"Kapan aku jadi kaya biar tidak kerja di supermarket lagi?"
Suara itu terdengar pelan tetapi penuh keluhan, sementara wajah cemberut terbentuk amat tidak anggun di raut Kinan. Sebaliknya, kedua tangannya bergerak cepat menyusun kaleng susu di rak yang sesuai, mengingat kondisi rak yang nyaris kosong kehabisan stok.
Dia bahkan tidak peduli jika keranjang yang dia gunakan untuk membawa minuman kalengan itu telah menimbulkan suara cukup nyaring begitu dia menyeretnya untuk bergeser mengisi tempat yang masih kosong.
Di sisi lain, kawannya—Devi—tersenyum mengejek sembari menatap Kinan di sebelahnya. Wanita 25 tahun itu sedang membenahi rak sebelah yang dikhususkan untuk makanan ringan. Selagi Devi mengisi rak, dia menyempatkan diri memberi tanggapan akan keluhan Kinan.
"Kenapa tidak cari kerja lain saja yang menghasilkan banyak uang." Devi menatap sekeliling sebelum kemudian bergerak mendekati Kinan untuk membisikinya kata, "pelacur misalnya," dan dia terkekeh.
Devi bertaruh jika Kinan tidak akan menanggapi perkataannya dengan serius mengingat dia pun hanya bercanda. Tetapi, wanita itu bahkan sudah melebarkan mata saking terkejutnya begitu mendengar kalimat mengerikan keluar dari mulut Kinan yang ajaib.
"Hmm ... memang tarifnya berapa?" Perempuan muda itu justru bertanya soal penghasilan.
Bibir Devi lantas membuka lebar tetapi berikutnya terkatup rapat. Diamatinya sekeliling, sejurus kemudian dia segera memasang senyum canggung saat mendapati seorang pelanggan melewati mereka.
Devi langsung saja menepuk bahu Kinan cukup keras lantas mendesis marah, "Heh, jangan coba-coba, ya, gila!" Devi mundur menjauh sebanyak dua langkah sementara Kinan menatapnya dengan serius.
Perempuan yang satu tahun lebih muda darinya itu kini meliriknya sembari mengerutkan kening. "Kan kamu yang usulkan, kenapa sekarang marah, sih?" Kinan jadi kesal sendiri.
Devi menarik napas dalam lantas membuangnya cukup kasar. AC di supermarket bahkan tidak lagi terasa sebab perubahan suhu yang tiba-tiba. Langkah kaki Devi kemudian bergerak mengekori Kinan ketika perempuan muda penggemar uang itu beranjak setelah menyelesaikan pekerjaannya untuk kembali ke gudang.
Devi berpindah ke hadapan Kinan. Wajahnya tampak membesar saat dia berhadapan dengan Kinan terlalu dekat. "Awas ya, kalau kamu sampai macam-macam. Aku lapor sama Bapakmu di kampung," ancam Devi, tetapi tampaknya hal itu tidak cukup berpengaruh setelah mendapati reaksi Kinan yang seolah tidak peduli.
Jelas, reaksi pasif tersebut membuat Devi benar-benar takut sekarang.
Bagaimana jika Kinan benar-benar berniat menjual diri? pikirnya.
Nyatanya, mereka sudah kenal sejak SMA kendati pernah tidak saling bertemu hingga beberapa tahun. Masing-masing dari mereka mungkin memiliki nasib serupa dalam hal pendidikan. Kesenjangan sosial memaksa mereka untuk tidak memikirkan hal seperti melanjutkan kuliah atau bermimpi terlalu besar.
Walau demikian, sosok Kinan yang gila akan uang serta kemewahan seolah bisa menghalalkan berbagai cara untuk mewujudkan keinginannya tersebut. Jangan pikirkan apa saja yang perempuan muda itu telah lakukan dalam kurun waktu 24 tahun hidupnya setelah lulus SMA. Devi pun tidak ingin mengingatnya lagi.
Namun, meski sikapnya cenderung buruk, tetapi Devi amat yakin jika Kinan tidak sekalipun menjual diri untuk mendapatkan tujuannya. Siapa yang tahu, Kinan begitu takut dengan AIDS dan kemungkinan besar kerena penyakit itulah yang masih menahannya untuk tidak membiarkan sembarangan pria menyentuhnya.
Tetapi sekarang, Devi mulai merasa cemas. Keinginan Kinan untuk memiliki banyak uang serta menjadi orang kaya sepertinya kian memburuk. Bisa jadi Kinan telah mengabaikan ketakutannya dan memilih menjajakan tubuh hanya untuk kesenangan duniawi semacam uang.
Dan jika itu benar, sudah bukan hal lumrah jika dalam waktu dekat Devi telah mendengar kabar buruk jika kawannya itu benar-benar menjadi wanita malam.
Tidak!
Devi menepuk jidat dan memaki diri sendiri mengingat mulut bodohnya telah mengatakan hal gila yang berujung menjadi boomerang untuknya sendiri. Perlu digaris bawahi, boleh dikata, Devi adalah penyelamat Kinan saat perempuan muda itu terjerumus dalam kegelapan sejak berusia 18 tahun. Devi yang prihatin akan kondisi teman SMA-nya tersebut akhirnya memilih menawarkan pekerjaan yang sama dengannya, sebagai pegawai di salah satu supermarket yang cukup besar di Ibu Kota.
Kinan pun menyetujuinya dan rencana itu berjalan cukup baik.
Meski di awal-awal Kinan terlihat kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, tetapi lambat laun dia memulai terbiasa. Bahkan tidak terasa Kinan telah bekerja hampir tiga tahun.
Sayangnya, tiga tahun sudah menjadi batas kewajaran Kinan yang gila uang untuk bertahan dari pekerjaan ini. Meski gaji yang dia dapat tidak begitu rendah, tetapi akhir-akhir ini Kinan mulai menunjukkan keluhan-keluhan menakutkan semacam: betapa dia ingin menjadi kaya, atau dia bosan dengan jumlah uang yang begitu-begitu saja.
Dan karenanya, Devi menjadi amat cemas.
Devi menahan Kinan yang hendak keluar dari dalam gudang sembari berkata dalam balutan wajah memelas. "Ki, tolong ya, perkataanku tadi jangan dipikirkan. Kerja di sini kan cukup bagus, tidak berat juga. Jujur saja, tadi itu hanya bercanda, jangan bertindak bodoh ya, Ki."
Meski begitu, Devi tidak merasa lebih baik bahkan setelah Kinan menggangguk dan berjanji untuk tidak melakukan tindakan konyol tersebut.
Sebab ada kalanya, Devi yang bahkan sudah dekat dan menganggap Kinan sebagai saudara, terkadang masih saja sulit menebak jalan pikiran perempuan muda itu.
Jadi, berharap saja Kinan akan menepati janjinya.
***
"Kalian yakin ini tempatnya?"
Kerutan di dahi Kinan kian bertambah seiring maniknya mengamati area di sekitarnya, sementara Devi dan Dion yang berdiri di sebelahnya kontan mengangguk membenarkan. Nyatanya, Devi sudah terikat pernikahan dengan Dion yang cukup mapan. Tetapi, mengingat Devi masih harus mengawasi Kinan dalam jarak dekat, dia memilih untuk tidak resign dari pekerjaannya.
"Katanya kita diperintahkan bertemu di sini. Santai saja, Ki, kali saja beruntung kamu bisa jadi yang terpilih," kata Dion.
Manik Kinan memicing ke arah Dion, tetapi sesaat kemudian sorotan mata tajamnya berpindah ke arah Devi yang tengah memasang senyum canggung. Kinan lekas menarik napas lalu membuangnya cukup kasar, sebelum akhirnya dia beranjak memasuki bangunan tua bekas pabrik terbengkalai tidak jauh di depannya.
Begitu Kinan sudah melangkah cukup jauh, suara Devi tiba-tiba terdengar untuk kemudian membuatnya menoleh. Berikutnya, Kinan telah mendapati sahabatnya itu tengah tersenyum. "Kamu akan baik-baik saja," ujar Devi. Tangannya melambai seraya berucap, "semangat!"
Apa-apaan itu? pikir Kinan. Kendati risih akan tingkah Devi, pada akhirnya dia tetap mengangguk lalu berikutnya beranjak untuk melanjutkan langkah.
Siapa yang menduga, jika kekhawatiran Devi terhadap Kinan yang bisa saja berubah pikiran lalu memilih menjadi pelacur, telah membuatnya mengambil langkah ini.
Berawal dari suaminya, Dion, yang mengatakan jika bos di tempatnya bekerja menawarkan kepada perempuan manapun, kecuali pegawai kantornya, untuk menikah dengan jaminan kehidupan mewah bermandikan uang yang kekal. Diam-diam Devi telah menyusun rencana ini untuk Kinan. Dia hanya bermaksud baik.
Merasa akan membantu kawannya, tanpa pikir panjang Devi memberitahukan hal ini kepada Kinan. Selain Kinan bisa menjadi jutawan dalam waktu singkat, dia pun akan memiliki suami. Hal ini terdengar lebih baik dari pada membiarkan Kinan berakhir menjajakan tubuh ke banyak pria.
Yang Kinan butuhkan hanyalah kemewahan dan uang. Devi pikir tidak ada salahnya menyampaikan perkara ini kepada temannya itu. Seperti yang Devi perkirakan, Kinan benar-benar tergiur dan enggan memikirkan banyak hal lain selain hanya mengangguk setuju.
Dan inilah alasan mengapa ketiganya berada di sini sekarang. Kinan akan menemui si Bos untuk kemudian diberi beberapa pertanyaan selayaknya sesi wawancara pekerjaan. Meski Kinan setuju, tetapi masih ada kemungkinan jika dia akan berakhir sama dengan wanita-wanita lain yang telah ditolak. Alasannya selalu serupa, mereka tidak memenuhi kriteria.
Dion sudah menjelaskan hal itu sebelumnya, namun tidak ada salahnya Kinan mencoba peruntungan. Siapa yang tahu jika perempuan itu justru terpilih dan mengalahkan ratusan wanita lainnya yang telah tereliminasi.
Toh, takdir seseorang siapa yang tahu, kan?
***
Aroma lumut beradu bau khas bangunan tua merebak seolah menjejali kedua lubang hidung Kinan begitu dia melewati lorong demi lorong di dalam bangunan tersebut. Dia bahkan tidak menyangka jika dirinya telah ditunggui dua orang pria berbadan besar yang kemudian menuntunnya ke sebuah ruangan lain.
Sementara perempuan itu terkejut, sama sekali tidak menduga jika ruangan yang kini dia pijaki akan jauh berbeda. Tempat ini terlalu bersih jika dibandingkan dengan kondisi bangunan yang ada di luar. Rasanya, Kinan baru saja memasuki tempat lain.
"Jadi, kamu Kinan?"
Kinan terlonjak begitu suara berat dari arah belakang terdengar dengan tiba-tiba. Itu sangat dalam, mengintimidasi, dan mengancam. Kinan bahkan menelan ludah sesaat setelah dia memutuskan untuk berbalik.
Dan dia cukup terkejut saat mendapati sosok tinggi yang kini berdiri kokoh di hadapannya.
"Di mana Kinan?" Trian tidak bisa menahan diri untuk bertanya saat mendapati Joko keluar dari dalam pos jaga, sementara dirinya tengah berdiri di teras villa. Ini sudah pukul 19 : 13 pm saat dia berhasil menginjakkan kaki di lantai kayu villa dan masuk dengan tergesa, tetapi sialnya, dia justru tidak menjumpai Kinan di manapun. Di sisi lain, Joko bergegas menghampiri pria tampan itu dengan raut wajah terkejut. Pasalnya, setahunya Trian baru akan pulang dua hari lagi. Lalu bagaimana bisa dia ada di sini? Bahkan sudah berdiri sembari menatapnya dengan raut menyelidik. "Bos?" Joko mencoba memastikan, namun saat melihat Trian melangkah menuruni tangga, Joko seketika berdiri tegap di hadapan pria itu. "Ini benar-benar, Bos?" tanyanya setengah tidak percaya. Joko menggaruk alis saat berkata, "loh, kok sudah pulang?" Trian tidak menanggapi perkataan pria besar itu, sebaliknya dia justru kembali menanyakan keberadaan Kinan. Wajahnya terlihat keruh, tampaknya efek lelah membuat emosinya
Tatiana melangkah maju ke pinggiran kolam. Tatapannya lurus, sinis, dan tampaknya wanita itu tidak berniat memutus kontak matanya dengan Kinan. Dagunya diangkat tinggi seolah dia ingin menunjukkan kuasa atas diri Kinan. Baginya, Kinan bukan lah tandingan. Perempuan muda itu hanya debu kecil yang perlu dia singkirkan, cepat atau lambat.Sepulang dari New York, Tatiana tidak bisa menahan diri untuk segera menjumpai perempuan satu ini. Tentu saja untuk memberinya kejut ringan.Dan sepertinya, rencana wanita itu berhasil sebab kini Kinan cukup terkejut saat melihatnya muncul dengan tiba-tiba. Setahu Kinan, Trian pernah berkata jika tempat ini tidak diketahui oleh siapapun, terutama papa dan mamanya.Lalu, bagaimana Tatiana bisa ada di sini? Berdiri menatapnya dengan keangkuhannya yang menjijikkan.Sesaat kemudian, Kinan menarik napas. "Aku tidak akan bertanya bagaimana caramu masuk, sebab semua pencuri memang
"Sebaiknya kamu pulang." Tatiana menoleh ketika suara Trian yang berat terdengar dari arah samping. Dia baru saja keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut terlilit handuk, sementara Trian, pria itu sedang tiduran di atas ranjang. Wajahnya tidak menunjukkan mimik berarti, hanya saja, tatapannya lurus menghunus ke arah telepon genggam di tangannya. Tatiana tidak menjawab. Sebaliknya, dia bergerak mendekati pria itu dengan wajah resah. Dia duduk di pinggiran ranjang sembari meraih tangan Trian. Dia berkata dengan wajah muram, "Sayang, kenapa aku harus pulang? Aku juga sudah izin sama Papamu. Tenang saja, dia tidak akan tahu, apalagi curiga," katanya. Trian menoleh. Mendadak Tatiana terkejut tatkala Trian bergerak melepas tangannya. Tidak kasar, tetapi wanita itu sunggu merasa tersinggung. Bagaimana bisa Trian bertindak seperti itu? pikirnya. Selama ini, Trian sangat suka dibelai olehnya. "Aku punya banyak pekerjaan di sini. Kalau kam
Dua hari. Kinan mengulang jangka waktu itu di dalam benaknya. Benar, sudah selama itulah Trian bertandang ke luar negeri dan meninggalkannya bersama para pengawal.Awalnya Kinan pikir hidupnya akan tenang tanpa kehadiran pria itu, mengingat saat Trian tidak pulang beberapa hari belakangan karena urusan kantor, Kinan benar-benar merasa bahagia. Saking senangnya, dia sampai ingin melakukan syukuran.Kalau saja dia tidak berbaik hati menyerahkan kembali telepon genggam milik Bagas, kemungkinan Trian tidak akan banting setir kembali ke villa, setelah mendengar rencananya yang ingin membangun kolam renang.Tetapi, semua sudah telanjur terjadi. Trian semakin bertingkah aneh dan menjengkelkan. Kinan bahkan tidak berhenti merinding begitu mengingat hal-hal mengerikan yang telah dilakukan pria itu. Berdoa saja, Trian hanya sedang linglung karena ditimbun beban pekerjaan, karena itulah dia bertingkah kesurupan.
"Astaga!" Kinan memekik. Maniknya melotot terkejut tatkala mendapati satu sorot tajam terang-terangan tengah mengawasinya. Perempuan itu baru saja akan bangun. Dia bahkan baru hendak merenggangkan otot-otot tubuhnya, tetapi begitu membuka mata, sosok Trian sudah berbaring miring menghadapnya sembari mengamatinya. Menjauh sedikit, Kinan memejamkan mata saat berkata, "Padahal aku ingin memulai pagi dengan melihat kolam renang ku." Dia menggerutu sembari menggertakkan gigi. "Ish! Kenapa harus mukamu yang pertama kulihat," ujarnya, tanpa dosa. Trian tersenyum miring. Posisinya masih sama, dan tampaknya pria itu tidak berniat mengubahnya dalam waktu dekat. Begitu mendapati Kinan hendak bangkit dari pembaringan, dia menahannya dan menariknya kembali untuk terbaring. Trian mengabaikan saat Kinan melotot ke arahnya. Lelaki itu tidak akan terpengaruh dengan raut wajah Kinan yang hendak memarahinya. Toh, wajah p
Sejak pagi ketegangan melanda suasana kantor. Tidak ada pergerakan lain selain hilir mudik para pekerja yang bergerak menjalankan tugas. Nyatanya, hal ini sudah berlangsung selama beberapa hari belakangan. Selepas dari Bali, mendadak penjualan produk menurun drastis. Timbulnya artikel dan pemberitaan mengenai minuman sehat yang Eco.T. