Home / Romansa / Menikah Karena Visa / BAB 6 Masalah baru Elena

Share

BAB 6 Masalah baru Elena

Author: Kim Hwang Ra
last update Last Updated: 2025-06-28 18:51:06

Daniel masih diam. Tatapannya lurus ke depan, tepat ke arah jendela kamar yang tirainya masih terbuka sebagian.

“Aku nggak bisa menyetujuinya,” ucapnya pelan.

Daniel berusaha menahan rasa kecewanya pada Elena yang tiba-tiba meminta pembatalan pernikahan.

“Proyek ini milik untukmu. Bukannya bagus?”

“Tetap saja, Elena. Kamu tahu kan seberapa antusiasnya keluargaku saat tahu kita akan menikah?”

“Ya udah, bilang saja kalau pernikahannya ditunda. Gampang, kan?”

Daniel mendengus kesal. Mulutnya nyaris bicara, tapi tertahan. Ia menatap Elena yang duduk di atas tempat tidur.

“Kamu sendiri yang bikin rencana ini,” katanya dingin.

Elena mengalihkan pandangannya ke samping. Ia tahu dirinya sedang egois, tapi saat ini, dia memang tak punya pilihan lain.

“Aku tidur di luar. Kamu tidurlah. Besok kita harus ke taman kota buat lihat hasil kompetisi.”

Daniel keluar kamar. Ekspresinya datar, sulit ditebak. Elena menatap punggung pria itu sampai menghilang di balik pintu. Ia sempat mendengar suara seseorang di luar kamar saat Daniel keluar

Paginya, Elena sarapan bersama keluarga Daniel. Tapi beberapa pasang mata justru fokus pada wajahnya—terutama matanya yang sembab.

“Kamu kenapa, Elena?” tanya Nenek Rose, menyentuh lembut sudut matanya yang bengkak. Tatapan nenek lalu beralih ke Daniel yang tampak santai menikmati sarapan.

“Kalian habis bertengkar, ya?”

Daniel hanya mengangkat bahu. “Aku nggak tahu. Semalaman aku tidur di luar.”

Elena buru-buru menyela, berbohong kecil. “Tadi malam aku nonton film yang sedih banget. Jadi kebawa perasaan.”

Ibu Daniel sempat melirik curiga ke arah putranya yang tampak acuh.

“Hari ini ajak Elena ke taman kota. Desain kalian sepertinya menarik banyak perhatian,” ucap Nenek Rose, mencoba mencairkan suasana. Ia menyodorkan segelas susu hangat ke Elena. “Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita ke Nenek, ya.”

Elena tersenyum tipis. Setelah sarapan, ia pergi bersama Daniel ke taman kota.

Sambutan dari warga cukup hangat. Desain mereka jadi perhatian utama dalam kompetisi kali ini. Tapi di balik keramaian itu, Ms. Callahan tampak mengamati gelagat mereka berdua. Wajahnya menunjukkan rasa curiga saat melihat Daniel dan Elena yang tak bicara satu sama lain.

“Apa kekasihmu marah karena rahasiamu terbongkar?” tanya Ms. Callahan, mendekat dengan senyum yang menyiratkan kemenangan.

Elena menatapnya dingin. “Anda suka sekali ikut campur urusan orang, ya? Lagipula, rahasia apa yang Anda maksud?”

Daniel segera maju, berdiri di antara mereka. Ia mencoba mencegah percakapan itu berkembang menjadi sesuatu yang buruk.

“Kita lihat dulu desain yang di sebelah sana,” katanya cepat.

Itu jelas alasan yang dibuat-buat. Elena tahu, tapi ia mengikuti langkah Daniel menjauh dari Ms. Callahan.

Baru beberapa langkah, terdengar suara lantang dari arah kerumunan.

“Bukankah ini desain milik Elena? Katanya dia hampir ditahan imigrasi karena visanya kadaluarsa.”

Elena spontan menoleh. Ia mengenali suara itu. Caseline—rekan sekantornya. Tapi bagaimana dia tahu tempat ini?

“Dan katanya juga, dia sengaja menikah supaya bisa perpanjang visa. Biar tetap kerja di Molgrad. Ck, memalukan.”

Setelah berkata begitu, Caseline melirik tajam ke arah Elena. Elena melangkah maju, tapi Daniel langsung menahan tangannya.

“Kamu mau aku diam saja sementara penyihir itu bicara sembarangan?” bisik Elena dengan nada tajam.

Daniel memberi isyarat agar menahan diri. Beberapa orang mulai memperhatikan mereka.

Ms. Callahan ikut mendekat. “Benarkah?” tanyanya, menatap Elena yang berdiri dengan tangan mengepal di ujung bajunya.

