Beranda / Romansa / Menikah Karena Visa / BAB 5 Kelicikan Ms. Callahan

Share

BAB 5 Kelicikan Ms. Callahan

Penulis: Kim Hwang Ra
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-19 15:21:21

Usai pembicaraan semalam dengan ayah Daniel, Elena langsung mengajak Daniel ke kamar untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Tentu saja, dia tidak setuju dengan keputusan ayah Daniel yang ingin mereka berdua tinggal di kota ini—apalagi jika itu berarti harus meninggalkan pekerjaan impian Elena.

“Kau tahu kenapa aku melakukan ini, kan?!”

“Tentu saja, tapi—”

“Tidak bisa, Daniel. Aku tidak mau tinggal di sini.”

“Aku tahu, tapi saat kau menunjukkan penolakan secara terang-terangan, itu bisa memancing kecurigaan dari ayahku.”

Elena tidak tahu harus berkata apa lagi. Ia mengambil ponselnya, melihat jangka waktu yang sudah ia tandai agar tidak lupa tujuan awal melakukan semua ini. Malam semakin larut. Lebih baik ia beristirahat untuk menjernihkan pikirannya yang masih pusing memikirkan keputusan ayah Daniel.

“Tiga hari lagi ada kompetisi desain taman. Mungkin saja itu bisa menghiburmu,” ujar Daniel.

Elena pura-pura tidak mendengar. Tubuhnya sudah tertutup selimut. Mereka memang ditempatkan dalam satu kamar oleh Nenek Rose, tapi karena takut menimbulkan kecurigaan, mereka akhirnya setuju. Daniel tidur di lantai, sementara Elena—yang masih bertingkah seperti bos—meminta kasur sebagai tempat tidurnya.

Perjalanan Elena selama di Tenebris baik-baik saja, meski kadang Ms. Callahan memantau mereka seperti seorang detektif.

“Apa Anda tak punya pekerjaan selain ini? Anda tidak merindukan Molgrad?” tanya Elena saat tak sengaja bertemu Ms. Callahan di taman depan rumah Daniel. Taman di rumah itu cukup luas. Elena masih ingat betapa penuhnya rumah ini saat kedatangan keluarga Daniel tiga hari yang lalu.

“Ini memang pekerjaanku. Aku tidak suka bekerja setengah-setengah. Maka dari itu, aku harus menuntaskannya hingga akhir,” jawab Ms. Callahan dengan bangga. Setelahnya, ia pergi ke kolam kecil di taman. Ia tampak berbicara seperti orang gila dengan ikan-ikan yang baru saja ditambahkan oleh Nenek Rose karena percaya bisa membawa keberuntungan. Beberapa keluarga Daniel memang masih percaya hal-hal yang berbau mistis.

“Bagaimana, Elena? Apa kau mau ikut kontes yang aku katakan itu?” tanya Daniel lagi.

“Tentu saja. Aku bosan hanya berdiam diri di rumah—apalagi dengan wanita itu,” jawab Elena.

Ms. Callahan sempat melirik karena merasa dibicarakan, tapi Elena cepat-cepat menarik Daniel pergi ke acara kontes yang disebut Daniel beberapa hari lalu. Sesampainya di sana, Elena tampak antusias. Banyak peserta yang ikut ambil bagian, dan desain-desain mereka tak kalah hebat dari desain-desain yang pernah Elena kenal.

“Kemarilah,” kata Daniel sambil mengajak Elena ke tempat pendaftaran peserta.

Namun, Elena tidak percaya ketika melihat bahwa Ms. Callahan ada di sana—dan lebih mengejutkan lagi, wanita itu menjadi salah satu juri yang akan memberikan pertanyaan kepada peserta.

“Apa dia tidak punya pekerjaan lain?” bisik Elena.

Daniel tertawa kecil. Elena menoleh ke arahnya dan berkata, “Kita punya pikiran yang sama tentang wanita itu.”

Desain milik mereka berdua mendapat sambutan yang cukup hangat dari warga Maple Hollow. Berbagai ide tercurah, dan Elena mulai melihat bakat Daniel yang perlahan mulai diperlihatkan ke semua orang. Sempat ia terkagum, tapi segera menyadarkan dirinya.

“Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya Daniel yang sedari tadi memperhatikan Elena.

“Aku tidak menatapmu. A-aku hanya lihat ada penjual balon di sana. Heran saja, setua itu masih berjualan,” elaknya.

Daniel menoleh ke arah yang ditunjuk Elena, namun tak melihat apa-apa. Setelah itu, mereka mendapatkan posisi paling depan saat penilaian kontes. Tibalah giliran mereka mendapat pertanyaan dari para juri—dan tentu saja, Ms. Callahan tidak menyerah.

“Bagaimana masa depan kalian setelah menikah?” tanyanya tajam.

“Apa hubungannya dengan ini?” balas Elena.

Elena tak mau kalah dengan pertanyaan menjebak itu. Ia tidak ingin pertanyaan itu membuatnya terlihat mencurigakan.

“Tentu saja,” lanjut Ms. Callahan. “Sepasang kekasih dengan bakat desain yang bagus, bukankah akan memiliki masa depan yang cerah?”

“Kami memang memiliki masa depan seperti yang Anda katakan. Namun, ada banyak hal yang kami siapkan tanpa perlu saya jelaskan pada Anda,” jawab Elena tenang.

“Kenapa? Apa masa depan itu bukan bersama kekasihmu yang sekarang?”

Elena hanya diam, malas meladeni wanita itu. Daniel akhirnya angkat suara.

“Apa peraturan kontes ini mewajibkan peserta menjawab pertanyaan pribadi seperti yang Anda ajukan?” katanya.

Ms. Callahan terdiam. Ia selalu kalah jika Daniel membantu Elena. Namun, tiba-tiba ponsel Elena berdering. Sudah lama ia tidak mendapat panggilan dari Adi. Ia hanya berpikir bahwa pria itu mungkin sibuk dengan pekerjaannya sebagai seorang dokter.

Elena menyambut panggilan itu. Namun, tak lama setelah mengangkatnya, wajahnya berubah.

“Ada apa, Elena?” tanya Daniel melihat perubahan ekspresinya.

“Lebih baik kau kembali saja, Adi. Aku khawatir kau tertular, dan aku tidak bisa membayangkannya,” kata Elena dengan suara bergetar.

Daniel tidak paham apa yang dibicarakan Elena karena wanita itu menggunakan bahasa yang tidak dimengertinya.

“T-tidak bisa, kau harus pulang,” kata Elena lagi.

Beberapa detik kemudian, ponsel Elena mati. Sepertinya Adi sengaja memutuskan panggilan itu. Elena langsung menangis, tertunduk, dan Daniel melihat semuanya.

“Sebaiknya kita pulang dulu,” ucap Daniel pelan, menyadari bahwa Elena membutuhkan waktu untuk sendiri—meskipun ia tidak tahu bahwa Adi, tunangan Elena, adalah orang yang tadi menelepon. Satu rahasia yang belum bisa Elena ceritakan.

Sesampainya di rumah, Elena langsung masuk ke kamar. Ia tak bicara dengan siapa pun, termasuk ibu Daniel yang sedang memetik bunga di taman.

“Ada apa, Daniel? Apa ada masalah?” tanya ibu Daniel.

“Aku juga tidak tahu. Tadi dia baik-baik saja sebelum menelpon, lalu menangis setelahnya.”

“Kau tidak dengar apa yang dia bicarakan?”

“Dia menggunakan bahasa negara asalnya,” jawab Daniel.

Daniel kemudian menyusul Elena masuk ke kamar. Awalnya wanita itu menolak, namun Daniel bersikeras. Di dalam kamar, Daniel tidak banyak bicara. Ia hanya duduk, menatap Elena yang masih terisak di balik selimut.

“Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tapi coba ceritakan sedikit, mungkin aku bisa membantu.”

“Tak ada yang bisa kau lakukan,” jawab Elena dengan suara parau. Perlahan tangisnya mereda. Ia keluar dari balik selimut.

“Tapi ada satu hal yang bisa kau lakukan.”

Daniel menoleh, menunggu dengan penuh harap akan apa yang akan dikatakan wanita yang sebenarnya masih berstatus sebagai bosnya itu.

