Malam ini adalah malam berat bagi mereka semua. Langit seakan mendukung dengan menurunkan hujan dan petir.
Andreas duduk termenung di atas kasur Serena. Kamar berserakan menjadi pemandangan naas yang menggambarkan perasaan Andreas.
Serena menghentikan taksi di jalan gang menuju rumahnya. Ia menerobos gelapnya malam, dinginnya air hujan dan kengerian suara petir. Lampu rumah menyala dan terdengar suara tawa adik-adik sepupunya yang sedang menonton televisi. Tawa yang tidak pernah ia dapatkan selama hidup.
Sejak kecil ibu meninggalkannya bekerja, sementara ayah sakit jantung. Bahkan sesekali ia menghabiskan malamnya di kamar rawat inap.
Badan Serena sudah kuyup ketika sampai di teras rumah. Ia mengetuk rumah dengan perasaan takut kecewa.
"Assalamualaikum." Suara tawa itu lenyap seketika di sambung bisikan-bisikan.
"Ada yang bilang assalamualaikum."
"Siapa-siapa?"
"Waalaikumusalam." Suara seorang wanita p
Amplop itu berisi akta kelahiran Key yang memang hal wajar diminta pihak sekolah sebagai syarat administrasi. Di dalam akta itu tertulis jika Key anak Marianna dan Andrew Adrison.Lalu mataku menangkap bukti lain."Tepat dugaanku." Aku meremas ujung foto copy akta kelahiran Key."Mereka bisa mengelabui orang lain tapi tidak denganku."Mereka kurang pandai berbohong. Memalsukan nama ayah tapi tidak dengan tanggal lahir Key."Key lahir tujuh bulan setelah aku koma. Kecurigaanku kemarin benar bahwa Key anakku dan ucapan Serena kemarin pasti ini maksudnya."Sebuah ingatan muncul di kepalaku."Andreas nikahin aku!" Samar terdengar suara Anna berteriak lalu setelah itu cahaya putih menyilaukan mataku muncul membuat ingatan itu lenyap. Tak hanya itu ulu hatiku seperti dibogem. Rasanya ingin muntah namun tertahan."Itu pasti ingatan sebelum kecelakaan, Anna memintaku menikahinya karena dia hamil anak kami?" Aku berusaha men
Mataku terbuka, ruangan ini terasa sangat asing. Langit-langit berwarna putih, suara detak beraturan yang asing, suara langkah kaki dari kejauhan, bau menyengat yang aku kenali. Ah, iya, ini di rumah sakit. Apa aku sedang berada di ruang peraktekku? Tapi sedang apa? Kenapa aku berbaring? Aku mencoba untuk bangun tapi rasanya tak ada tenaga. Bola mata kuarahkan ke samping kanan agar bisa melihat lebih jauh. Terlihat pintu yang tertutup, kemudian ku arahkan ke sebelah kiri, kulihat jendela dan sofa. Tunggu sebentar, sepertinya aku melihat ada sesuatu di atas sofa. Ada sesuatu tertutup kain. Kain itu bergerak lebih tepatnya menggeliat, itu adalah seseorang. *Suara handphone berbunyi* Sosok dalam selimut itu terganggu karena suara handphone tadi, ia kemudian mengangkatnya. "Hallo," ucapnya. Ternyata suara wanita. "Iya, nanti siang aku transfer. Dah kumatikan, ya." Wanita itu mematikan telepon. Wanita itu keluar dari dalam selimut.
Mama diam cukup lama hingga akhirnya memecah keheningan di ruangan ini. "Cepat atau lambat, dari Mama atau bukan, kamu pasti akan mengetahui juga keadaan sekarang. Akan Mama beri tahu satu per satu, agar kamu tidak tekejut," tuturnya. Meskipun penasaran apa yang terjadi selama tujuh tahun ini, tapi aku menerima keputusan mama tanpa mendebatnya. Mama pasti memikirkan resiko kesehatanku. "Mama akan jawab pertanyaanmu tentang papa." Mama menarik napas panjang, ia seperti menahan sesak. "Setelah kamu kecelakaan kesehatan papa mulai menurun. Beliau kelelahan dan terlalu banyak pikiran. Delapan bulan kemudian papa meninggal. " "Papa meninggal?" Rasanya dadaku menjadi sesak. Ku pegang dadaku. Mama memegang tanganku yang berada di kasur secara tiba-tiba. Hal itu ternyata membuat dadaku tidak terlalu sesak lagi dan perlahan aku kembali bernapas normal. Aku melihat tanganku yang digenggam mama. Genggaman tangannya memberiku kekuatan. Kem
Lamunanku buyar. Aku tersadarkan karena tiba-tiba Serena menggenggam tanganku. Aku langsung menatap Serena. Entah ekspresi apa yang kuberikan padanya saat itu karena spontan ia melepaskan genggaman. Serena langsung gelagapan. "Maafkan saya, Dokter. Saya hanya meniru apa yang nyonya besar tadi lakukan ketika menenangkan Anda. Saya tidak bermaksud lancang. Saya hanya takut Anda seperti tadi pagi."Jelas Serena begitu cepat. Gadis yang nampak penakut seperti anak anjing di tempat baru ini ternyata adalah gadis yang cerdas. Ia mangaplikasikan ilmu yang dia lihat. "Aku tidak marah, Serena. Aku hanya terkejut," terangku. Padahal aku sudah menjelaskan tidak marah, tetapi Serena masih terlihat panik. Ia mengibas-ngibas tangannya. Ku genggam tangan Serena yang sedang tak karuan sebagai upaya menenangkannya. "Tenang Serena, aku tidak marah kepadamu. Aku hanya terkejut. Tenanglah!" Bukan semakin tenang ia malah semakin panik dan melepas cepat tanganku.
