Share

Lima

Penulis: Chew vha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-08 16:09:55

Aku seperti mimpi, hari ini aku berdiri di depan cermin dengan menggunakan kebaya putih. Sebentar lagi akan menyandang status nyonya Brian. 

Rasanya seperti mimpi saja, awalnya Mas Brian hanya meminta untuk aku berpura-pura, tapi kenapa harus menjadi istri sesungguhnya.

Bulek dan Bu Arum menghampiri aku, ia mengajak aku ke luar karena sudah di tunggu penghulu.

***

"Saya terima nikah dan kawinnya Fitri Lestari binti Budiyono dengan mas kawin perhiasan emas seberat sepuluh gram dibayar tunai." Dengan mantap Mas Brian mengucapkan ijab kobul hari ini. 

Setelah ijab kobul artinya aku sudah sah menjadi istri Mas Brian. Kucium punggung tangannya, kemudian meminta maaf pada kedua orang tua Mas Brian dan Bulek.

Tak henti Bulek mengeluarkan air mata. Berapa nasihat dia berikan padaku, pun tak kuasa menahan tangis. Semakin kencang kupeluk Bulek. 

"Jadi istri yang baik, ya, Fit. Layanin suamimu dengan benar. " 

"Iya, Bulek," jawabku pelan. 

Acara akad nikah tapi bagaikan resepsi, ramainya dengan rekan kerja Bapak dan Mas Brian. 

"Mas, sampe jam berapa? Aku capek Mas," keluhku pada Mas Brian. 

"Memang kamu aja yang capek." Mas Brian juga merasakan apa yang aku rasakan. 

Tak lama aku mengeluh, entah kenapa Mas Brian seakan menatap tajam ke arah tamu yang sekarang berada di hadapannya.

Seorang wanita cantik, berbalut gaun warna merah selutut. Rambut keriting gantung membuatnya semakin cantik. 

"Selamat, ya, Bri," ucapnya sambil menyodorkan tangannya.

"Selamat, Bro," sapa pria yang berada di sebelah wanita itu. 

Namanya Mas Erik. Aku mengenalnya karena beberapa kali Mas Erik datang berkunjung ke rumah, dan beberapa kali Mas Brian mengajakku bertemu dengannya.

Tapi siapa wanita itu? Kenapa Mas Brian begitu kaget, bahkan wajahnya berubah pucat seperti habis ketemu sama hantu saja.

Mas Erik memberiku selamat dan dia merangkul Mas Brian mengucapkan selamat atas pernikahan kami. Teman yang sangat baik dan sering bertemu, aku pun sangat kenal dengannya.

"kenalin, Bro, Alena. Pacar baru gue." Mas Erik memperkenalkan pacar barunya. Mereka sangat cocok, Alena pun tersenyum padaku.

Mas Brian hanya tersenyum kecil. Enggan berkomentar, Mas Brian langsung mengalihkan pembicaraan. Aku terus memperhatikan wanita itu. Namun, dia terus memandang suamiku.

"Mas Brian, kenal sama pacarnya Mas Erik?" tanyaku berbisik. 

"Dia mantan pacarku." Aku sempat syok, tapi kembali bersikap biasa saja karena enggan terlihat cemburu padahal sih iya..

Mendengarnya juga ku seperti takut sesuatu akan terjadi. Mantan pacar Mas Brian datang ke acara pernikahan kami. Apa, jangan-jangan dia masih menaruh hati pada Mas Brian? Apa Mas Brian masih menaruh hati juga padanya?

Ish, apa sih aku ini. Kalau pun masih cinta, bodo amat, ah. Lagi pula, cemburu tak ada untungnya. Mas Brian pun tidak akan peduli dengan rasa ini.

Para tamu sudah dihidangkan makanan yang sangat lezat. Banyak orang yang tidak aku kenal. Mas Brian duduk mengempaskan tubuhnya. Terlihat wajahnya yang sangat lelah menjalani acara hari ini. Walaupun terkesan berpura-pura, tapi aku bahagia menikah dengan orang yang aku suka walau dia tidak mencintaiku.

Mas Erik menghampiri Mas Brian, mereka berbincang sambil sesekali tertawa. Beberapa kali Mas Erik terlihat menggoda Mas Brian.

"Akhirnya, ya, Bro. Langsung, nih, nanti malam main bola. Cakep deh, yang pinter, jangan cupu kaya biasa." Mas Erik meledek.

Main bola? Mereka ngomongin main bola malam-malam. Apa Mas Brian tidak capek habis acara langsung main bola. Dasar pria aneh sekali.

***

Satu persatu tamu sudah pulang. Rasanya tubuh ini sakit, mau pulang terus tidur. Ah, tapi kenapa tidak selesai juga, malah tamu semakin banyak saja.

Aku memindai sekeliling, di mana Mas Brian? Nah, dia di sana. Loh, kenapa bersama wanitanya Mas Erik? Mana tidak ada Mas Erik pula. Gegas aku melangkah cepat menghampiri Mas Brian. 

"Mas, dari tadi aku cariin," ucapku.

Wanita itu menatapku dengan tatapan tidak suka. Siapa dia, bisa menatap aku dengan tatapan seperti itu? Harusnya aku yang marah, dia suamiku. Tak gentar aku balik menatapnya dengan sinis. 

"Maaf, ya, Tante, Mas Brian capek. Jadi, kami mau pulang dulu. Maklum pengantin baru." Tidak menunggu dia menjawab aku langsung mengapit lengan Mas Brian dan dia pun mengikuti saja.

Mas Brian hanya menurut saja apa yang kulakukan. Sepertinya dia tahu aku melepaskan dia dari hal yang membuatnya risih. 

"Cemburu, Fit?" tanyanya seperti meledek. 

"Menurut, Mas?" Aku mencoba tenang.

"Kamu cinta sama, aku? " 

"Ng--bukan gitu. Aku, kan ceritanya istri kamu, masa aku biarin kamu sama wanita lain," elakku. 

Mungkin saat ini wajahku sudah merona. Dasar rese, punya mulut suka bener kalau bicara. Mana ada wanita yang tidak cemburu melihat suaminya di goda perempuan lain.

"Oh, kiraiin kamu baper. Mendalami peran sebagai seorang istri yang sedang cemburu dengan mantan pacar suaminya." Mas Brian sekarang benar-benar meledek. Dia menyenggol tubuhku.

"Ck! Mas Brian tuh yang baper," cibirku. 

"Kenapa?" 

"Baper liat mantan. Padahal ada aku disini," ucapku. 

"Ah, kamu, sih cuma bisa di lihat doang, nggak bisa dicoba," kata Mas Brian nyengir. 

"Dicoba?" keningku berkerut. 

Mas Brian terkekeh melihat aku mengerutkan kening. Di coba? Emang aku makanan? 

"Fit," panggil Bu Arum. 

"Iya, Bu," jawabku. 

"Jangan panggil Ibu dong, panggil Mama. Kamu sekarang menantu Mama, jadi jangan panggil Ibu ya. Panggil Bapak jangan Bapak, tapi Papa." Begitulah Mama mertuaku meminta merubah panggilan pada mereka. 

"Iya, Bu--eh, Ma ... ma, " ucapku terbata-bata. 

"Gitu, dong sayang. Kamu langsung ke apartemen aja, ya, jangan ke rumah." 

"Hah? Langsung, Ma?" tanyaku setengah kaget. 

"Iya, dong, kan, ini malam pengantin kalian. Brian sini, Nak." Mama Arum memanggil Mas Brian. 

Mas Brian melangkah menghampiri kami, wajahnya terlihat sangat lelah. 

"Iya, Ma." 

"Bri, bawa Fitri langsung ke apartemen, ya. Oh iya, pelan-pelan loh, malam pertamanya. Kasian nanti dedenya nggak kuat. Takut keguguran kalau kenceng-kenceng," bisik mama Arum. 

Seketika wajah Mas Brian memerah bagai udang rebus.

"Apa sih mah." 

"Fitri lagi hamil, jadi kalau mau berhubungan jangan kenceng-kenceng," ucap Mama berbisik di telinga Mas Brian, tapi tetep aja terdengar aku. 