“Kita tunda pernikahan ini. Atau kalau perlu... kita batalkan!”

“A-apa?!” Daniel tercekat. Ia menatap Elena heran. Bagaimana bisa ia semudah itu membatalkan pernikahan mereka yang sudah hampir diketahui oleh seluruh kota Maple Hollow? Apa yang harus ia katakan pada keluarganya?

Namun, Elena malah terlihat antusias. Ia lebih memilih menyerahkan proyek ini daripada melihat Adi dalam krisis karena wabah.

“Bagaimana, Daniel? Kau setuju?” tanya Elena sambil menatapnya lurus.

Elena tidak menyerah, tetap menunggu persetujuan dari asistennya yang kini menatapnya penuh kebingungan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menikah Karena Visa   BAB 93 : Siapa Kamu?

    Langit sore di Maple Hollow berwarna jingga pucat, matahari mulai turun di balik gedung-gedung rendah. Daniel melangkah keluar dari rumah sakit, udara dingin musim gugur langsung menyapa kulitnya. Tadi, sebelum kembali tertidur, Elena sempat berbisik pelan—meminta sesuatu yang manis. “Cupcake stroberi… yang dari toko dekat taman,” katanya lemah. Daniel tahu toko yang dimaksud. Namun ada satu alasan lain ia keluar: mencari petunjuk. Sosok ber-mantel gelap itu masih menghantui pikirannya. Jalan menuju toko cupcake melewati taman kota yang tak terlalu ramai sore ini. Beberapa anak bermain di ayunan, dan pasangan lansia duduk di bangku sambil memberi makan burung. Daniel memandang sekeliling, matanya mencari kemungkinan wajah yang pernah ia lihat tadi di rumah sakit. Di seberang jalan, ada kios bunga. Daniel memperlambat langkahnya, karena dari sudut mata, ia melihat sekilas bayangan seseorang yang mirip—postur tubuh, cara berjalan, dan mantel gelap yang sama. Orang itu sedang ber

  • Menikah Karena Visa   BAB 91 : Daniel tidak kenal

    Daniel baru saja mendorong pintu, membawa kantong plastik berisi bubur hangat. Senyum kecilnya langsung lenyap saat melihat tubuh Elena terkulai di ranjang, kepalanya miring ke samping dengan mata terpejam. “Elena!!” serunya panik, kantong plastik jatuh begitu saja ke lantai. Daniel segera berlari mendekat, menepuk pelan pipi Elena. “Elena, bangun… dengar aku, Elena…” Tak ada respon, perlahan Daniel meletakkan kepala Elena diatas bantal kemudian menekan tombol darurat di dekat ranjang. Seorang perawat tak lama kemudian datang. " Apa yang terjadi?" "Entahlah, aku juga tidak tahu. Begitu sampai dia sudah pingsan" Suster segera memeriksa Elena, kemudian memeriksa kotak infus Elena lagi dan mengatakan jika Elena mungkin melihat atau mendengar sesuatu yang membuatnya syok. "Lebih baik anda di sini saja, setidaknya bisa langsung hubungi kami jika terjadi sesuatu" Daniel mengangguk, setelah suster keluar Daniel duduk menepi di dekat ranjang Elena. Menepuk pelan punggung tanga

  • Menikah Karena Visa   BAB 91 : Siapa Pelakunya?

    Daniel menatap Adi lama, rahangnya mengeras, tapi di balik tatapan tegas itu, pikirannya mulai terusik. Apa mungkin... yang dia bilang ada benarnya? Ingatan-inginannya tentang Elena, kejadian beberapa minggu terakhir, semua berputar di kepalanya. Keraguan yang tak pernah ia izinkan masuk, kini perlahan merayap. Namun, ia tak mau menunjukkannya di depan Adi. “Aku nggak tahu apa maksudmu,” ucap Daniel akhirnya, nadanya terdengar datar, nyaris tanpa emosi. “Tapi kalau kau datang ke sini untuk memprovokasi, aku sarankan kau pergi sebelum aku benar-benar marah.” Adi tahu jika Daniel mungkin saja tak percaya padanya, tapi mustahil tabrakan itu tak disengaja hanya karena kantuk."Kita bisa cari tahu dari CCTV jalan"Adi menambahkan namun Daniel belum sepenuhnya percaya, dia segera menuju ruangan inap Elena. Masuk dengan ekspresi yang sulit dibaca oleh keluarganya, dia duduk disebelah Elena."Adi sudah pulang?"Daniel menoleh, " Belum, dia ingin menjengukmu"Elena diam, tentu saja dia ta

