"Abang udah mikir sampai sana?"Sebuah pertanyaan terlontar secara spontan dari mulut Amanda sebagai tanggapan pernyataan cinta Aldo yang begitu tiba-tiba. Amanda bahkan belum menjawab pernyataan Aldo mengenai perasaan lelaki itu dan Aldo susah begitu jauh membahas tentang pernikahan? Mendapat pertanyaan macam itu, Aldo malah tertawa dengan begitu renyah. Hanya sebentar, karena didetik selanjutnya Aldo kembali menatap Amanda dengan tatapan serius dan seulas senyum manis. "Memang kenapa? Kamu pikir Abang macarin kamu cuma buat main-main aja? Abang serius!" tegas Aldo kemudian. "Ya mungkin memang kita perlu masa pendekatan dan pengenalan satu sama lain, Dek. Tapi tujuan Abang ya ke sana, nggak cuma mau ngajakin anak orang jalan rontang-runtung berdua aja."Entah bagaimana raut wajah Amanda sekarang, dia sendiri tidak tahu. Yang jelas rasanya tubuh Amanda begitu ringan. Ia seperti melayang mendengar kalimat-kalimat yang terucap dari mulut itu. Sebuah kalimat paling manis yang sama seka
Tok ... Tok ... TokTerdengar suara ketukan di pintu, Aldo mengerjapkan mata. Berusaha membuka matanya lebar-lebar guna melirik jam dinding yang tergantung di tembok. "Ah sudah pagi rupanya!" Angka 6 yang ditunjuk jarum jam, pantas saja pintu kamarnya sudah ada yang mengetuk. Aldo dengan malas berusaha bangkit, menguap sejenak ketika ia berhasil duduk di tepi ranjang. Tok ... Tok ... TokKembali suara ketukan itu terdengar membuat Aldo kontan bangkit dan melangkah menuju pintu. Dengan cepat Aldo meraih gagang pintu, memutar kunci dan membuka pintu itu dengan segera. "Siapa si--"Aldo tercekat, nampak Amanda sudah berdiri di depan pintu dengan nampan berisi secangkir kopi dan setangkup roti isi. "Sarapan dulu yuk, Bang?" desisnya sambil menyunggingkan senyum. Aldo menghirup udara dalam-dalam, nampak mata Amanda sedikit bengkak. Tapi apa peduli Aldo? Dan menu di nampan itu ... kenapa dia bisa tahu kalau Aldo tidak terbiasa makan nasi untuk makan pagi? "Ok. Terimakasih!"Dengan se
"Kamu ngapain di sini?"Amanda tersentak, sosok itu sudah berdiri di belakangnya, membuat Amanda rasanya seperti hampir pingsan. Tidak ada hal paling menyeramkan baginya kecuali bertemu dengan wanita ini. "A-anu, Ma ... Amanda anter sarapan buat Bang Al." jawab Amanda yang langsung menundukkan wajah. "Nggak usah panggil Mama, kan saya udah bilang dari dulu!" tegas suara itu dengan nada tak suka. "Nggak kamu kasih macem-macem kan di makanannya? Atau kamu mau bikin Aldo mbangkang lagi sama mamanya?"Jleb! Spontan Amanda mengangkat wajah, menatap sosok itu dengan tatapan terkejut dan tidak percaya. Sebenarnya ini bukan kali pertama Amanda dituduh 'memberi sesuatu' pada Aldo, tapi Amanda benar-benar tidak menyangka kalau bahkan dalam kondisi Aldo yang menolak dan sama sekali tidak mengingat dirinya, sang mama mertua masih menuduhnya demikian. "Ya ampun, Ma ... demi Tuhan, Amanda ngga--""Sudah di bilang jangan panggil saya mama! Sejak ka--""Kamu datang pagi-pagi ke rumah orang cuma m
"Kenapa sih ribut-ribut, Ma?"Aldo menatap Yuri dengan tatapan tidak mengerti. Mereka sudah berada di dalam sekarang, menjauh seperti apa yang tadi Adnan perintahkan. "Mana sarapan yang dianter sama perempuan tadi?" bukannya menjawab, Yuri malah fokus pada makanan itu."Astaga! Ini loh, Ma." Aldo menunjuk nakas, membuat Yuri segera meraih nampan itu dan membawanya menuju kamar mandi. Ia menuang kopi ke dalam kloset lalu membilasnya, mengambil setangkup roti isi dan membuang makanan itu ke dalam tempat sampah yang ada di dalam sana. "Kamu makan saja bubur yang Mama bawa, jangan pernah makan makanan yang dikasih wanita itu tadi, mengerti?"Aldo melongo, sungguh dia tidak mengerti dengan apa maksud dari mamanya ini. Ia menatap wanita itu yang nampak tengah mengeluarkan styrofoam dari plastik yang dia bawa dia taruh ke atas nampan dan tak lupasegelas teh hangat yang dibungkus cup plastik di sana."Nih ... makan dulu, Al!"Asap nampak masih mengepul dari styrofoam itu, Aldo menatap nan