Astaga! Aku lupa kalau mereka menganggap sedang hamil. Setelah pamit, kami langsung ke apartemen. Sepanjang perjalanan menuju apartemen, Mas Brian hanya diam. Hening, tak ada satu katapun yang terlontar. 

Hari ini kami sah menjadi suami istri. Mimpi, kah, ini? Semua berjalan sangat cepat. Namun, suatu saat kami pasti akan berpisah. Setelah Mas Brian menemukan cinta yang lain. Sementara, aku merana.

**

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Tujuh

    “Tuh, kan Coky bilang mirip sama aku,” goda Coky pad Mas Brian.“Dih! Lihat tuh hidungnya mancung, jelas-jelas mirip Dadynya. Ngarang, lo, Ky.” Senggol Mas Brian.Mama, Papa, Bulek dan Selina hanya tertawa melihat kakak adik tak sekandung itu meributkan wajah anakku. Anakku terlihat menjiplak sekali Dadynya, curang banget sama sekali nggak ada miripnya sama aku.“Ayo kalian keluar, Fitri mau menyusui anaknya.” Mama terlihat mengusir Mas Brian dan Coky.“Coky aja yang keluar, aku, kan Dadynya,” tolak Mas Brian.“Sudah kalian jangan ribut.”Rasanya sempurna menjadi seorang Ibu, aku mulai memberikan asi kepada anak pertamaku. Mulut kecilnya mulai menghisap ASI. “Cucu Mama gantengnya, mau kamu kasih nama siapa?”“Terserah Mas Brian aja, Ma.” Aku sih terserah aja mau di kasih nama apa aja yang penting anakku jangan di kasiih nama aneh-aneh deh sama Dadynya. ***Perkembangan Abiyan Angkasa Pratama sangat baik, sampai saat ini usianya memasuki usia lima bulan. Dimana dia sangat gesit me

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Enam

    Aku mematut diriku di depan cermin. Kulihat perut ini sudah membuncit, tubuh terlihat membesar, dan pipi juga terlihat chubby. Mas Brian memelukku dari belakang, hembusan napasnya sangat terasa dan membuat leherku menggeli. Mas Brian mencium leher jenjangku yang sekarang terlihat banyak lipatan lemak. “Tetap sexy kok Mom,” bisiknya halus.“Aku jelek, ya Dad?” tanyaku lagi.“Tetep cantik kok.”Berada dipelukannya setiap pagi membuat aku merasa penuh semangat melalui hari-hari kehamilanku. Mas Brian benar-benar menjaga dan membuat diri ini nyaman dengan perlakuan manisnya.“Hari ini jadwal control jam berapa Mom?” tanyanya lagi.“Jam 14.00 siang, Dad, jangan lupa ya.” Aku mengingatkan Mas Brian dengan jadwal kontrol bulananku.“Mom duluan aja, aku ada meeting dengan klien dulu, jadi Mommy ke dokternya duluan minta antar Mama atau Bulek ,ya,” ucap Mas Brian seraya menicum pipiku.Aku mengangguk setuju usulan Mas Brian. Masih dengan posisi memelukku, dia tak mau melepaskannya. Padahal s

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Lima

    Selesai makan aku dan Mas Brian berjalan-jalan, mumpung di pekalongan anggap aja honeymoon. Kami sampai di musium batik, Mas brian takjub dengan koleksi batik di tempat ini, mulai dari batik yang tua sampai batik modern baik dari daerah pesisiran dan berbagai daerah lainnya.Di sana juga tak hanya tempat untuk memamerkan batik saja, tapi juga sebagai tempat pelatihan membatik. “Mas mau coba membatik?” tawarku."Nggak ah, mau lihat-lihat aja. Mau beli coupelan juga buat kita sama orang rumah,” ungkapnya.“Buat karyawan jadi?”“Jadi, tapi mau lihat motif saja dulu. Nanti kalo sudah oke di kondisikan sama ukuran baju mereka. Biar by phone saja ordernya,” kata Mas Brian menjelaskan.“Aku mau buat Murni, Coky dan Selina, ya?” “ Boleh, sekalian permintaan maaf aku sama Coky.”“Asik.”“Fit, kamu mau mengadakan resepsi pernikahan apa nggak?”“Nggak usah, Mas, pengajian aja di rumah, ngundang anak yatim ya Mas, biar berkah pernikahan kita,” ucapku disambut gembira Mas Brian.“Siap Nyonya B