  • Menikah Karena Visa   BAB 90 : Adi menjenguk Elena

    Daniel berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi. Jarum jam terus bergerak, namun waktu terasa begitu lambat. Setelah hampir dua jam, pintu ruang operasi akhirnya terbuka, dan dokter keluar dengan ekspresi lelah namun tenang. “Operasinya berjalan lancar,” kata sang dokter. “Namun, pasien masih belum sadar. Kita akan memindahkannya ke ruang inap untuk pemantauan.” Daniel mengangguk, mengucapkan terima kasih berkali-kali. Setelah Elena dipindahkan, ia tetap berada di sisinya. Peralatan medis berderit pelan, dan napas Elena yang teratur menjadi satu-satunya hal yang sedikit menenangkan hatinya. Di kursi sebelah tempat tidur, Daniel meletakkan tas dan ponsel Elena yang tadi ia bawa dari lokasi kejadian. Malam semakin larut, hampir semua lampu di lorong rumah sakit sudah redup. Tiba-tiba, ponsel Elena berdering. Daniel menoleh, melihat nama “Adi” terpampang jelas di layar. Alisnya mengerut. Ia mengambil ponsel itu, menekan tombol terima sambil melangkah keluar ruangan agar suar

  • Menikah Karena Visa   BAB 89 : Elena, bangunlah!

    Sirine ambulans meraung membelah malam. Daniel duduk di dalam, menggenggam tangan Elena yang dingin dan masih berlumur darah. Matanya merah, wajahnya tak tenang. “Bertahan, Elena…,” gumamnya pelan, seakan berbicara pada seseorang yang mungkin sudah tidak mendengar. Sesampainya di rumah sakit, tim medis segera membawa Elena masuk ke ruang IGD. Daniel sempat tertahan di luar, berdiri lemas dengan pakaian berantakan, sebagian basah oleh darah Elena. Tangan dan lututnya gemetar. Tak lama setelah itu, ia segera menghubungi keluarganya. “Nek... tolong datang ke rumah sakit kota. Elena... kecelakaan.” Suaranya tercekat. Kurang dari setengah jam, Nenek Rose datang bersama Lily, yang matanya membelalak ketika melihat Daniel berdiri sendiri di lorong rumah sakit, wajahnya murung. “Daniel! Bagaimana Elena?” tanya Lily panik sambil menggenggam lengan kakaknya. “Dia masih di ruang tindakan...” jawab Daniel lirih, menunduk. “Dia berdarah... dia... pingsan.” Beberapa menit kemudian,

  • Menikah Karena Visa   BAB 88 : Kecelakaan

    Aroma masakan menguar dari dapur rumah Daniel. Di ruang makan, meja telah tertata rapi dengan berbagai hidangan khas rumahan. Nenek Rose tampak sibuk memastikan semua orang duduk di tempatnya masing-masing, wajahnya ceria seperti biasa. "Kayla, duduk di sebelah Elena ya," ucap Nenek Rose sambil tersenyum hangat. “Margaret, di sebelah saya. Daniel, kamu bantu tuangkan air ya?” Daniel yang berdiri dekat meja hanya mengangguk, mengambil teko dan mulai menuang air putih ke gelas-gelas. “Terima kasih sudah mengundang kami,” ucap Margaret, nenek Kayla, dengan suara lembut dan sopan. “Saya senang melihat Kayla bisa duduk bersama kalian.” Elena tersenyum ramah. “Kami juga senang, Nenek. Semuanya sudah selesai, jadi nggak perlu ada beban lagi.” Kayla menunduk sejenak, lalu mendongak dan menatap Elena dan Daniel bergantian. “Terima kasih… karena kalian mau memaafkan aku. Aku tahu… aku udah lancang. Aku cuma… terlalu tertekan. Tapi sekarang, aku sadar itu bukan cara yang baik.” Dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status