Share

Pascaperang

Penulis: A. Senandika
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-07 10:00:26

"Nasib anak bungsu: dianggap masih kecil dan dipanggil Adek meskipun sudah kepala tiga." —Binar, berdasarkan pengalaman pribadi.

"Kita sama-sama tahu lah, ya, kalau kamu orang paling enggak waras di antara kita bertiga, tapi aku enggak pernah tahu kalau kamu bisa segila ini," ujar Raka menggeleng-geleng kepala, membuka pembicaraan.

Selepas acara perjodohan yang tidak berjalan sesuai rencana—setidaknya, bagi orang tua Banyu dan Binar—Raka, Nila, Binar, dan, tentu saja, Aksa, memutuskan langsung cabut ke rumah kontrakan Binar, tempat yang jaraknya cukup dekat dari rumah orang tua Binar.

"Ya, mau bagaimana lagi?" balas Binar seraya mengedikkan bahu.

"Ha ha ha, Binar emang the best! Keren banget kamu, Nar, aku sudah menyangka pasti bakal ada sesuatu di luar dugaan," timpal Nila sambil mengacungkan jempol ke arah Binar, memamerkan gigi putihnya. Lalu ia melanjutkan, "Eh, aku sudah pernah bilang belum, ya? Temenan sama kamu itu enggak pernah ngebosenin, deh, asli!"

Raka mengerutkan alis dan menatap istrinya dengan tatapan aneh.

"Heh, kalau ngomong  jangan ngasal," balasnya sambil menjitak kening Nila pelan.

"Tapi benar, kok, beb! Temenan sama Binar emang enggak pernah ngebosenin, selalu ada kejutannya!" jawab Nila cengengesan.

Iya, sih. Tapi, kan, enggak sampai menimbulkan perselisihan antar keluarga juga. Raka tiba-tiba jadi tersadar kalau ia adalah orang paling normal di antara mereka bertiga.

Raka jadi heran sendiri, kok bisa-bisanya ia bersahabat dengan dua perempuan—bahkan sampai menikahi salah satunya—yang meskipun ia akui memang sangat cantik, tapi terkadang cara kerja otak mereka tidak seperti manusia yang sewajarnya. 

Benar, ya, apa kata orang: Tuhan memang Maha Adil.

"Makasih, La! Keren, kan, aku?" kata Binar membanggakan diri.

"Oke, lalu abis ini bagaimana? Kamu bakal baik-baik saja, kan, sama Ibu kamu?" tanya Raka, menggiring pembicaraan ke jalan yang benar.

"Entahlah, aku juga masih ragu," jawab Binar, lalu ia terlihat berpikir sebelum bertanya, "Rak, kamu ada nomor Mas Banyu? Boleh minta?"

"Kenapa perasaanku menjadi enggak enak, ya? Tunggu, kamu mau ngapain Mas Banyu?" tanya Raka curiga.

"Cie, giliran udah bubar aja baru penasaran," goda Nila.

Emang, ya, Nila ini hobi banget menggoda orang. Ya, meskipun Binar akui Nila ini 'support system' paling baik bahkan untuk wacana-wacana gila sekalipun.

"Ada enggak, Rak? Bagi, dong," pinta Binar, mengabaikan pertanyaan Raka.

Raka meraih ponselnya dan menekan nama 'Mas Banyu' di kontaknya, lalu mengirimkan nomornya ke Binar melalui aplikasi pesan daring.

"Mau buat apa, sih?"

"Ada, deh," jawab Binar penuh rahasia. "Oh iya, Mas Banyu orangnya kayak gimana, ya?"

"Kamu udah lihat sendiri, kan? Mas Banyu orangnya ganteng banget!" kata Nila santai seakan-akan di sebelahnya tidak ada suaminya. "Makanya aku sempat heran, kok, kamu bisa-bisanya menolak seorang Mas Banyu yang serupawan itu?"

"Oh, gitu, ya?" sindir Raka.

Ya, tidak hanya menimbulkan perpecahan antar dua keluarga yang memiliki hubungan baik, kini Binar sebentar lagi berpotensi menjadi penyebab perpecahan rumah tangga sahabatnya sendiri. Bagus, dua 'strike' dalam sehari. Rekor baru untuk Binar, prestasi yang patut ia banggakan.

Tetapi, setidaknya, perpecahan yang satu ini tidak seserius yang ia alami beberapa jam yang lalu.

"Tenang, kamu tetap pria paling ganteng di hati aku, kok, beb," ujar Nila menenangkan Raka, yang hanya disambut Raka dengan memutar bola matanya. "Tapi kamu mengerti maksud aku, kan, Nar? Raka sama Mas Banyu itu istilahnya 'spitting image' dari Bunda dan Ayah. Dua-duanya ganteng banget, tapi dengan versi yang berbeda," lanjutnya.

