Share

Tergoda

Suly mengepalkan tangan. Matanya menatap tajam pria paruh baya yang masuk kedalam kamarnya tersebut.

Kemudian Suly langkahkan kakinya keruang dimana Citra dan Habibah berada. Dengan hati yang sangat geram, merutuki dirinya sendiri kenapa ini sampai terjadi?

"Kenapa? lama sekali Tante," tanya Citra sembari menatap dalam Tantenya yang baru saja masuk.

"Eh ... itu ... Tante sakit perut, iya sakit perut," Suly agak gugup. Pikirannya belum tenang, untuk menyembunyikan rasa gugupnya Suly pura-pura merapikan rambut sebahunya itu.

"Oh sakit perut. Citra kira kemana?" lalu citra mengalihkan pandangannya ke lain arah.

"Sakit perut, sebentar saya carikan obat di kotak ya?" Habibah langsung melengos mengambilkan obat.

"Ti- tidak usah," namun Habibah sudah pergi. "Huh ... " Suly menghela nafas panjang.

"Kenapa Tante? kaya orang gugup begitu, tidak ada apa-apa kan?" ucapnya citra dengan tatapan curiga.

"Ti-tidak, Tante baik-baik saja, kamu kenapa sih curiga amat? emangnya Tante menyembunyikan sesuatu gitu, maksudmu?" Suly menepis tatapan Citra dengan mengalihkan pandangan ke lain arah.

"Citra takut tante ke napa-napa Tante," elak Citra. "Ya sudah kita ke ruang tamu yok," ajak Citra sambil berdiri dan di ikuti oleh Suly.

Keduanya duduk di sofa ruang tamu. Habibah yang membawakan obat dan air putih, melihat tamunya sudah duduk di ruang tamu langsung saja menghampiri.

"Ini diminum obatnya, takut terus-terusan sakitnya." Habibah menyodorkan obat sekaligus air putihnya pada Suly yang malah bengong.

"Ta-tapi," Suly menatap obat yang masih di tangan Habibah. "Sial saya, kan, tidak sakit perut. Tadi aku berbohong saja bukan beneran!"

"Minumlah! katanya tadi sakit perut," ujar Habibah sembari terus menyodorkan obat nya.

"I-iya tadi. Sekarang sudah enggak, kan sudah dikeluarin jadinya lega tidak sakit lagi," elaknya Suly agak gugup serta mengusap perutnya yang memang baik-baik saja.

"Ya sudah ... kalau sudah sembuh, baguslah," kemudian mereka ke dapur untuk membuat kue untuk acara nikahan nanti, biar gak semuanya beli.

"Bikin kue spa? aku gak bisa deh!" Suly sambil menatapi ke adaan dapur yang bersih dan luas. Dan terdapat ada dua orang yang sedang sibuk membuat kue kering.

Namun tetap saja Suly kepikiran kejadian tadi yang membekas di hati, pikiran dan juga di bibirnya.

"Kebetulan saja, sekalian kalian ada di sini jadi dimintai bantuan, hi hi hi ... gak kenapa-napa kan?" Habibah tersenyum pada Suly dan Citra.

"Ooh, tidak apa-apa sekalian saja sebelum kami pulang." Jawabnya Suly sambil menunjukan giginya yang putih.

Disela bikin kue, Habibah masak buat makan siang. "Padahal nenek di ajak kesini. Kenapa harus di tinggal di rumah! kasian," ucap Habibah sambil menyalakan kompor.

"Lain kali aja Tante, eh Bu. Lagian nenek sedang kurang enak badan," sahut Citra sembari memotong sayuran.

Suly tengah membuat kue bersama dua orang lainnya sambil bengong, dalam benaknya masih terbayang kejadian tadi. Ada rasa benci namun sekilas ada rasa ingin mengulang kembali, ia menggeleng ingin membuang pikiran kotor yang ada di kepalanya.

"Wah ... bidadari cantik sedang berada di dapur rupanya, duh ... masak apa nih? sampai tercium baunya," ucap Ikbal menghampiri istrinya.

"Iya Pak, lagi masak kesukaan kalian, Cumi balado dan sayur asam," sahut istrinya sembari menoleh pada sang suami yang baru saja datang ke dapur.

"Pantas wangi." Matanya melirik ka arah Suly yang juga memandanginya, Suly langsung menunduk. Ikbal diam-diam mesem sendiri.

