“Kenapa gak kita tunaikan aja keinginan mereka, Ta?” Radit terus mendekat. Tatapan matanya tak seperti biasa. Rasa panas dan hasrat lelakinya terus membuncah akibat minuman yang sudah ditetesi sesuatu oleh mamanya Dita. Ia kini bagaikan macan yang siap menerkam Dita, mangsa empuk di depan mata.
“Dit, sadar! Lo harus lawan!” Dita semakin panik. Ucapannya sama sekali tak digubris oleh Radit. Ia terus mundur, sedangkan Radit semakin maju mendekatinya.
“Ayolah, Ta. Kita, ‘kan, udah nikah.” Radit semakin menggila. Ia menangkap Dita dalam sekali tarikan tangannya.
“Radiiit …! Lepasin gue!”
Radit terus memeluknya erat dan berusaha menciumnya.
Tak habis akal, Dita menggigit tangan Radit hingga lelaki itu kesakitan. Kesempatan tak disia-siakan,
“Kak Danu?” Dita tampak salah tingkah. Radit menatap tajam pada sosok laki-laki di hadapannya.Danu pun mendekat pada dua orang yang sedang berselisih itu. “Tadi … saya keluar cari angin. Tak sengaja melihat kalian di sini,” alasan Danu. Ia tak ingin suasana di sana menegang karena kehadirannya. “Ayo, masuk!” ajak Danu, melihat Radit dan Dita bergantian.Dita bergeming.“Gue mau pulang!” tegas Radit pada Dita. “Lo ikut gue, atau ke dalam sama dia?” Ada kilat kemarahan dari sorot matanya.Dita masih bergeming. Ia merasa berada di persimpangan dan bingung harus memilih jalan yang mana.Radit menatap lekat-lekat pada Dita yang menoleh padanya dan Danu bergantian. Tak mendapat jawaban, Radit melangkah tanpa kata meninggalkan tempat i
Minggu pukul 06.00, keluarga Dita dan Radit sudah datang untuk mengantar pengantin baru itu ke bandara. Penerbangan mereka terjadwal pukul 09.15 dan akan mendarat di Lombok pukul 11.15. Dita dan Radit sudah membawa dua koper berukuran sedang.“Kenapa pakai dua koper? Gak pakai satu aja yang besar?” tanya Bu Meri.Radit dan Dita saling berpandangan. Mereka tidak memikirkan jika orang tuanya akan berkomentar terkait koper itu. Mereka sendiri tak mungkin mengemasi pakaiannya dalam satu koper yang sama.“Koper besar dipinjam teman, Ma. Belum dibalikin,” jawab Radit berbohong.Mamanya Dita pun mengangguk.“Ya, sudah. Ayo ke bandara. Nanti sekalian kita sarapan di sana,” sahut papanya Dita.“Tunggu, tunggu!” Mamanya
⚠️WARNING⚠️Otak dilarang traveling baca bab ini. 😆❤❤❤‘Sialan Radit! Kapan sih dia gak godain gue?’ batin Dita. Dadanya naik turun menahan kesal. Ia lantas mandi agar tubuh dan pikirannya segar kembali. Namun, setelah selesai mandi, ia baru sadar kalau handuk dan pakaiannya masih terlipat rapi di dalam koper.‘Gara-gara Radit, gue jadi lupa ambil handuk sama baju! Gimana, nih? Gak mungkin gue keluar gak pakai baju. Bisa-bisa Radit langsung nerkam gue! Kalau nyuruh Radit ngambilin, entar dia lihat daleman gue di koper, terus kumat usilnya.’Dita mondar-mandir di dalam kamar mandi. Ia pun me
Kedua insan yang sedang berbulan madu itu menikmati tiap sentuhan pasangan di bibirnya. Tangan Radit mulai mengusap kepala Dita, tanpa melepaskan ciumannya. Lalu turun ke lengan, hingga ke punggung. Jemarinya mulai menarik bagian bawah kaus Dita ke atas. Semakin ke atas ….Kini, kulit di jari-jemari Radit langsung bersentuhan dengan punggung Dita tanpa sekat. Terus menjalar ke samping dan … tiba-tiba Dita menghentikan tangannya. Radit menjauhkan wajah dan menatapnya heran. Beberapa detik kemudian, ia kembali mendekatkan wajahnya. Namun, Dita justru menolak.“Kenapa, Ta? Lo belum siap?” tanya Radit lembut.Dita menggeleng pelan.“Terus?”“Gue ….” Dita tampak ragu-ragu mengatakannya.Radit menggenggam tangann