Perkataan Nila memang ada benarnya, sih. Kalau diperhatikan, orang yang melihat Raka pasti akan bilang kalau ia adalah Tante Ratih versi cowok, ia mendapatkan ketampanan dengan pesona yang lembut dan ramah. Sedangkan Mas Banyu sudah seperti salinan Om Danu versi muda, tidak hanya sekadar tampan, namun juga memiliki pembawaan karismatik dan berwibawa.

Lah, kenapa jadi membahas tampang kakak beradik satu ini. Niat arah pertanyaan Binar, kan, bukan ke sini.

"Maksud dari ganteng versi berbeda itu apa, ya?" tanya Raka, dalam ucapannya tersirat bahwa ia tak begitu suka dibanding-bandingkan, apalagi dengan kakaknya sendiri.

"Hey, tolong ini pasutri jangan cemburu-cemburuan di properti pribadi milik  orang lain, ya. Maaf, hanya sekadar mengingatkan," ujar Binar sembari menelungkupkan kedua tangan seperti sedang memberi salam, "Maksud pertanyaanku tadi, bukan tampangnya kayak gimana, tapi kepribadiannya itu, loh, seperti apa?"

"Oalah, kepribadian, toh. Hm ... normal-normal aja, sih. Tidak ada yang mencurigakan. Lumayan baik juga," jawab Nila mengingat-ingat.

"Lalu, ada lagi?"

"Enggak ada yang istimewa, sih, Nar."

"Selain itu?"

"Membosankan. Enggak begitu suka basa-basi. Lebih banyak diamnya daripada ngomongnya," tambah Raka. Ini kenapa Raka malah seperti sedang 'roasting' kakaknya sendiri?

"Oh, aku ingat! Gila kerja!" seru Nila yang dijawab dengan senyuman misterius di bibir Binar.

"Bagus, deh, kalau begitu," ujar Binar lebih kepada diri sendiri.

"Nar, serius, deh, kamu mau ngapain?" tanya Raka, perasaan curiga semakin mengganjal di benaknya.

"Enggak, kok, enggak ngapa-ngapain. Santai aja, kali, Rak."

***

Sepulangnya Raka, Nila, dan Aksa, Binar kembali disibukkan dengan cucian piring yang menumpuk dan pekerjaan rumah lainnya.

Sebelum melanjutkan pekerjaan menulisnya, ia tiba-tiba saja teringat untuk menghubungi seseorang. Baru saja Binar membuka aplikasi pesan daring, matanya sudah terpaku pada notifikasi dari sebuah grup bertuliskan 'B2JB Group'.

Itu merupakan grup khusus dengan singkatan nama empat bersaudara—Kak Bagas, Kak Janu, Kak Jakti, dan Binar—tanpa Ibu dan Bapak.

Sebelumnya grup tersebut hanya berfungsi sebagai obrolan seputar perencanaan kejutan ulang tahun Ibu dan Bapak dan ulang tahun pernikahan orang tuanya. Namun semakin ke sini fungsinya semakin meluas sebagai tempat obrolan isu terkini anti hoax, gosip, dan, tentu saja obrolan yang menurut mereka tidak perlu diketahui Ibu dan Bapak.

Bukannya mereka tidak akrab dengan Bapak dan Ibu, mereka semua sangat dekat satu sama lain. Namun, menurut mereka ada beberapa perkara yang hanya perlu didiskusikan di antara empat bersaudara ini.

Contohnya, kejadian pagi tadi.

Kak Janu: Dek, maaf, ya. Kakak enggak tahu kalau ternyata tadi itu kamu mau dijodohkan.

Kak Bagas: Maaf, ya, Dek. Kakak kira juga tadi pagi hanya kumpul keluarga biasa, Kakak enggak tahu kalau kejadiannya bakal kayak gini.

Kak Jakti: Yang sabar, ya, Dek. Ibu sama Bapak emang kadang suka ngide yang aneh-aneh. Kakak juga hampir kena, untung enggak jadi.

Kak Bagas: Mau Kakak yang ngomong sama Bapak Ibu? Tadi Kakak mau ngomong, tapi suasananya lagi enggak enak.

Kak Janu: Iya, coba Kak Bagas yang bujuk Ibu sama Bapak, mungkin bakal ngaruh kalau Kak Bagas yang ngomong.

Kak Bagas: Nanti, deh, ya. Tapi yang pasti Adek jangan merasa sendirian, ya. Kakak akan selalu dukung Adek, kok.

Kak Janu: Kak Janu juga.

Kak Jakti: Kok, anaknya malah enggak bales-bales, ya? Kamu enggak lagi nangis, kan, Dek?

