Share

Enam

Penulis: Chew vha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-09 15:51:33

Indah sekali gedung besar yang ada di hadapanku. Sepanjang jalan ke ruangan, aku tak berhenti memuji tempat besar ini.

"Jangan, norak," bisik Mas Brian di telingaku. 

Aku hanya mengerucutkan bibir, suka kesel dengan mulut lemes Mas Brian. Sesaat kami sudah berada di ruang yang cukup luas. Tertata dengan rapi, tetapi hanya ada satu kamar, ruang santai, dapur dan kamar mandi. 

Mas Brian langsung ke kamar mandi, katanya keringatan dan mau mengguyur badan.

Aku merebahkan tubuh di kasur. Rasanya lelah sekali, kupejamkan mata berharap rasa capek ini akan hilang besok. Beberapa menit, tapi kembali terdengar suara nyaring Mas Brian.

"Fitri! Ngapain kamu tidur di kasur?" teriak Mas Brian. 

Dengan berat kubuka mata perlahan. Kulihat Mas Brian sudah segar dengan rambut basah. 

"Lah, terus aku tidur di mana?" 

"Sofa," jawabnya ketus. 

"Nggak mau! Mas Brian aja yang di sofa, aku di kasur," ucapku dengan penekanan. 

Mas Brian menarik tanganku, aku menahan tubuh agar tidak ikut tertarik. 

"Bangun!" serunya dengan emosi. 

Terjadi tarik menarik. Tidak jarang hal ini terjadi di kehidupan sehari-hari kami. Biasanya Bulek bilang aku dan Mas Brian seperti kucing dan guguk. 

"Aku nggak mau Mas, ngalah, sih sama perempuan," ucapku kekeh. 

"Kamu di sofa." 

Mas Brian terus memaksa, hingga dia jatuh di atas tubuhku dan kedua bibir kami saling menempel. Inikah yang namanya ciuman? 

Aliran darahku seakan mengalir deras, jantung ini berpacu sangat kencang. Mas Brian mengangkat tubuhnya dengan cepat. Membuang pandangannya dariku. 

"Biar aku yang di sofa." Mas Brian berjalan cepat keluar kamar. 

"Yes, aku menang," ucapku. 

Sambil tersenyum aku terus memegangi bibir yang tadi tersentuh Mas Brian. 

Mas Brian membalikan tubuhnya, dia menatapku kesal. "Nggak usah senyum-senyum. Itu ngapain bibirnya di pegang-pegang? Pengen beneran di cium?" 

Netraku membulat, aku berdecak kesal. Sembarangan ngomongnya, siapa juga yang mau dicium Mas?  

"Mas kali yang mau, bukan aku!" seruku dengan penuh penekanan. 

Mas Brian terseyum genit menatapku. Menyebalkan, mengambil kesempatan dalam kesempitan.

***

Aku masih ingin berlama-lama dalam balutan selimut. Kutarik kembali, biarlah menikmati masa indah ini, sebelum Mas Brian menyiksaku. 

"Fit, Fit ... bangun dong. Aku laper nih, buatin aku susu coklat dan roti bakar." 

Bener, kan, belum juga beberapa menit. Tidak bisa lihat orang senang Mas Brian. Aku beranjak dari ranjang. Melangkah gontai ke arah dapur. 

Mengikat rambut yang panjang, dengan masih berbalut baju tidur aku langsung memasak di dapur. 

Beberapa menit kemudian aku selesai membuat sarapan untuk Mas Brian. Kusajikan di meja makan.

"Nih, Mas." Aku menyodorkan segelas susu cokelat dan roti panggang. 

"Makan bareng sini," ajaknya. 

"Aku mau mandi," jawabku pelan. 

Aku melangkah memasuki kamar mandi. Rasa gerah melanda tubih ini.

Kutinggalkan Mas Brian yang asik menyantap sarapan paginya. Guyuran shower membuat jernih sedikit otakku yang hampir gila dengan ulah Mas Brian.

***

Aku tak suka berlama-lama dalam kamar mandi. Setelah selesai, aku mematut diri di depan cermin, Kupandangi diri sendiri dengan balutan dress selutut, sengaja membiarkan rambut ini tergerai. 

"Ternyata aku cantik juga ya," ucapku, lalu tersenyum puas. 

"Jangan lama-lama ngacanya, nanti kacanya pecah," ledek Mas Brian.

"Tinggal beli lagi aja Mas, jangan kaya orang susah deh," cibirku pedas. 

"Ish!" Mas Brian berdecak kesal. 

"Nanti kita ke mall beli baju buat kamu." 

"Jalan-jalan Mas? Boleh beli baju? Di beliin, kan?" 

"Iya, kamu mau apa aja aku turutin. Kemarin aku udah janji sama kamu." 

Wah, pasti hari penuh kesenangan dan barang-barang mewah, nih. Jarang aku belanja di Mall, biasanya di pasar malam bareng Murni.

"Sejak kapan kamu suka menggunakan dress? Selutut pula?" tanyanya heran. 

Netranya memperhatikan aku dari atas sampai bawah. 

"Ini Mama yang beliin. Katanya harus dipakai buat sehari-hari." 

"Mama?" tanyanya dengan mengerutkan kening. 

"Ibu maksud aku, Mas. Dia memintaku memanggilnya Mama sekarang." 

Mas Brian terus memperhatikanku, entah apa yang ada dipikirannya. Dia berbalik badan, lalu melangkah keluar. 

Aku mengikuti dari belakang. Berusaha menyamai langkah Mas Brian. Ini bukan kali pertama kami ke Mall. Sudah sering aku ikut kemana saja dia pergi.

Mas Brian langsung masuk mobil dan aku pun tak ketinggalan. Tak lama ia melajukan dengan kencang mobil kesayangannya.

"Mas, aku mau ke salon, dong, " pintaku pada Mas Brian. 

"Hmm .... " hanya itu yang keluar dari mulutnya, sambil fokus mengendarai mobil. 

"Luluran boleh? " 

"Hmm .... " hanya itu lagi yang keluar tanpa menoleh ke arahku. 

"Mas, lihat, dong kalau aku ngomong!" teriakku.

Mas Brian menghentikan laju mobilnya secara mendadak. "Aghhh ... Mas hati-hati dong," omelku. 

"Makanya diam. Berisik tahu nggak kamu, ngomong mulu. Aku lagi bawa mobil, tadi aku udah bilang kamu mau apa aja boleh tinggal tunjuk. Lagian kamu mau ngapain, sih ke salon sama luluran?" 

"Ke salon biar aku cantiklah Mas. Luluran biar badanku nggak capek, Mas tahu sendiri kalau aku luluran biasanya hanya di rumah manggil tukang urut buat luluran. Nah, sesekali, sih di mall gitu." Aku mengambil kesempatan mumpung Mas Brian lagi baik hati. 

Mas Brian tak berkomentar, dia melajukan kembali mobilnya. Aku hanya diam memandang wajah tampan suami pura-puraku ini. Andai ini nyata, bukan pura-pura bahagianya aku. 

Hanya memakai celana jeans biru dan sweater membuat Mas Brian terlihat lebih muda. Perawakannya yang tinggi 175cm, kulit putih dan gayanya yang cool membuat sekeliling menatap takjub. 

"Mau ke salon dulu apa belanja dulu?" tanyanya saat kami sampai di Mall. 

"Belanja dulu Mas," ucapku. 

Bener-bener, nih, upik abu jadi Cinderella. Tidak terbayang jadi orang kaya dadakan. Punya suami tampan pula. Wow, sekali, andai bisa pamer sama temen-temen kampung rasanya sesuatu, deh. 

Aku berputar mencari baju yang pas. Mengambil yang aku suka, tanpa harus memikirkan berapa harganya. Mataku tertuju dengan sebuah pakaian tipis yang berbahan sutra. Baju begini aja mahal amat harganya. kurang bahan, tipis pula. 

"Ambil aja kalau mau." Suara Mas Brian terdengar seperti meledek. 

"Apa sih! Nggaklah, masa aku pake ini. Sama aja aku nggak make baju." 

"Nggak apa-apa, lah. Aku seneng kok liatnya," ucap Mas Brian dengan menaik turunkan alisnya 

"Dih mesum." 

"Biarin, sama istri sendiri," timpalnya lagi. 

Apa-apaan tuh, istri sendiri. Kesepakatan, kan hanya pura-pura kenapa jadi ganjen. Mas brian tertawa renyah. "Udah belum?" 

"Udah," jawabku. 

Setelah puas memilih baju, aku menuju salon yang masih berada di Mall ini. Tak heran Mas Brian selalu menjadi pusat perhatian kaum hawa. Saat memasuki salon, banyak mata yang tak berkedip menatapnya. Dengan cepat aku mengapit lengannya berjalan lagi keluar. 

"Kenapa keluar lagi?" tanya heran. 