"Mama nggak ribut-ribut lagi, kan?" Mendengar pertanyaan itu Yuri kontan mengerucutkan bibir. Ia segera menutup pintu dan melangkah menghampiri Aldo yang sedang menikmati bubur yang tadi dia bawakan. "Memang sejak kapan Mama kamu ini jadi tukang bikin onar, Al?" tanya Yuri seraya menarik kursi dan duduk di atasnya. "Buktinya, Mama ribut-ribut tadi pagi." jawab Aldo dengan begitu enteng.Yuri mendecih, ia melangkah membuka lemari pakaian. Di dalam lemari itu kosong, membuat Yuri menoleh dan menatap Aldo dengan tatapan tidak mengerti. "Bajumu kemana, Al?"Aldo menghentikan suapan bubur, dibalasnya tatapan itu dengan malas. Ia meraih gelas yang tergeletak di atas nakas, lalu meneguk isinya perlahan. "Di kamar atas, Ma. Aldo belum sempet bawa pindah baju ke bawah sini."Yuri mendesah panjang, ia menggeleng perlahan lalu melangkah keluar kamar tanpa berkata-kata lagi. Yang dia tuju adalah dapur, tentu dia berharap sosok Mbak Tik masih berada di sana. Dan benar saja! Mata Yuri berbina
"Kamu mikir apa, Al?"Yuri melirik Aldo yang duduk di sebelahnya, nampak ia tengah berpikir keras. Tapi entah apa yang dia pikirkan, Yuri sama sekali tidak tahu. "Aldo cuma nggak habis pikir aja, Ma. Kenapa Aldo sama sekali nggak bisa ingat sama istri Aldo sendiri? Padahal kan--""Al ... Mama kan udah bilang, entah apa yang dia lakukan kepadamu, dulu kamu benar-benar berbeda! Kamu bahkan berani melawan Mama, entah apa yang terjadi, Mama juga nggak tahu!""Masa sih, Ma? Aldo ngelawan yang kayak gimana sih? Kenapa dari kemarin Mama bilang begitu?" Aldo tidak mengerti, ia duduk dengan lirik penuh tanda tanya ke arah Yuri. Yuri mendengus kesal, wajahnya benar-benar nampak tidak suka. Ia tidak langsung menjawab, ia menghentikan mobilnya di belakang garis putih. "Kamu sama sekali tidak mau dengerin mama, Al! Mama nggak setuju kamu nikah sama perempuan itu. Tapi apa jawabmu dulu, kamu malah salahin Mama dan lain-lain." suara itu terdengar begitu kesal, sementara Aldo, ia masih mencoba men
"Lama-lama habis kesabaran aku hadapin wanita itu!" Redita yang tengah membersihkan wajah kontan menghentikan sapuan kapas ke wajah. Ditatapnya sang suami dari pantulan kaca. "Gitu-gitu dulu istrimu loh, Mas!" gumam Redita sengaja menggoda. Wajah Adnan makin keruh, ia membuang muka membuat Redita terkikik tanpa suara. Ia tidak cemburu mantan istri suaminya bolak-balik ke rumah ini, karena Redita tahu suaminya tipe lelaki setia dan tidak akan pernah jatuh kembali pada pelukan wanita itu. "Dulu dia masih waras, sekarang nggak tahu kenapa dia jadi nggak waras kayak gitu!" ujar Adnan sekenannya. "Hush!" Redita menoleh, menatap gemas ke arah suaminya. "Nanti Aldo denger jadi masalah, Mas!" Tentu Redita tidak mau menambah masalah. Aldo sedang dalam masa di mana sebagian memorinya menghilang. Yang mana hal itu membuat Yuri bergerilya hendak melakukan sesuatu yang sejak dulu sekali ingin dia lakukan, yaitu memisahkan Aldo dengan istrinya, Amanda yang tengah hamil lima bulan! "Biarin!
"Al, nanti Amanda ada jadwal cek kandungan, kamu temenin, ya?"Suara denting sendok terhenti, Amanda yang tengah mengoles selai ke selembar roti kontan menoleh menatap sang suami yang tampak tertegun dengan macam patung. Lelaki itu kontan mengangkat wajah, menatap sang papa yang tampak tengah memperhatikan dirinya itu. "Maaf, Pa. Aldo udah ada janji sama Mama."Cless! Sebuah jawaban yang sangat tidak Amanda harapkan keluar, keluar juga dari mulut lelaki itu. Bahkan Aldo sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Mengabaikan Amanda seolah-olah Amanda memang tidak pernah ada di antara mereka. "Janji kemana sih, Al? Sepenting apa sampai-sampai istri kamu mau cek kandungan aja kamu pilih pergi sama mama kamu?" protes Adnan nampak kesal. Aldo meletakan sendok di piring. Sementara Amanda, ia memilih untuk menundukkan wajah guna menghibur hati dan dirinya sendiri. Memang apa yang Amanda harapkan di sini? Aldo akan dengan antusias mau mengantarkan dia pergi ke ruang praktek dokter Lili? Yang b