Biarpun sudah paruh baya namun masih terpancar pesonanya, pantas saja Yusuf begitu tampan. Ikbal pun sebagai ayahnya masih terlihat segar, dewasa dan berkarisma.

Hati Suly jadi tak menentu, entah apa yang dia rasakan kali ini. Ada rasa benci ada juga mulai tergoda pesonanya. Padahal sebelumnya rasa itu tidak pernah tersirat sedikitpun di benaknya Suly.

"Gila apa yang ku rasakan ini?" batin Suly sembari menunduk.

Ikbal berjalan melewati Suly uang agak jauh dari kedua orang yang membantu-bantu bikin kue, dengan niat duduk di kursi meja makan.

Sekilas tangannya Ikbal menepuk pinggul Suly yang berdiri dengan tangan belepotan tepung. Sontak Suly memejamkan mata dengan hati gondok, baru kali ini merasa di lecehkan seorang pria. Mana di rumahnya sendiri, Padahal selama ini Ikbal selalu bersikap sopan dan dan menghormati wanita.

"Mau kopi Pak?" tanya Habibah menoleh pada suaminya.

"Boleh sayang?" namun ekor matanya melirik Suly.

Usia Suly memang sudah tidak terbilang muda lagi, namun mungkin karena belum pernah turun mesin jadi masih nampak kencang. Ditambah penampilannya yang tidak mengenakan pakaian gamis, kerudung seperti Habibah dan Citra. Jadi lekuk tubuhnya agak terekspos, terutama dada dan pinggul begitu menonjol.

Habibah membawakan segelas kopi untuk sang suami, dan Citra menggantikan peran Habibah memasak.

Citra merasa sedikit aneh dengan sikap tantenya namun tidak berani berpikiran yang macam-macam.

Dari luar terdengar suara mobil dan tidak lama munculah seorang pria muda menjinjing tas kerjanya. "Assalamu'alaikum ..."

"Wa'alaikum salam ... eeh sayang, sudah pulang," sambut Habibah pada putranya Yusuf.

"Iya," sahut Yusuf sembari mencium tangan Ibunya lalu tangan Bapaknya. Barulah duduk dekat Ikbal.

"Bapak kapan pulang dari luar kota?" tanya Yusuf sambil menyimpan tas di kursi satunya.

"Tadi pagi," sahut Ikbal sambil menyeruput kopinya.

"Citra! tolong buatkan jus buah buat calon suami mu sayang." Habibah melirik Citra yang menunduk sambil mengorak-ngarik masakan.

Deg, hatinya seakan loncat, mendengar perintah calon mertua untuk membuatkan jus untuk calon suami.

Buahnya tuh di kulkas cukup satu aja, tambahin se-sendok makan madu ya? madunya ada tersedia di kulkas juga," titah Habibah. Citra melihat arah yang di tunjukan oleh Habibah sang calon mertua.

Citra berjalan mengambil buah dan madu juga es batu, terus mengambil gelas blender, setelah mengupas buahnya Citra membuat jus seperti perintah calon mertua.

"Em ... Citra harus tau ya, kalau Yusuf pulang siang gini, sudah jadi kebiasaannya minum jus buah," ucap Habibah dengan lirih.

"Oh gitu." Citra mengangguk, lalu ia membawa gelas jus dan menyimpan depan Yusuf. "Silahkan diminum jusnya," ucap Citra dengan lembut.

"Ya!" Yusuf singkat tanpa mengucapkan terima kasih dan menoleh.

Citra berbalik kembali ke tempat semula membantu Habibah, karena masakan sudah matang. Kemudian di tatanya di meja makan.

"Duhai raja dan pangeran ku, ada baiknya kalian bersih-bersih dulu. Terus sholat dzuhur, habis itu barulah kita makan bersama," lirih Habibah kepada kedua lelakinya.

"Baiklah bidadariku." Ikbal beranjak menggeser kursinya meninggalkan dapur.

Begitupun Yusuf, setelah jusnya kesukaanny tandas. Mengambil tas nya lalu pergi ke kamar.

"Kita dzuhur dulu yuk, nanti kita makan bersama!" ajak Habibah setelah semua masakan siap santap di meja. Citra dan Suly mengangguk, mereka menunaikan sholat di kamar tamu bertiga ....

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status