Kak Bagas: Dek, enggak papa?

Kak Janu: Dek?

Kak Jakti: Dek?

Kak Jakti: Masih hidup?

Tanpa terasa air mata menetes melewati sudut bibir Binar yang tengah tersenyum. Memang di saat-saat seperti ini, abang-abangnya yang terbaik.

Binar semakin bersyukur memiliki abang-abang yang sangat dekat dan penuh perhatian, meskipun terkadang over-protektif-nya agak sedikit mengganggu, tapi Binar mengerti.

Binar: Huaaa makasih banyak Kak B2J yang ganteng-ganteng dan baik hati!! Tenang, Ayu masih hidup, kok! Ayu baik-baik aja. Ini Ayu baru balas karena barusan abis menjamu Raka dan Nila, hihi.

Kak Jakti: Wah, pasti makanannya enak, tuh! Nitip ayam rica-rica, dong, minggu depan!

Binar: @Kak Jakti Siiiip. Boleh, dong!

Kak Bagas: Dek, kamu beneran enggak papa, kan? Mau Kak Bagas yang ngomong sama Bapak Ibu?

Binar: @Kak Bagas Enggak usah, Kak. Santai, nanti Ayu aja yang ngomong sendiri. Hehe, makasih, Kak

Kak Bagas: Bagus, deh, kalau gitu. Kakak juga mau, dong, ayam rica-rica!

Kak Janu: Kalau ada apa-apa bilang, ya, Dek. Jangan dipendam sendiri. Kakak juga mau, ya, ayam rica-ricanya!

Binar: @Kak Bagas @Kak Janu Siappp! Gerak!

Ah, Binar jadi teringat tujuannya membuka aplikasi pesan daring. Ia mengetik nama kontak 'Mas Banyu' yang siang tadi dikirim oleh Raka, kemudian mengetik isinya.

Binar: Hai, ini Mas Banyu? Sebelumnya, aku dapat kontak Mas dari Raka, enggak papa, kan? Aku mau langsung aja, ya, Mas. Minggu depan kita bisa ketemu? Oh, iya, ini Binar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menikah Jalur Orang Dalam   Sebuah Kecelakaan

    "Tidak ada yang namanya kecelakaan. Semua yang terjadi berawal dari keputusan yang disadari." —Kutipan motivasi"Udah selesai, Mas?" Binar menyalakan microwave untuk memanaskan makanan instan yang biasa ia stok kalau-kalau ia sedang malas memasak. "Kita makan nasi teriyaki aja ya, Mas. Rasanya kayak bukan makanan instan, lho."Mas Banyu yang baru saja keluar dari toilet dan masuk ke dapur, hanya menyetujui apapun yang Binar siapkan. "Iya. Mas ikut kamu aja."Tunggu, kenapa Mas Banyu jadi menyebut dirinya 'Mas' lagi? Binar baru sadar sepanjang hari ini Mas Banyu menyebut dirinya dengan sebutan 'Mas'. Apakah karena status pernikahan mereka sudah legal di mata hukum?Binar mengambil nasi teriyaki instan dari microwave, lalu membawanya ke arah Mas Banyu yang tidak jauh di belakangnya. Tanpa ia sadari, kakinya tersangkut gaunnya sendiri—dan ia sempat lupa bahwa dirinya masih memakai gaun pernikahan dan belum menggantinya—yang pa

  • Menikah Jalur Orang Dalam   Menikah Jalur Orang Dalam

    "Cie, udah ada ayank. Uhuk." —Teman nongkrong 'Saya nikahkan dan kawinkan Binar Jati Rahayu binti Adi Sucipto dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.' Banyu terus merapalkan kalimat itu dalam hati, berkonsentrasi agar tidak terjadi kesalahan. Akad sebentar lagi akan dimulai. Keluarga dan kerabat sudah hadir di lokasi yang tidak jauh dari gedung tempat pesta pernikahan diadakan. Penghulu duduk di antara Banyu dan Om Adi yang duduk berhadapan. Hari itu akhirnya datang juga. Proses persiapan terasa begitu cepat walaupun cukup melelahkan. Banyu dan Binar memutuskan untuk menyewa gedung pernikahan yang cukup terkenal di kota. Gedungnya yang berwarna putih memiliki aksen elegan dan modern. Areanya yang cukup luas—setidaknya cukup luas untuk menampung tidak hanya kenalan Binar dan Banyu, namun juga kenalan orang tua keduanya yang terlampau banyak—memiliki dua bagian, yakni indoor dan outdoor. "Bapak, mohon lebih tenang, ya. Penguc

  • Menikah Jalur Orang Dalam   Penasaran Banget, Mas?

