalau sedang menangis jangan naik motor. Kau mau mati karena keteledoranmu hah?”Dzi menoleh ke laki-la
Setelah drama Dzi dan kedua orang tuanya berakhir, Dzi akhirnya melangkah ke kamarnya. Kamar yang ditinggalkannya masih terawat rapi. Ia segera meletakkan tas dan melangkah menuju kamar mandi untuk berwudhu dan melaksanakan salat magrib yang sudah berlalu setengah jam lalu.Dzi masih di atas sajadahnya ketika Amira masuk ke kamar dan menghampirinya. Ia segera menyudahi doanya dan melipat mukena lalu meletakkannya di atas nakas.“Kau datang karena kau sedih kan?”Dzi menunduk. Ia tahu kakak dan kedua orang tuanya pasti sudah mengetahui alasan kepulangannya. Tanpa berniat menjelaskan, Dzi mengangguk. ia mengakui kecerdasan semua anggota keluarganya yang selalu menguntitnya kemana-mana.“Apakah kau akan menyerah setelah calon ibu mertuamu marah-marah?”Dzi menggeleng. ia tahu hatinya sakit tapi ia tahu bahwa cinta yang sudah terlanjur tertancap di hatinya yang gersang sudah sangat kokoh dan tidak akan mati.“Tidak,
Kehidupan baru tanpa Dzi baru saja dilewati Khalid semalam. pagi ini ia duduk di kasur, mencoba memanggil Defandra namun asistennya sama sekali tidak mengangkat panggilan. Khalid meletakkan ponsel di sebelahnya. Ia berdiri lalu melangkah menuju jendela dan memandang pemandangan di luar rumah.Lalu lalang kendaraan di jalan raya adalah pandangan pertama yang ia lihat. Waktu baru menunjukkan pukul enam, namun setiap hari ibukota selalu menampilkan pemandangan yang sama. Hilir mudik kendaraan dari motor sampai kendaraan besar seolah tak pernah putus meski di jalan kecil seperti di gang masjid tempat Khalid tinggal.Ia mencoba mencari motor-motor yang lewat memastikan bahwa salah satu diantara mereka adalah Dzi, wanita yang menghilang sejak kemarin sore. Beberapa kali keningnya berkerut saat melihat motor yang sama dengan milik kekasihnya. Ia menarik nafas dalam. Frustasi dengan kenyataan yang ia hadapi, ia melangkah meninggalkan jendela.Ia raih backpack yang selam
Khalid sampai di tepat parkir yang biasa digunakan oleh Dzi memarkirkan scoopy nya yang kini kosong tak berpenghuni. Beberapa saat ia tatap tempat itu dengan tatapan kosong. Ia merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Ternyata bukan hanya wanitanya yang membuat hatinya sakit. Saat tahu tempat motornya tak berpenghuni pun, ia merasakan hal yang sama.“Kemana kamu, Sayang? Mengapa kau tidak ke tempat favoritmu? Padahal kau selalu ke sini ketika sakit.”Khalid melangkah meninggalkan tempat parkir menuju gasebo dimana di sana biasanya ia melihat Dzi membuka laptop dan menghabiskan waktu istirahatnya dengan berjam-jam bersama si hitam, Laptop kesayangan Dzi. Khalid duduk di gasebo sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia melihat ada sebuah jalan rahasia ari gasebo menuju sebuah lapangan di belakang Alfitrah. ia ingin masuk, namun ia gagal. Gerbang yang besar menghalanginya untuk mengamati tempat rahasia yang ada di sana. Hanya ada ringkikan kuda