“Sampai kapan Anda akan tinggal di sini? Anda disewa untuk memata-matai orang, ya?”

“Sayangnya, pihak kantor menyetujui hal itu,” jawab Ms. Callahan santai, dengan senyum menyebalkan.

Daniel menarik tangan Elena, mengajaknya menjauh dari kerumunan. Mereka berhenti di tempat yang agak sepi.

“Kamu masih mau membatalkan pernikahan setelah semua yang kamu lihat tadi?”

Langsung saja Daniel mengungkapkannya. Baginya, inilah saat yang tepat untuk menyadarkan Elena.

“Aku mau bicara langsung dengan Caseline.”

“Tunggu!”

Daniel menarik napas. “Kita harus selesaikan masalah ini dengan kepala dingin. Bukan menambah masalah baru.”

Elena menaikkan kedua alisnya. Ia menyilangkan tangan di dada—gaya khasnya saat ingin menegur orang.

“Aku ingin tahu, apa idemu?”

Daniel justru maju lebih dekat. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan.

“Kadang, kucing punya cara sendiri untuk menangkap mangsa... tanpa harus jadi singa.”

Tanpa berkata lagi, Daniel menggenggam tangan Elena dan membawanya kembali ke tengah kerumunan. Mereka mencari celah, mendekati posisi Caseline yang masih berdiri di sana. Ms. Callahan tampak sibuk dengan ponselnya.

“Siapa bilang pernikahan kami palsu? Nih, lihat!”

Daniel tiba-tiba menarik tengkuk Elena.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikah Karena Visa   BAB 74 : Pertemuan Isabel

    Ruang rapat kecil sudah penuh. Tim Elena duduk satu sisi, tim promosi di sisi lain. Daniel duduk di dekat pintu, membawa laptop dan map dokumen. Elena berdiri di depan layar. “Kita targetkan fase desain selesai akhir minggu. Setelah itu, masuk ke pengujian dan materi promosi,” ucap Elena singkat. “Tim promosi tinggal menyesuaikan.” Ketua tim promosi menggangguk. “Kami siap tunggu file final-nya.” Elena melirik Daniel. “Pak Daniel, update layout-nya sudah dikirim?” Daniel bengong sebentar, lalu buru-buru buka laptop. “Oh, iya. Maksud saya... belum. Itu baru draft, file final masih saya perbaiki.” Elena menatapnya tajam. “Lain kali fokus, ini bagian penting.” Daniel diam, angguk pelan. Suasana jadi agak canggung sejenak sebelum rapat dilanjutkan.Ketua tim promosi berdeham pelan, mencoba mencairkan suasana. “Kalau begitu, kami tunggu file finalnya paling lambat besok pagi ya, Pak Daniel.” “Iya, siap,” jawab Daniel cepat, masih menunduk. Elena kembali melihat ke layar.

  • Menikah Karena Visa   BAB 73 : Masa Lalu

    Suara notifikasi itu terdengar jelas di antara keheningan. Elena ikut melirik ke arah ponsel Daniel yang tergeletak di meja dekat sofa. Daniel buru-buru membalikkan layarnya, seakan tidak ingin siapa pun melihat isinya. Tapi Elena sudah menangkapnya. Wajah Daniel berubah. Tidak seperti sebelumnya. Ada sesuatu yang berbeda dalam sorot matanya—gelisah… takut? "Itu siapa?" tanya Elena hati-hati, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang. "Bukan siapa-siapa," jawab Daniel cepat, lalu bangkit dari duduknya. Elena menyipitkan mata. "Dan kamu pikir aku akan percaya jawaban kayak gitu?" Daniel tak membalas. Ia mengambil gelas kosong di atas meja dan berjalan ke dapur, pura-pura sibuk. Elena mengikuti. "Daniel, ada apa sebenarnya? Kamu berubah. Dari tadi malam kamu murung setelah lihat ponsel, dan sekarang juga begitu. Siapa yang kirim pesan itu?" Daniel menyalakan keran air. Suaranya mengalahkan suara Elena beberapa detik. "Daniel..." suara Elena melembut, berdiri di sis

