Share

Kontrak

Untuk sesaat Kinan terdiam di tempat. Sampai kemudian rasa terkejutnya beberapa detik lalu menguap, sementara tatapannya berubah menjadi datar. Perempuan itu jelas tidak akan salah bila mengartikan bahwa sosok di hadapannya amat rupawan, dan itu jelas bukan sesuatu yang dia sukai.

Pria ini hanya sekedar tampan dan mapan. Hanya itu.

Teruntuk Kinan, tidak ada hal di dunia ini yang akan membuatnya merasa tertarik selain uang dan kemewahan. Sementara pria tampan, dia merasa bisa menemuinya kapan dan di mana saja. Kinan pikir mereka diciptakan hanya untuk dinikmati mata. Jika Kinan diberi dua pilihan antara pria tampan atau uang, jelas dia akan memilih opsi kedua tanpa pikir panjang.

Sebuah tatapan tajam dan rinci menyorot ke arah depan. Kinan tahu, tubuhnya sedang diamati. Sejurus kemudian sosok itu bergerak melewatinya untuk duduk di sofa yang sengaja diletakkan beberapa langkah dari mereka.

Tangan pria itu lantas terulur seakan menunjuk kursi di hadapannya, sebaliknya Kinan segera beranjak untuk menapakkan bokong di sana. Kinan cukup tahu jika dia sedang diperintahkan untuk duduk.

Kedua alis kinan mengerut dalam. Perasaannya memburuk saat menyadari pengamatan terhadap dirinya tidak juga berakhir. Ini membuatnya risih. Detik selanjutnya, raut wajah perempuan muda itu berubah keruh begitu mendengar kalimat keluar dari bibir pria di hadapannya. "Kamu tidak menarik." Hanya itu. 

Untuk sesaat tidak ada reaksi dari pihak Kinan, sampai kemudian dia mengangkat dagu sembari menyilangkan kaki untuk membiarkannya saling menumpu. Sebaliknya, punggungnya dibiarkan bersandar di sandaran kursi seolah-olah dirinya lah penguasa di ruangan itu. Kinan membalas, "Ah, maaf saja jika aku kurang menarik, tetapi aku bisa melakukan apa saja untuk uang." Perempuan muda itu terlalu percaya diri.

Alis si pria kontan terangkat, cukup tertarik dengan keberanian Kinan. Meski begitu bibirnya tidak bergerak mengucap sepatah kata.

Kinan kembali mengerutkan kening. Jelas, sebab yang dia butuhkan adalah sebuah tanggapan alih-alih satu kekehan mengejek setelahnya. Di saat yang sama, seringaian lebar telah mengisi raut wajah si pria sementara tatapannya mengunci kedua manik gelap Kinan, sejurus kemudian dia bertanya, "Apa yang bisa kamu lakukan?" Seringaiannya bahkan tidak berakhir.

Kinan mendongak. Perempuan muda itu sedang memperlihatkan pembangkangannya. "Aku bisa mencuri, membunuh orang ...," jeda sesaat, kedua maniknya bergerak mengamati sekeliling sebelum kemudian dia berbisik, "aku bahkan bisa menjual obat-obatan terlarang," ujarnya, bangga.

Tawa keras yang mengganggu segera menyapa telinga Kinan. Kerutan di keningnya bertambah seiring dia berpikir perihal apa yang membuat pria ini menertawakan kemampuannya. Rahang Kinan mengeras tanpa dia sadari. Dia merasa diremehkan. "Apa perkataanku terdengar lucu?" tanyanya terdengar sakratis. Tangannya terlipat di depan dada seolah menunjukkan perasaan marahnya.

Pria itu lalu terdiam. Mimik wajahnya berubah serius seolah-olah tidak pernah ada tawa di sana. Telunjuk beserta ibu jarinya lalu bergerak menumpu dagu seakan dia sedang menimang sesuatu. Berikutnya, pria itu menarik laci meja dan mengeluarkan amplop cokelat, terakhir dia meletakkannya di hadapan Kinan.

"Baca!"

Kinan mengamatinya cukup lama sebelum akhirnya bertanya, "Apa ini?"

"Aku bilang baca, kamu akan tahu sendiri." Untuk sesaat manik pria itu memicing ketika menatap Kinan, sementara senyum mengejeknya sontak terbentuk begitu dia berkata dengan remeh, "kamu bisa membaca, kan?"

Wajah Kinan seketika memerah. Sulur-sulur amarah di dalam dirinya menanjak ke level menengah. Butuh waktu lama baginya hanya untuk diam sembari mengamati pria di hadapannya dengan tatapan membunuh, sebelum akhirnya dia menarik napas dan menghelanya dengan perlahan. Demi uang, pikirnya. "Aku bisa membaca, jadi tenang saja," ujarnya, acuh tak acuh.

Pria itu lagi-lagi menyeringai. Ditatapnya Kinan yang kini fokus membuka amplop dengan wajah serius. "Benarkah?" Kinan mengangguk tanpa melirik. Senyum si pria mengembang begitu mendapati Kinan berhasil mengeluarkan selembar kertas dari dalam amplop. 

Kinan memahami intinya dengan cepat dan kerena itulah keningnya lagi-lagi berkerut tidak senang. Kinan kini beralih kepada si pria. "Apa ini kontrak perjanjian?" tanyanya.

"Iya, seperti yang kamu lihat." Dia menyeringai. "Kupikir kamu benar-benar tidak bisa membaca, sebab kebanyakan rakyat bawah tidak memiliki pendidikan memadai."

