Leyna menekuk alisnya, bingung dengan tempat di sekelilingnya. Tiba – tiba saja ia berada di atas ranjang besar di dalam kamar yang juga tak kalah megah. Suasana yang ia rasakan ini juga terasa aneh. Samar – samar ia mendengar suara pria di balik pintu. Leyna yang penasaran, perlahan mendekat, tanpa menimbulkan setitik suara, dan mengintip dari celah pintu yang ia buat dengan penuh kehati – hatian. Pria itu memiliki postur tubuh yang kekar dan tinggi. Leyna merasa familiar dengan postur tubuh itu. “Dia bersamaku sekarang.” “Lalu bagaimana? Aku tak bisa melakukannya!” Pria itu terlihat frustasi. Terbukti dengan suaranya yang meninggi. “Dia lemah, aku tak bisa melakukannya. Akan kutungu dia hingga sadar. Aku berjanji akan melakukan apapun yang kau suruh,” ujar Pria itu pada pihak seberang. Leyna tak menangkap maksud pembicaraan mereka. Yang pasti, di leher belakang Pria itu terdapat tato bergambar busur dan panah yang mengarah ke atas. Setelah itu, tak ada lagi yang dapat ia lakukan
Leyna kali ini sudah kembali tinggal di apartemennya sendiri. Ia masih sungkan bila menetap terlalu lama di kediaman Evanthe, milik pamannya. Lagi pula ia juga butuh waktu sendirian agar lebih leluasa untuk menyiapkan wisudanya nanti. Saat ini, Leyna tengah duduk di sofa empuknya. Memandang beragam jenis tumbuhan yang baru saja ia beli untuk dekorasi rumahnya. Ia ingin menyegarkan pandangannya di dalam apartemen yang sangat monoton itu. Saat ia akan menyeruput secangkir teh jasmine yang ia genggam, getaran di ponselnya mengalihkan perhatiannya. Leyna meletakkan cangkir estetik itu dan meraih poselnya untuk melihat isi dari notifikasi tadi. Big City Mall, Gacca Shop, 10:00 AM Leyna memandang arah jamnya yang menunjukkan pukul sembilan. Masih ada waktu untuk pergi ke sana. “Baiklah, mari kita bersiap.” ujarnya pada diri sendiri seraya bangkit dan mempersiapkan segalanya. *** “Tolong ambilkan aku sepatu yang terbaik di sini!” pinta Olivia pada penjaga Fashion store itu. Ia dengan an
Acara wisuda kampus Columbia University itu berjalan dengan khidmat. Seperti biasa, wisuda diadakan di ruangan terbuka yang sudah terisi dengan ribuan wisudawan di sana. Setelah acara pembukaan yang diisi sambutan dari rektor, penampilan – penampilan menarik, kini pengumuman wisudawan berprestasi akan diumumkan.Dalam ingatannya, Leyna termasuk ke dalam kategori itu. Ia dipanggil sebagai tiga besar wisudawan berprestasi berdasarkan banyaknya penghargaan yang ia dapat dulu. Di posisi sepuluh besar, Olivia menyusul. Adik tirinya itu juga cukup berprestasi. Sayang, sifatnya tak mencerminkan itu semua.“Wisudawan berprestasi kesepuluh, Olivia Ailee Manston.” Nama itu diucapkan dengan lantangnya. Suara tepukan tangan juga ikut meramaikan. Kamera menyorot Olivia yang dengan bangganya menampilkan senyuman terbaiknya. Olivia berjalan dengan penuh percaya diri. Percayalah, jika kau tak mengetahui sikap busuk Olivia, pasti akan mengakui kesempurnaan yang dimiliki perempuan itu.Leyna hanya du
“Wisudawan terbaik ketiga, Leyna Reese Manston.” Akhirnya, nama itu terucapkan juga. Leyna berdiri dengan senyum anggunnya. Berjalan dengan penuh keeleganan dengan sorakan yang sangat meriah. Entah bagaimana juga tangkai bunga mawar saling berterbangan menghujani Leyna seiring langkahnya menuju ke panggung. Leyna tersenyum lebar, terkesima dengan hujan bunga yang ia dapat. Padahal, tadi tak ada sambutan seperti itu untuk wisudawan berprestasi lainnya. Semua berjalan lancar hingga ia menerima penghargaan di atas panggung. Tak seperti Olivia yang sangat setia dengan wajah kusutnya.***“Leyna!” panggil Reynand seraya melambaikan tangannya saat melihat keponakannya dari jauh.Leyna yang mengetahui keberadaan pamannya itu kemudian berlalri kecil untuk menghampirinya. “Paman!” pekiknya seraya menghamburkan pelukan kepada Reynand.“Oh, dear. Kau memang luar biasa. Lihatlah apa yang kau bawa ini?!” Reynand tersenyum bangga pada pencapaian Leyna. Bahkan, ia sudah seperti orang tua Leyna saja.
Olivia masih kesal dengan apa yang dialaminya saat wisuda kemarin. Edric tiba – tiba saja bersikap seperti orang asing dengannya dan kejadian memalukannya itu. Bagaimana bisa seorang Olivia terjatuh dua kali di depan banyak orang dan dilempari dua butir telur saat acara wisudanya? Ia sangat ingin menemukan pelakunya. Jangan lupakan tentang sepatu yang ia beli. Ia sudah datang ke sana dengan semua letupan emosinya. Menanyakan tentang kelayakan dan kualitas sepatu yang dijual merk itu. Tetapi, jawabannya malah membuat ia semakin kesal.“Lihatlah! Aku menghabiskan uangku tidak sedikit untuk barang rusak ini! Merk kalian terkenal, tapi kenapa bisa rusak seperti ini, huh?!”“Tenanglah, Nona. Kami bisa menyakinkan anda jika produk kami memiliki kualitas yang baik. Untuk kerusakan yang anda alami berada diluar kehendak kmai. Sebelum paket diantarkan, produk sudah kami cek kembali. Anda bisa lihat video yang kami ambil sebagai bukti,” Manager toko itu mencoba untuk menjelaskannya dengan seten
Leyna saat ini dilanda kebingungan. Lexi dan Chloe baru saja mengundangnya untuk bergabung di club nanti malam sebagai perayaan kelulusan mereka juga untuk salam perpisahan karena Chloe akan segera melanjutkan hidupnya di luar negeri. Ia bimbang, mereka baru saja dekat kemarin. Ia juga belum mempercayai mereka sepenuh hati. Tetapi, akalnya menginginkan untuk pergi ke sana. Bersenang – senang melepas pikiran dan menikmati suasana club yang belum pernah ia rasa.“Oke, aku akan pergi.” Balasnya kepada mereka lewat pesan teks.Leyna kemudian menyiapkan segala yang ia butuhkan. Meskipun masih kurang empat jam lamanya, tak masalah, bukan?Heaven Club, 23:00 PMLeyna sudah sampai di club bersama Chloe dan Lexi. Meskipun ini pertama kalinya bagi Leyna, ia dapat menyesuaikan diri. Ia memakai riasan sedikit bold yang sebenarnya ia lakukan agar tidak ada orang yang mengenalinya. Pakaian yang ia kenakan tak terlalu terbuka. Ia hanya memakai mini dress hitam di atas lutut yang menampilkan bahu mul
Dalam kesadarannya yang sudah mulai kembali, Leyna dapat mendengar samar – samar percakapan dua orang pria tak jauh dari tempatnya berbaring. Namun, tentu saja Leyna masih menutup matanya, berpura – pura tak sadarkan diri guna melihat situasi. Ia juga menyempatkan untuk meraba tubuhnya pelan dan merasakan pakaiannya masih lengkap. Ia benar – benar lega akan itu.Secara perlahan, tangan Leyna bergerak mengambil botol kecil di dalam sakunya. Ia lantas membuka sedikit pandangannya dan melihat kedua pria itu duduk di sofa seberang. Penampilan pria itu tak seperti yang Leyna bayangkan. Pria berbadan kekar mengerikan dengan tato di seluruh tubuhnya atau tindik di beberapa bagian tubuh. Yang berada di dalam ruangannya ini berbeda. Kedua pria itu tampak seperti pria normal dengan setelan kemeja formal.“Sebenarnya, apa yang direncanakan Olivia?” pikir Leyna tak mengerti skenario Olivia.“Apa ia ingin merekamku yang melakukan hubungan tak pantas dengan kedua pria itu? Yang nantinya akan ia seb
“Pakailah ini dan rapikan rambutmu,” ujar Liam. Saat ini, ia tengah berada di dalam lift bersama Leyna, kekasih bos sekaligus sahabatnya.Leyna mengerutkan alisnya melihat kacamata hitam yang disodorkan Liam. Seakan mengerti kebingungan perempuan di sampingnya itu, Liam menjelaskan. “Di depan, ada beberapa awak media yang aku rasa suruhan adikmu. Jadi, rapikan dirimu dan tolong bersikaplah seperti biasa. Apa kau bisa?” tanya Liam hati hati. Sebenarnya, ia tahu. Tak etis jika meminta seseorang menyembunyikan rasa takut akibat trauma yang dialam seperti kasusi Leyna. Tetapi bagaimana lagi? Setidaknya dengan bersikap biasa selama beberapa menit akan menggagalkan rencana busuk yang akan menghancurkan Leyna selamanya.Leyna mengangguk. Ia lantas mengambil kacamata hitam itu dan merapikan penampiannya. Cukup bermodalkan jari dan kaca lift, ia dapat memperbaiki penampilannya yang berantakan. Ia juga membersihkan lipstik yang tak karuan di pinggir bibirnya, dengan sapu tangan yang diberikan