    “Orang bertanya belum tentu bisa diartikan perhatian. Bisa jadi hanya penasaran biasa.” —Single yang tidak mudah terpengaruh oleh perasaan Suka mengatur dan suka ngambek sendiri? Wah, Mas Banyu ini benar-benar, ya. Belum menikah saja sudah mencari keributan. Apalagi nanti jika mereka sudah resmi menikah? Binar menatap lurus ke arah Mas Banyu. Matanya melotot. “Mas, mau gelut?” Alis Mas Banyu berkerut, pura-pura tidak mengerti. “Gelut? Yang mirip cacing itu?” Binar menganga. Oh, ini mas-mas bisa melucu juga, ya, ternyata?! Sontak tawa Angga meledak, tangannya menunjuk-nunjuk Mas Banyu. “HA HA HA! Bagus juga selera humor calon suami kamu, Nar!” “Mas, tolong, ya. Itu belut! Belut sama cacing apa miripnya, sih? Astaga,” Binar mendengus kesal, lalu memutar bola matanya. Mas Banyu yang kelihatannya masih belum puas menggoda Binar, berkata, “Emang enggak mirip, ya? Kan, sama-sama enggak punya k

  • Menikah Jalur Orang Dalam   Apa Itu Kakaknya Teman?

    “Siapa di dunia ini yang jalan dan makan hanya berdua dengan kakaknya teman? Status macam apa itu?” —Netizen kepo Binar dan Mas Banyu terdiam, memandang satu sama lain. Situasi apa ini? Kenapa tiba-tiba Binar tidak mampu berpikir? “Ca—“ sebelum menjawab, jawaban Mas Banyu terpotong. “Kakaknya teman. He he,” potong Binar mengambil alih. “Kakaknya teman? Siapa?” tanya Angga heran, alisnya berkerut. “Itu, loh. Raka. Kamu tahu Raka, kan?” kata Binar, berusaha menyelamatkan dirinya sendiri. Meskipun sebenarnya agak tidak masuk akal juga kalau dirinya makan berdua dengan … kakaknya Raka. Angga berpikir sesaat. Kemudian membalas, “Oh, Raka yang sering banget nempel sama kamu itu, ya? Sama siapa, tuh, satu lagi yang setengah bule? Nila, ya?” “Giliran cewek cakep aja. Cepat banget ingatnya,” sindir Binar. Lalu ia melanjutkan, “Oh, iya. Dia seperempat bule, bukan setengah. Hanya ingin membenarkan. Dia juga

  • Menikah Jalur Orang Dalam   Tenang, Cuma Kating

    “Segala yang dekat itu tidak selalu harus dimiliki.” —Pembelajar dari masa lalu.“Kalian, kok, bisa dekat?” tanya Banyu penasaran, berusaha menguatkan diri.Binar dan Angga menoleh ke arah satu sama lain, saling menatap, sama-sama berpikir. Hm … mulai dari mana, ya?“Kayak … biasa aja, sih, Mas. Seperti orang-orang yang dekat pada umumnya. Kita bisa dekat karena … terjadi secara natural aja,” jawab Binar mencoba memilah kata-kata, bingung antara ingin menjawab pertanyaan Mas Banyu atau mengalihkan fokus ke gurame asam manis di bawahnya.“Dari kuliah enggak, sih?” Angga menambahkan.“Iya benar,” Binar mencoba menyobek daging ayam kalasannya dengan garpu, “Pas itu kamu tiba-tiba bilang punya kenalan orang penerbitan. Kayaknya dari situ kita mulai dekat.”“Sebelumnya juga udah dekat enggak, sih?” Angga mengingat-

  • Menikah Jalur Orang Dalam   Eh, Ketemu Buaya

    “Selera, selera. Emangnya Ind*mie!” —Orang yang sudah melepas masa jomlo, kepada jomlo yang sangat pemilih. Tampak seorang pria datang dari pintu masuk rumah makan. Penampilannya modis dari ujung kepala sampai kaki khas anak muda ibukota. Sepatu kets, celana khaki, kaos, jaket kulit, kacamata yang menggantung pada hidungnya yang lancip, dan rambut gondrong yang diikat ke belakang Wajahnya? Jangan ditanya. Banyu bahkan yakin kedatangan pria itu pasti sudah membuat semua wanita di restoran menoleh, berusaha mencuri-curi pandang. Pria itu terus berjalan. Semakin dekat, dan semakin dekat. Matanya terus mengarah pada meja makan yang ditempati Binar dan Banyu. Atau, lebih tepatnya, ke arah Binar. Tunggu, Banyu enggak salah lihat? “Ini Binar, kan?” sapa pria itu, berdiri tepat di samping Binar. Binar yang masih fokus menatap ponselnya, kepalanya menengadah mencari sumber suara. Binar terkejut, “

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status