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Empat

    Sepulang dari pasar aku lihat Bulek uring-uringan. Beberapa kali dia ngedumel tidak jelas. Aku menghampirinya seraya membantu mengupas sayuran.“Bulek kenapa, sih?” tanyaku iseng.“Bulek sebel, Fit. Itu si Shinta temen sekolahmu, baru aja dapet calon orang Jakarta gayanya selangit. Ngomong kesana-kesini macam-macam, sampe bilang kamu di Jakarta cuma jadi pembantu dan balik lagi ke sini tetep aja miskin. Nggak bisa dapet suami kaya. Sebel Bulek dengernya,” celoteh Bulek sambil memotong kentang.“Bulek nggak bilangkan tentang Mas Brian?”“Nggaklah. Bulek mah nggak norak kaya dia.”Aku menghela nafas tenang, untung saja Bulek nggak cerita tentang Mas Brian. Takutnya aku pisah sama Mas Brian malah jadi bahan omongan satu kampung. Dasar Shinta nggak pernah berubah.“Aku mau datang ke tempat reuni Bulek nanti jam 10.00. Bulek masak, kok banyak banget?” tanyaku heran.“Buat persediaan, aja. Kan, kamu bentar-bentar makan,” ucap Bulek tersenyum lebar.Setelah merapihkan sayuran, aku bergegas b

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Tiga

    Kurebahkan tubuhku di kasur, kubalik badan hingga membelakangi Mas Brian. Hati ini masih sakit, dia ternyata masih mencintai Adisty. Mungkin Coky sudah mengirimi alamat Ronald, tapi aku tidak yakin dia akan kesana. Tak seperti malam-malam sebelumnya. Mas Brian malam ini sangat dingin. Tak ada ucapan kata maaf dari dia, bahkan pelukan atau kecupan kecil dari dirinya. Sebegitu marahkan dia kepadaku? Aku hanya ingin melihat dia tidak merasa bersalah. Aku tahu dia selalu merasa bersalah terhadap Adisty. Saat kemarin aku memergokinya memandangi nomer ponsel Adisty, seakan dia akan menelfon dan meminta maaf. Aku mau, dia tahu yang sebenarnya. Aku mau dia tahu Adisty tak selugu yang dia bayangkan. Namun, mungkin caraku salah, hingga dia marah besar seperti itu. Sampai pagi datang dia masih diam seribu bahasa. Hanya menjawab sekenanya setiap aku bertanya. Saat makan, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang saling beradu. Setelah itu menjelang sore Mas Brian habiskan menatap laptop.

  • Menikah Dengan Majikan   Dua Puluh Dua

    Setelah tahu aku hamil, Mas Brian semakin perhatian padaku. Hari ini dia mengajakku jalan pagi, dan bilang akan mengajak belanja kebutuhan selama hamil. Begitu juga baju sampai keperluan pakaian hamilku. "Segerkan Fit," tanyanya sambil melompat-lompat, dan menggerakkan kedua tangannya. "Iya Mas, udah lama aku nggak ke taman ini. Jadi inget lagi pacaran, Eh ... salah deh, waktu masih jadi pembantu kamu," ungkapku dengan senyum."Fit, sekarang manggil aku jangan Mas dong. Kan, kita mau punya anak, Jadi manggil aku Dady ya. Biar anak kita nanti manggilnya juga Dady." Senyum lebar tersirat dari bibirnya. "Dady?" tanyaku seakan tak percaya."Yes, Mommy.""What? Mommy?" tanyaku sambil terkekeh "Iya, Momy and Dady," tambahnya. Ya Tuhan lucu sekali suamiku ini. Mungkin dia cocok dipanggil dengan sebutan Dady. Lah aku? Mommy? Biasanya makan ubi dan Singkong mau gaya-gayaan manggil mommy. "Mom? ""Yes, Dad. Heheheeh .... " jawabku sambil terkekeh."Kok ketawa? Ada yang lucu?""Ngga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status