Beranda / Romansa / Menikah Dengan Keponakan / 1. Jangan Panggil Aku Tante!

Share

Menikah Dengan Keponakan
Menikah Dengan Keponakan
Penulis: Aeris Park

1. Jangan Panggil Aku Tante!

Penulis: Aeris Park
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-02 15:38:27

Gadis lajang berusia dua puluh sembilan tahun itu mematut diri di depan cermin. Floral dress tanpa lengan berwarna putih gading melekat indah di tubuhnya. Rambut hitam panjangnya dibuat sedikit bergelombang di bagian bawah, menutupi bahunya yang sedikit terbuka. Make up tipis membuat penampilan gadis bertubuh mungil itu terlihat semakin cantik.

"Okay, semua sudah perfect," ucap gadis bernama Aeris itu setelah memoles lipstik berwarna nude di bibirnya. Sebentar lagi dia akan menghadiri acara reuni yang diadakan oleh keluarganya setiap setahun sekali. Aeris harus siap menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh keluarga besarnya. Mulai dari pekerjaan, hubungan asmara, juga pernikahan. Entah apa yang membuat Aeris betah melajang di usianya yang hampir kepala tiga. Padahal saudara perempuannya sudah banyak yang menikah, bahkan memiliki anak.

"Mau pergi ke mana, Amor?"

Aeris memutar bola mata malas mendengar ucapan lelaki berkulit tan yang tinggal di sebelah apartemennya.

"Jangan panggil aku Amor karena aku bukan cintamu."

"Mau pergi ke mana, Cantik?"

Aeris menghela napas panjang mendengar ucapan Kai barusan. "Terima kasih atas pujiannya. Aku mau pergi ke mana itu bukan urusanmu."

Aeris berjalan melewati Kai begitu saja karena sejak awal dia memang kurang menyukai lelaki play boy yang tinggal di sebelah apartemennya itu. Sebab setiap malam Kai selalu membawa wanita berbeda ke apartemennya.

Entah apa yang Kai lakukan dengan wanita itu?

Ah, membayangkannya saja sudah membuat tubuh Aeris bergidik.

Aeris memasukkan mini cooper kuning miliknya ke halaman rumah keluarga Yasodana. Ternyata sudah banyak mobil milik anggota keluarga Yasodana yang terparkir nyaman di sana. Sepertinya dia menjadi orang terakhir yang datang ke acara reuni.

"Tante Aeris!"

Aeris menghela napas panjang. Gadis itu terpaksa tersenyum mendengar panggilan dari para keponakan untuknya. "Sudah berapa kali kak Aeris katakan. Jangan panggil kak Aeris 'Tante'. Mengerti?"

Kelima anak kecil itu kompak mengangguk. "Mengerti, Kak."

"Bagus." Aeris menepuk puncak kepala keponakannya itu satu persatu dengan penuh sayang, lantas mengeluarkan beberapa buah lolipop dari dalam tas yang dibawanya.

"Aku mau, aku mau." Keponakan Aeris itu saling berebut meminta lolipop.

"Eh, baris yang rapi dulu. Nanti kak Aeris bagi lolipop ini satu-satu." Aeris mengangkat lolipop itu tinggi-tinggi agar jauh dari jangkauan keponakan kecilnya.

Mereka langsung membentuk barisan seseuai perintah Aeris agar mendapat lolipop. Aeris terkikik geli melihatnya lantas membagi lolipop yang dibawanya kepada mereka.

"Terima kasih, Kak Aeris." Para keponakan Aeris mengecup kedua pipi gadis itu bergantian setelah menerima lolipop.

"Sama-sama." Aeris masih mempunyai satu buah lolipop di tangannya. Dia memang sengaja membeli enam buah lolipop karena keponakannya yang masih kecil ada enam.

Kedua mata Aeria sontak berbinar ketika melihat seorang anak laki-laki yang sedang asyik bermain tablet. Aeris pun bergegas menghampiri anak tersebut.

"Hai, Dio," sapa Aeris terdengar ramah.

Anak lelaki bernama Dio itu bersedekap, sepasang mata hezel miliknya menatap Aeris dengan malas.

"Ini, untuk kamu."

"Gigi Dio nanti bisa rusak kalau kebanyakan makan permen."

Aeris menarik napas panjang. Gadis itu tidak tahu Dio mewarisi sifat dingin siapa karena kedua orang tua keponakannya itu sangat ramah.

"Kalau hanya satu nggak akan merusak gigi kok, ambillah." Aeris meraih telapak tangan Dio, lalu menaruh lolipop itu di atasnya.

"Tapi kakak sering bilang gigi Dio nanti bisa ada lubangnya kalau kebanyakan makan permen," ucapnya polos.

Aeris tersenyum. Di balik sifat dinginnya Dio tetaplah anak-anak. Sangat menggemaskan.

"Kakak kamu berbohong, sudah makan saja."

Dio menatap lolipop di tangannya dengan ragu. "Jangan bilang kakak kalau Dio hari ini makan permen ya, Tante," ucapnya malu-malu.

"Siap, Bos!" Aeris memberi hormat pada Dio seolah-olah siap melaksanakan perintah anak itu.

"Aeris Lilyana!"

Aeris sontak berbalik ketika mendengar namanya dipanggil. "Ibu!" teriaknya sambil melemparkan diri ke dalam dekapan wanita paruh baya yang sudah merawatnya sejak kecil.

"Dasar anak nakal!"

"Aduh, Ibu. Sakit!" Aeris meringis karena Hana menarik telinganya lumayan kuat.

"Ibu kan, sudah menyuruh kamu pulang dari kemarin. Kenapa kamu baru pulang sekarang?"

Aeris meringis sambil mengusap telinganya yang terlihat memerah. "Aeris sibuk."

Hana memutar bola mata mendengar jawaban putri bungsunya. "Sibuk apa? Nulis novel atau ngurus butik?"

"Dua-duanya," jawab Aeris tanpa berani menatap Hana karena dia tidak menulis novel sekarang, butiknya pun sudah ada teman yang membantu mengelola.

"Kemarin teman ibu sudah datang jauh-jauh dari Jogja ingin ketemu sama kamu. Tapi kamunya malah nggak ada. Kamu itu selalu bikin ibu malu."

Aeris malah terekekeh tanpa dosa. "Ya, maaf."

"Maaf-maaf," sungut Hana kesal. "Umur kamu itu sudah mau tiga puluh tahun, Aeris. Mau sampai kapan kamu melajang?"

Aeris menaruh jari telunjuknya di dagu, seolah-olah sedang berpikir serius. "Nggak tahu, mungkin selamanya—aduh! Kenapa Ibu memukul kepalaku lagi?"

"Kamu lihat Hera, dia sudah mempunyai anak tiga padahal umurnya baru dua puluh lima tahun."

Aeris pun mengikuti arah pandang Hana, melihat Hera dan suaminya yang sedang bermain bersama si kembar tiga.

"Lalu?" tanyanya malas.

"Kamu lihat Maura. Dia sekarang sedang hamil anak kedua padahal umurnya baru dua puluh tiga tahun."

Aeris pun mengikuti arah telunjuk Hana, melihat Maura yang sedang duduk bersandar pada suaminya. Mereka terlihat manis sekali, membuat siapa pun yang melihat iri, tapi tidak dengan Aeris.

"Lalu Aeris harus apa, Ibu?"

"Menikahlah, Sayang. Ibu sudah sangat tua. Ibu juga ingin menimang cucu dari kamu sebelum menutup mata."

"Umur Ibu baru enam puluh lima tahun. Ibu belum terlalu tua."

"Anak ini!"

Aeris refleks beringsut karena Hana ingin memukul kepalanya lagi. "Ibu kan, sudah punya cucu dari kak Aerin."

"Tapi Leon dan Dio sudah terlalu besar. Ibu sudah tidak kuat menggendong mereka."

"Eh, iya juga, sih." Aeris malah terkekeh.

"Karena itu cepatlah menikah dan beri ibu cucu."

Aeris memutar bola mata malas. "Kalau Ibu ingin cucu, Aeris bisa memberi tanpa harus menikah."

"Kamu ini kalau bicara suka ngawur. Dasar anak nakal!" Hana ingin menjewer telinga Aeris lagi, tapi gadis itu berhasil menghindar.

"Aeris, haus. Aeris ambil minum dulu ya, Bu?"

Bruk ....

Aeris tanpa sengaja menabrak seseorang hingga membuat minuman yang dibawa orang tersebut tumpah, mengotori kemeja putih yang dipakainya.