"Nggak jadi. Udah males, nanti di rumah aja." 

"Oh, mau sama Mas aja lulurnya?" 

tanyanya dengan kembali meledek. 

Aku memukul lengannya, dia hanya tertawa kecil. "Pulang aja." 

 ***

Sesampainya di apartemen, Mas Brian langsung menghempaskan tubuh di sofa. Matanya terpejam masih dengan memakai sepatu lengkap. 

Lelah sekali dia sampe tertidur di sofa. Kuhampiri dia, perlahan membuka sepatu, tapi dia bergeming. Pulas sekali tidurnya. Kucuri tatap wajahnya, ah ... andai dia benar milikku. Bayi besar yang suka berteriak dan memerintah sesuka hatinya. 

Aku duduk sembari mendengarkan lagu kesayanganku. Lalu, menatap ponsel dan bermain sosial media. sesekali selfie dan memamerkan di laman I*******m.

Dengan bertuliskan 'Santai sejenak, selagi bayi besarnya tidur. Love u baby.' Tak lama banyak memberikan like di foto yang aku unggah. Aku tersenyum lebar. 

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
M Ilmi
seru dan lucu ceritanya,saya suka banget ...️
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Tujuh

    “Tuh, kan Coky bilang mirip sama aku,” goda Coky pad Mas Brian.“Dih! Lihat tuh hidungnya mancung, jelas-jelas mirip Dadynya. Ngarang, lo, Ky.” Senggol Mas Brian.Mama, Papa, Bulek dan Selina hanya tertawa melihat kakak adik tak sekandung itu meributkan wajah anakku. Anakku terlihat menjiplak sekali Dadynya, curang banget sama sekali nggak ada miripnya sama aku.“Ayo kalian keluar, Fitri mau menyusui anaknya.” Mama terlihat mengusir Mas Brian dan Coky.“Coky aja yang keluar, aku, kan Dadynya,” tolak Mas Brian.“Sudah kalian jangan ribut.”Rasanya sempurna menjadi seorang Ibu, aku mulai memberikan asi kepada anak pertamaku. Mulut kecilnya mulai menghisap ASI. “Cucu Mama gantengnya, mau kamu kasih nama siapa?”“Terserah Mas Brian aja, Ma.” Aku sih terserah aja mau di kasih nama apa aja yang penting anakku jangan di kasiih nama aneh-aneh deh sama Dadynya. ***Perkembangan Abiyan Angkasa Pratama sangat baik, sampai saat ini usianya memasuki usia lima bulan. Dimana dia sangat gesit me

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Enam

    Aku mematut diriku di depan cermin. Kulihat perut ini sudah membuncit, tubuh terlihat membesar, dan pipi juga terlihat chubby. Mas Brian memelukku dari belakang, hembusan napasnya sangat terasa dan membuat leherku menggeli. Mas Brian mencium leher jenjangku yang sekarang terlihat banyak lipatan lemak. “Tetap sexy kok Mom,” bisiknya halus.“Aku jelek, ya Dad?” tanyaku lagi.“Tetep cantik kok.”Berada dipelukannya setiap pagi membuat aku merasa penuh semangat melalui hari-hari kehamilanku. Mas Brian benar-benar menjaga dan membuat diri ini nyaman dengan perlakuan manisnya.“Hari ini jadwal control jam berapa Mom?” tanyanya lagi.“Jam 14.00 siang, Dad, jangan lupa ya.” Aku mengingatkan Mas Brian dengan jadwal kontrol bulananku.“Mom duluan aja, aku ada meeting dengan klien dulu, jadi Mommy ke dokternya duluan minta antar Mama atau Bulek ,ya,” ucap Mas Brian seraya menicum pipiku.Aku mengangguk setuju usulan Mas Brian. Masih dengan posisi memelukku, dia tak mau melepaskannya. Padahal s

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Lima

    Selesai makan aku dan Mas Brian berjalan-jalan, mumpung di pekalongan anggap aja honeymoon. Kami sampai di musium batik, Mas brian takjub dengan koleksi batik di tempat ini, mulai dari batik yang tua sampai batik modern baik dari daerah pesisiran dan berbagai daerah lainnya.Di sana juga tak hanya tempat untuk memamerkan batik saja, tapi juga sebagai tempat pelatihan membatik. “Mas mau coba membatik?” tawarku."Nggak ah, mau lihat-lihat aja. Mau beli coupelan juga buat kita sama orang rumah,” ungkapnya.“Buat karyawan jadi?”“Jadi, tapi mau lihat motif saja dulu. Nanti kalo sudah oke di kondisikan sama ukuran baju mereka. Biar by phone saja ordernya,” kata Mas Brian menjelaskan.“Aku mau buat Murni, Coky dan Selina, ya?” “ Boleh, sekalian permintaan maaf aku sama Coky.”“Asik.”“Fit, kamu mau mengadakan resepsi pernikahan apa nggak?”“Nggak usah, Mas, pengajian aja di rumah, ngundang anak yatim ya Mas, biar berkah pernikahan kita,” ucapku disambut gembira Mas Brian.“Siap Nyonya B

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Empat

    Sepulang dari pasar aku lihat Bulek uring-uringan. Beberapa kali dia ngedumel tidak jelas. Aku menghampirinya seraya membantu mengupas sayuran.“Bulek kenapa, sih?” tanyaku iseng.“Bulek sebel, Fit. Itu si Shinta temen sekolahmu, baru aja dapet calon orang Jakarta gayanya selangit. Ngomong kesana-kesini macam-macam, sampe bilang kamu di Jakarta cuma jadi pembantu dan balik lagi ke sini tetep aja miskin. Nggak bisa dapet suami kaya. Sebel Bulek dengernya,” celoteh Bulek sambil memotong kentang.“Bulek nggak bilangkan tentang Mas Brian?”“Nggaklah. Bulek mah nggak norak kaya dia.”Aku menghela nafas tenang, untung saja Bulek nggak cerita tentang Mas Brian. Takutnya aku pisah sama Mas Brian malah jadi bahan omongan satu kampung. Dasar Shinta nggak pernah berubah.“Aku mau datang ke tempat reuni Bulek nanti jam 10.00. Bulek masak, kok banyak banget?” tanyaku heran.“Buat persediaan, aja. Kan, kamu bentar-bentar makan,” ucap Bulek tersenyum lebar.Setelah merapihkan sayuran, aku bergegas b

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Tiga

    Kurebahkan tubuhku di kasur, kubalik badan hingga membelakangi Mas Brian. Hati ini masih sakit, dia ternyata masih mencintai Adisty. Mungkin Coky sudah mengirimi alamat Ronald, tapi aku tidak yakin dia akan kesana. Tak seperti malam-malam sebelumnya. Mas Brian malam ini sangat dingin. Tak ada ucapan kata maaf dari dia, bahkan pelukan atau kecupan kecil dari dirinya. Sebegitu marahkan dia kepadaku? Aku hanya ingin melihat dia tidak merasa bersalah. Aku tahu dia selalu merasa bersalah terhadap Adisty. Saat kemarin aku memergokinya memandangi nomer ponsel Adisty, seakan dia akan menelfon dan meminta maaf. Aku mau, dia tahu yang sebenarnya. Aku mau dia tahu Adisty tak selugu yang dia bayangkan. Namun, mungkin caraku salah, hingga dia marah besar seperti itu. Sampai pagi datang dia masih diam seribu bahasa. Hanya menjawab sekenanya setiap aku bertanya. Saat makan, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang saling beradu. Setelah itu menjelang sore Mas Brian habiskan menatap laptop.

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Dua

    Setelah tahu aku hamil, Mas Brian semakin perhatian padaku. Hari ini dia mengajakku jalan pagi, dan bilang akan mengajak belanja kebutuhan selama hamil. Begitu juga baju sampai keperluan pakaian hamilku. "Segerkan Fit," tanyanya sambil melompat-lompat, dan menggerakkan kedua tangannya. "Iya Mas, udah lama aku nggak ke taman ini. Jadi inget lagi pacaran, Eh ... salah deh, waktu masih jadi pembantu kamu," ungkapku dengan senyum."Fit, sekarang manggil aku jangan Mas dong. Kan, kita mau punya anak, Jadi manggil aku Dady ya. Biar anak kita nanti manggilnya juga Dady." Senyum lebar tersirat dari bibirnya. "Dady?" tanyaku seakan tak percaya."Yes, Mommy.""What? Mommy?" tanyaku sambil terkekeh "Iya, Momy and Dady," tambahnya. Ya Tuhan lucu sekali suamiku ini. Mungkin dia cocok dipanggil dengan sebutan Dady. Lah aku? Mommy? Biasanya makan ubi dan Singkong mau gaya-gayaan manggil mommy. "Mom? ""Yes, Dad. Heheheeh .... " jawabku sambil terkekeh."Kok ketawa? Ada yang lucu?""Ngga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status