Dokter Daniel pamit karena harus operasi jam sembilan. Selepas rombongannya pergi aku semakin bersemangat."Serena cepat bersekan barang kita yang ada di sini. Aku ingin segera pulang.""Andreas, kenapa buru-buru?" Tanya mama."Hanya sudah rindu kamarku. Apa masih seperti dulu?""Ah iya, Nin tolong suruh ibu Pur bersihkan kamar Andreas. Tentu kamarmu masih seperti dulu, hanya sedikit kotor.""Baik nyonya, " Nin asisten baru mama yang belum ku lihat sebelum aku koma pergi keluar.Mama kemudian mengeluarkan handphone. Kulihat handphone mama begitu besar dan tidak ada tombol apa pun. Hanya layar."Wah ini handphone jaman sekarang?" Aku terkekeh mendengar pertanyaanku sendiri. "Rasanya aku seperti manusia yang berpindah dengan mesin waktu."Kulihat mama tidak meresponku, hanya sibuk dengan handphone. Aku memberikan ruang untuk mama. Mungkin ada hal yang harus beliau lakukan.Mama mengangkat kepalanya setelah cukup lama
Pak Badri membawa aku dan Serena ke rumah lama kami. Rumah sebelum papa dan mama sukses memiliki rumah sakit Health.Rumah ini memang jauh lebih kecil dari rumah yang baru kutinggalkan tadi tapi rumah ini sama terawat dan layak untuk ditinggali."Sudah sampai dokter, ayo kita turun." Serena mengajakku turun karena aku hanya melamun menatap rumah ini.Pak Badri menemani dan membantu membawakan koper kami ke dalam rumah dan pamit setelah memasukannya."Besok saya akan ada di sini jam tujuh pagi. Siapa tahu dokter atau Serena mau pergi.""Iya pak. Terima kasih." Serena yang menjawab karena aku langsung masuk ke dalam rumah melihat-lihat.Keadaan di rumah sangat bersih seperti sengaja dibersihkan untuk kedatanganku.Aku tak begitu ingat kapan pindah dari rumah ini karena saat itu usiaku masih kecil. Katanya kami pindah saat usiaku tiga tahun.Meski tidak dihuni rumah ini tidak terlupakan untuk papa. Setiap satu bulan sekali saat ma
Aku terbangun karena mendengar suara percakapan dari luar. Itu adalah suara mama sedang berbicara dengan Serena."Ma-ma," Aku memanggil mama seperti anak kecil.Mama masuk ke kamar. Wajahnya bagaikan matahari pagi, hangat dan menenangkan. Kemudian ia duduk di kasur. Aku memeluk pinggang mama, meletakan kepalaku di atas pahanya. Aku lelah, rasanya semuanya terlalu mengejutkan, terlalu tidak masuk akal. Dua hari lalu yang ku ingat aku adalah lelaki dengan karir, asmara dan keluarga yang sempurna namun tiba-tiba ketika aku bangun semuanya sudah tidak ada.. Ayahku, pekerjaanku, kekasihku, jabatanku. Semuanya sudah direbut orang lain yaitu kakakku sendiri."Tenang anakku, tenang." Mama mengelus kepalaku.Meski rasanya dunia akan runtuh di samping mama aku merasa tenang."Harta, jabatan bahkan orang yang kita cintai dan mencintai kita bisa pergi kapan saja tapi ketika mereka pergi jangan sampai mengubah kualitas dirimu. Kamu punya mimpi yang luar biasa i
Aku terbangun karena rasa haus. Kulihat jam di dinding menunjukan angka empat. Sontak aku terduduk. Kulihat bajuku sudah berganti piyama dan aku sudah berada di kamarku."Kapan aku pulang?" Ingatan terakhirku adalah aku muntah di kamar mandi rumah sakit.Aku keluar kamar. Ku dengar bunyi-bunyian dari dapur. Serena sedeng memotong kentang."Serena tolong ambilkan air putih." Serena terkejut karena aku berjalan tanpa suara ke dapur.Serena memberiku segelas air putih. Aku meneguk gelas itu hingga kering, kemudian menatap gelas itu."Tadi nyonya besar, tuan Andrew dan dokter Daniel ke sini. Namun sudah pulang lagi sebelum Anda bangun.""Serena aku harus bagaimana sekarang?" Serena tidak menjawab. "Apa aku bisa hidup seperti dulu lagi?""Saya yakin bahwa dokter akan hidup lebih bahagia dari dulu." Serena pergi lagi ke dapur.Perkataan Serena melampaui pikiranku. Bisakah aku yang tak punya apa-apa ini akan jauh lebih bahagia?