"Aduh, maaf, ya. Kakak nggak sengaja." Aeris segera mengambil sapu tangannya untuk membersihkan kemeja lelaki bertubuh jangkung tersebut.

"Aduh, kok, nodanya nggak bisa hilang. Bagaimana ini?"

Lelaki itu menarik napas panjang, berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak karena Aeris membuat kemeja putih pemberian mantan kekasihnya kotor.

"Kamu lepas saja deh, biar kakak cuci dulu."

"Tidak perlu, Tante," tandas Leon terdengar dingin lalu pergi dari hadapan Aeris.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
reuni keluarga..biasanya reuni sekolah
goodnovel comment avatar
Aeris Park
Terima kasih (⌒▽⌒)
goodnovel comment avatar
Bualan Kenyataan
sangat menghibur
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menikah Dengan Keponakan   127. Baby Twins ~end

    Seorang dokter dan empat orang perawat akan membantu proses persalinan Aeris. Mereka semua perempuan karena Leon tidak ingin Aeris ditangani oleh dokter maupun perawat laki-laki. Dia memang possesive."Tarik napas panjang Sayang, embuskan." Leon berusaha menenangkan Aeris meskipun dia sendiri juga panik karena sebentar lagi Leon junior akan lahir ke dunia."Kenapa kamu membuatku hamil, Leon? Aduh, rasanya sakit sekali!" Aeris menarik rambut Leon kuat-kuat hingga membuat Leon meringis kesakitan."Aduh, Sayang, sakit!"Aeris terus mengaduh kesakitan. Perutnya seperti akan terbelah karena suatu di dalam sana berusaha merangkak keluar. Sepasang bayi kembar, kacang kecilnya.Aeris tanpa sadar meremas tangan Leon semakin erat karena perutnya benar-benar terasa sakit."Aduh, Sayang, sakit. Jangan meremas tanganku terlalu kuat!"Aeris tidak peduli Leon meringis kesakitan karena perutnya benar-benar sakit."Tarik napas panjang dan keluarkan perlahan-lahan."Aeris pun mengikuti perintah dokter.

  • Menikah Dengan Keponakan   126. I'm Sorry, Honey

    Leon tersenyum tipis. Sangat tipis dan nyaris tidak terlihat. Penyesalan, rasa bersalah, juga rindu yang teramat dalam terpancar jelas dari kedua sorot matanya saat menatap Aeris."Pizza pesanan Anda sudah datang, Nona."Aeris menepis pizza di tangan Leon dengan kasar lantas melemparkan diri dalam dekapan lelaki itu. Tangis Aeris seketika pecah. Dia sangat mencintai Leon dan tidak ingin berpisah dengan lelaki itu."Aku tidak ingin berpisah denganmu, Leon. Aku mohon, jangan pernah ceraikan aku," gumam Aeris dengan suara gemetar.Leon menarik napas panjang. Hatinya begitu sakit melihat air mata yang membasahi pipi Aeris. Leon merasa sangat menyesal sudah menyakiti Aeris dan membuat wanita yang dia cintai itu menangis."Aku takut sekali karena kamu tiba-tiba tidak peduli dan bersikap dingin lagi kepadaku, Leon. Aku nyaris gila karena memikirkan nasib pernikahan dan buah hati kita. Aku takut kamu akan menceraikanku ....""Maaf," ucap Leon sambil mengecup puncak kepala Aeris berkali-kali.

  • Menikah Dengan Keponakan   125. Penyesalan Leon

    Leon menghela napas panjang. "Aku pikir pernikahanku dan tante Aeris akan berjalan baik-baik saja dan berakhir bahagia sampai maut memisahkan kami berdua. Tapi kenyataannya tidak, tante Aeris ternyata mencintai lelaki lain."Meeta terhenyak medengar ucapan Leon barusan. "Aeris tidak mungkin mencintai lelaki lain, Leon. Sebagai sesama perempuan aku bisa melihat dengan jelas kalau Aeris sangat mencintai kamu."Leon mengangkat kedua bahunya ke atas, kesedihan dan kekecewaan terpancar jelas dari kedua sorot matanya. "Terserah kalau kamu tidak percaya. Tapi aku lihat dengan mata kepalaku sendiri kalau tante Aeris sedang berpelukan mesra dengan lelaki lain.""Memangnya kamu tahu siapa lelaki yang dicintai Aeris?"Leon mengangguk."Siapa?" tanya Meeta ingin tahu."Aku malas menyebut namanya. Terima kasih banyak sudah mau mengobati lukaku, Meeta."Meeta mengangguk. "Sama-sama. Sebaiknya selesaikan masalahmu dengan Aeris baik-baik. Aku harap kalian tidak akan pernah berpisah."Leon mengangguk

  • Menikah Dengan Keponakan   124. Lelaki Paling Bodoh

    Aerin hanya bisa diam melihat Setya yang memukul Leon karena dia juga kecewa dengan keputusan putra sulungnya itu.Leon mendesis sambil mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan sedikit darah. Rasanya sangat perih bercampur dengan ngilu. Rahangnya pun seolah-olah patah karena pukulan Setya sangat keras. "Untuk anak, Papa tenang saja. Leon akan tetap tanggung jawab."Rahang Setya semakin mengeras. "Anak bodoh! Tolol! Pernikahan itu bukan main-main, Leon!""Leon tidak pernah mempermainkan pernikahan, tapi tante Aeris yang telah mempermainkan perasaan Leon. Ugh...!" Leon memegangi perutnya karena Setya tiba-tiba menendangnya dengan cukup keras."Anak bodoh! Selama dua puluh lima tahun menikah papa selalu berusaha membuat mamamu jangan sampai meneteskan air mata, tapi kamu malah tega membuat Aeris menangis. Di mana hatimu, Leon?""Hati Leon sudah lama mati.""Leon!" Setya menghajar Leon tanpa ampun untuk melampiaskan amarah sekaligus kekecewaannya. Leon tidak bisa melawan karena sang ayah

  • Menikah Dengan Keponakan   123. Mr. Idiot 3

    Hana berjalan cepat menghampiri Leon dan menggebrak meja dengan cukup keras hingga membuat cucu kesayangannya itu berjingkat kaget. Kedua mata Hana menatap Leon tajam, dadanya naik turun menahan emosi yang siap untuk meledak."Kenapa Nenek datang ke kantor Leon?" tanya Leon berusaha tetap tenang."Kenapa kamu ingin menceraikan Aeris, Leon? Apa kamu sudah kehilangan akal?"Leon tanpa sadar menelan ludah, terkejut karena Hana tahu kalau dia ingin menceraikan Aeris. "Da-dari mana Nenek tahu?""Aeris sudah menceritakan semuanya sama nenek. Kamu itu sudah dewasa, Leon. Masalah itu harus dihadapi dan diselesaikan dengan baik-baik. Jangan malah lari seperti seorang pengecut."Leon mengembuskan napas kasar sebelum bicara. "Untuk apa Leon mempertahankan pernikahan ini kalau tante Aeris tidak sungguh-sungguh mencintai Leon, Nek?"Mulut Hana sontak menganga lebar. "Kamu benar-benar bodoh, Leon. Aeris itu cinta mati sama kamu. Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu?"Leon malah mendengkus. "Nene

  • Menikah Dengan Keponakan   122. Stres!!!

    "Sshh ...." Aeris memegangi kepalanya yang terasa berdenyut lalu menarik napas dalam-dalam karena perutnya tiba-tiba saja terasa kram. Semoga kacang kecilnya baik-baik saja.Aeris kembali menarik napas panjang, tapi rasa sakit di perutnya tidak mau hilang. Sakitnya malah semakin menjadi-jadi. Dia pun meraih ponselnya yang ada di atas meja karena ingin menghubungi Leon.Namun, nomor Leon lagi-lagi tidak aktif. Aeris pun beranjak ke kamar karena ingin beristirahat, akan tetapi dia tidak sanggup berdiri karena kedua kakinya terasa sangat lemas. Aeris ingin meminta tolong pada Bik Ijah, tapi dia lupa kalau asisten rumah tangganya itu sedang izin pulang kampung. Aeria benar-benar sendirian di rumah.Aeris ingin meminta tolong pada Anne, tapi dia tidak jadi melakukannya karena sahabatnya itu pasti lelah setelah mengurus butik sendirian. Aeris tidak mungkin minta tolong Sean karena cowok itu sedang fokus belajar untuk mengukuti ujian.Aeris merintih karena perutnya semakin terasa sakit. Dia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status