Tahu-tahu, Kinan meletakkan kertas itu ke atas meja sembari menggebraknya cukup keras. Dan karena tindakannya, sosok gagah yang ada di depannya telah mengangkat alis seolah bertanya melalui tatapan matanya yang tajam: apa yang baru saja kamu lakukan?

Kinan tidak bereaksi lebih jauh. Dadanya naik turun dengan cepat. Emosinya benar-benar sedang diuji sekarang.

"Apa baru saja kamu menggertakku?" pria itu bertanya dengan mimik wajah datar, tetapi Kinan sama sekali tidak membuka mulut. 

Beberapa menit berlalu hingga perempuan muda itu mendapati kembali ketenangannya. Dia menatap serius sembari berkata tanpa pikir panjang, "Aku akan tanda tangan kontrak."

Terkejut adalah reaksi pertama yang ditunjukkan si pria begitu Kinan berseru tak sabaran, belum lagi perempuan muda itu asal setuju tanpa membaca isi kontrak dengan teliti. "Kamu yakin?" tanyanya, sedang memastikan. Alis si pria bahkan menukik tajam. 

Kinan mengangguk yakin. Tetapi siapa sangkah tindakan itu justru membuat lawan bicaranya terbius tanpa bisa bereaksi. Sampai akhirnya si pria menarik napas lalu berkata, "Mengapa kamu tidak membacanya baik-baik? Lagi pula, aku belum tentu menerimamu meski jika kamu menandatangani sekarang. Keputusan pastinya akan disampaikan satu minggu setelahnya. Jadi, silahkan baca kontraknya dengan teliti."

Alih-alih mendengarkan, sebaliknya, Kinan hanya duduk diam dengan raut datar. Sama sekali tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan kepadanya.

Decakan keras langsung saja menyapa Kinan. Pria itu sekali lagi menatapnya sebelum akhirnya mengangkat tangan untuk menunjuk kertas berisi kontrak, dan berhenti tepat di poin yang ditandai dengan tinta merah mencolok. "Baca titik ini dengan baik, lalu setelahnya kamu boleh mengambil keputusan dengan tepat."

Kinan terdiam, tetapi maniknya menurut untuk menatap ke arah titik yang di maksud, lalu kemudian membacanya cukup keras. "Poin satu, Pihak Pertama tidak akan mengakui Pihak Kedua sebagai istri di depan umum. Poin kedua, Pihak Pertama akan memberikan apapun kepada Pihak Kedua selain cinta dan keturunan. Poin ketiga, Pihak Pertama dibebaskan berkencan dengan wanita manapun di luar sana sementara Pihak Kedua tidak dibenarkan dekat dengan laki-laki manapun selain dengan Pihak Pertama." Kinan mulai berhenti, keningnya berkerut sementara wajahnya terlihat begitu serius. Lalu di sisi yang sama, pria itu sedang menyeringai.

Sayangnya, Kinan tidak menyerah untuk tetap melanjutkan, "Poin keempat, Pihak Kedua akan tinggal di rumah yang telah disediakan oleh Pihak Pertama. Dan terakhir, poin kelima, Pihak Pertama berhak mengubah isi kontrak dan Pihak Kedua akan menyetujuinya, apapun isinya."

Wajah Kinan mendadak terangkat lantas menatap sosok pria gagah yang duduk angkuh sembari menyeringai ke arahnya. Setelah menarik napas, Kinan berkata, "Isi kontraknya lebih banyak menguntungkan Pihak Pertama dari pada Pihak Kedua," ujarnya.

"Jadi, kamu ingin menolak?"

Tetapi pria asing itu bahkan tidak bisa menyembunyikan raut terkejutnya begitu mendengar perkataan Kinan setelahnya. "Meski begitu, aku tetap setuju."

"Kamu gila!"

Kinan mengangguk datar. "Iya, selama kamu memberiku kemewahan dan uang aku bisa melakukan apapun, apalagi jika hanya kontrak semacam ini. Jadi, sebut saja aku memang gila."

Si pria tiba-tiba menarik napas kemudian memijat kening dengan mimik frustasi. Dia sungguh tidak berpikir akan mendapati perempuan macam Kinan yang kelainan otaknya sudah berada di luar jangkauan. Dia jelas tidak menduga jika Kinan akan menyetujuinya begitu saja, mengingat semua wanita yang telah membaca isi kontrak akan segera angkat kaki.

Mereka sama sekali tidak setuju dengan perjanjian itu. Ya, orang bodoh mana yang mau melakukannya. 

Lalu ada apa dengan perempuan satu ini?

Sementara Kinan masih diam menunggu, pria itu lalu menatapnya setelah menghela napas cukup keras. "Kamu ditolak!"

Kinan mengerutkan kening. "Hah? Bukankah kamu bilang keputusan baru akan keluar satu minggu setelahnya? Mengapa aku langsung ditolak sekarang?"

"Benar, tetapi aku berhak menolak dengan cepat untuk pelamar yang tidak memenuhi kriteria."

"Hah?" Kinan menganga. Dia mengulang dengan wajah tidak mengerti, "jadi aku tidak memenuhi kriteria?" Pria itu mengangguk. Kali ini lebih yakin.

"Bisakah kamu keluar sekarang? Aku masih punya pelamar lainnya. Jadi jangan membuang waktuku."

Sesaat setelah tangan pria itu menekan tombol berwarna merah di samping kiri mejanya, dua pengawal yang bertugas mengiring Kinan di awal masuk berderap memasuki ruangan, lantas menyeretnya untuk meninggalkan tempat itu.

Pipi Kinan memerah dan dia memaki detik itu juga, "Sialan!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status