  • Menikah Karena Visa   BAB 72 : Kesabaran Daniel

    Jarum jam menunjukkan pukul dua tepat saat Daniel berdiri dari kursinya, menggenggam map laporan di tangan. Ia melangkah ringan menuju meja kerja Elena. Namun kursi itu kosong. Alisnya mengernyit. “Elena kemana?” gumamnya pelan. Ia menoleh ke arah salah satu anggota tim mereka. “Kamu lihat Bu Elena?” “Oh, barusan masuk ke ruangan Pak Grant,” jawabnya tanpa berpaling dari layar. Daniel menegang sejenak. Rahangnya mengeras. “Oh,” sahutnya pendek. Ia menunduk sebentar, lalu kembali menatap map laporan di tangannya. Awalnya, dia berjalan menuju ruang meeting untuk meletakkannya di meja Elena saja… tapi langkahnya berbelok sendiri, membawanya ke koridor tempat ruangan CEO berada. ‘Bukan urusanku…’ pikirnya sambil mencoba meyakinkan diri. Namun tubuhnya terus melangkah. Begitu sampai di depan pintu ruangan CEO, Daniel mengetuk ringan. Tapi tak menunggu jawaban—hanya mendorong pintu sedikit terbuka. “Permisi, saya mau antar—” Kata-katanya terhenti. Matanya membelalak ke

  • Menikah Karena Visa   BAB 71 : Masa Kelam Datang

    Elena menatapnya tajam, tapi kemudian mendesah pelan. “Aku ngerti, Dan. Tapi kamu harus bisa tahan. Kita nggak kerja di tempat yang bebas konflik, tahu sendiri kan reputasi kantor ini.” Daniel tak langsung menjawab. Suasana di antara mereka hening sesaat, hanya terdengar suara samar mesin AC gedung dan langkah kaki jauh di belakang. “Aku janji,” kata Daniel akhirnya. “Nggak bakal sembarangan lagi. Tapi kalau dia ganggu kamu juga, jangan suruh aku diam.” Elena mengalihkan pandangannya, tak langsung menjawab. Daniel menoleh. “Lena—eh, maksudku, Elena. Kamu tahu kan, aku... cuma nggak suka orang kayak Lukas bersikap semaunya. Apalagi ke kamu.” “Aku bisa jaga diri,” ujar Elena pelan, tapi matanya menatap Daniel dengan lebih lembut. “Tapi… terima kasih.” Daniel tersenyum samar. “Yuk pulang. Aku lapar.” “Padahal tadi kamu udah makan siang dan makan malam bareng aku,” sahut Elena sambil masuk ke dalam mobil. “Tapi makan malam bareng CEO itu penuh tekanan. Aku butuh nasi goren

  • Menikah Karena Visa   BAB 70 : Lukas dan Daniel

    Sebuah restoran sederhana tapi tenang. Daniel duduk di seberang Elena, memandangi sepiring ayam panggang dan seporsi nasi hangat yang tersaji di hadapannya. “Ini beneran kamu yang traktir?” tanya Daniel, mencoba tersenyum meski masih terlihat sedikit lesu. Elena mengangguk. “Iya. Anggap saja permintaan maaf karena marah-marah tadi pagi.” “Kalau gitu... makan malam kamu masak sendiri, ya?” Elena mendelik kecil. “Iya, iya. Sudah dijanjikan.” Baru saja Daniel hendak menyuap makanan, pintu restoran terbuka. Seorang pria bersetelan hitam elegan masuk. Meski tempat itu jauh dari kesan mewah, kehadirannya membuat beberapa pengunjung langsung melirik. “Pak Grant?” gumam Elena pelan. CEO itu berjalan langsung ke arah mereka. “Saya tidak mengganggu, kan?” Elena berdiri cepat. “Tidak sama sekali, Pak. Silakan duduk.” Grant menarik kursi di sebelah Daniel dan duduk dengan tenang. “Saya hanya ingin bicara sebentar.” Daniel menegakkan badan, matanya sempat bertemu dengan Elena s

  • Menikah Karena Visa   BAB 69 : Perkelahian Kantor

    Pena di tangan Lukas jatuh ke lantai bersamaan dengan pukulan keras mendarat di rahangnya. Daniel tidak tahan lagi. Selama ini dia bisa bersabar, tapi tidak hari ini. Luka yang dikorek, rasa cemburu yang dibungkam, dan ejekan bertubi-tubi membuat pertahanan itu jebol. “Apa kau pikir aku takut padamu?!” desis Daniel sembari mencengkeram kerah Lukas. Lukas membalas, mendorong Daniel hingga menabrak rak sebelah, beberapa berkas berjatuhan. Dalam hitungan detik, ruang data yang biasanya sepi berubah jadi arena baku hantam. Di Luar Ruang Data Suara benturan keras dan makian terdengar hingga lorong. Seorang staf IT yang kebetulan lewat memutar balik, lalu bergegas memberitahu kepala tim Lukas. Tak lama kemudian, beberapa karyawan mulai berdatangan, penasaran, saling berbisik dan mengintip dari balik pintu terbuka. “Astaga... itu Daniel dan Lukas?” bisik seseorang. * * * * * * * * * * Elena sedang meninjau laporan proyek di dekat printer utama saat suara gaduh itu sampai ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status