Dita tampak tertidur lelap saat Radit memasuki kamar hotel, tepat pukul 02.00. Lampu kamar masih menyala terang. Ponsel masih tergenggam di tangan Dita. Radit tahu, Dita pasti terus mencoba menghubungi nomornya yang sengaja ia non-aktifkan.Radit memandangi wajah Dita lekat-lekat. Ia lalu menggeser kaki Dita agar posisi tidurnya lurus, kemudian menyelimutinya. Radit menghela napas sambil menatap wajah polos Dita saat tertiduralu mematikan lampu kamar dan menyalakan lampu tidur, lalu merebahkan diri di sofa.Saat pagi, Dita yang terbangun lebih dulu, terkejut ketika melihat kamarnya sudah tak seterang sebelum ia tidur.“Radit?” Ia langsung bangkit dan mematung saat melihat lelaki itu masih terlelap di sofa, dengan posisi sedikit meringkuk dan melipat kedua tangan di dada.Perlahan Dita mendekati dan menyelimuti Radit
Hari kedua kerja setelah bulan madu, lagi-lagi Radit meninggalkan Dita hingga wanita itu harus naik taksi lagi ke kantor. Saat siang pun, Radit kembali makan berdua dengan Tiara. Namun, kali ini Dita tak lagi mengganggu mereka. Ia lebih memilih menahan lapar di ruang kerjanya dari pada harus melihat kebersamaan Radit dengan staf baru itu.Sepulang kerja, Dita yang sedang menunggu taksi online, bersisian dengan Radit yang berjalan menuju parkiran bersama Tiara. Pandangannya sempat bertemu dengan pandangan Radit, yang menatapnya tajam. Seketika, hatinya bagai dihujani batu-batu besar. Matanya terasa panas dan mulai berkaca-kaca. Dita menunduk. Setetes demi setetes air matanya mulai mengalir. Segera ia usap dengan tangan.Dari kaca spion, Radit dapat melihat Dita menangis. Kesedihan pun menyergapnya. Ia pegang kemudi dengan erat dan merapatkan gigi-giginya untuk menahan segala perasaannya.
"Kalian anggap apa pernikahan?!" tanya Bu Meri geram terhadap dua insan di hadapannya. "Dari awal Mama udah curiga. Pantas aja kalian tiba-tiba menikah, gak mau pesta. Rupanya ini rencana kalian!""Kami bisa jelasin, Ma," sahut Dita."Kamu, Dita! Ini pasti akal-akalan kamu, 'kan?" hardik mamanya."Maaf, Ma. Biar Radit yang jelasin," pinta Radit."Coba jelasin.""Awalnya, Radit yang ngajak Dita menikah, Ma. Dita menolak. Tapi, daripada Mama terus memaksa Dita menikah dengan Arya, kami buat perjanjian.""Perjanjian macam apa, Radit?" Kali ini mamanya Radit yang tampak geram."Perjanjian untuk menikah pura-pura.""Kamu!" Papanya Radit bangkit dan memukul anaknya."Pa, jangan! Hentikan!" Semuanya melerai hingga lelaki paruh baya itu cukup tenang. Sedangkan papanya Dita hanya menarik napas dalam-dalam."Tapi satu hal yang perlu Radit tekankan,
"Gue tahu siapa pelakunya!""Siapa?" Radit tampak tak sabaran."Gak ada waktu lagi!" Danu segera mengunci pintu rumahnya, sedangkan Radit berlari ke mobil.Tiba-tiba Danu masuk dan duduk di sampingnya. "Gue ikut mobil lo."Tanpa menjawab, Radit segera tancap gas mengemudikan mobilnya dengan kencang menuju Ninty Cafe. Tampak ketegangan dan kekhawatiran di wajah dua lelaki yang duduk bersampingan di mobil itu.Danu baru teringat kalau siang tadi ia sedang makan bersama Arya. Saat itu, ia sempat ke toilet dan meninggalkan ponselnya di sana. Ia lantas memeriksa isi chatnya pada Dita. Kosong. Arya sudah menghapus chat itu sebelum Danu kembali dari toilet.'Sialan Arya! Dia pakai nama gue buat ngejebak Dita!' batinnya geram.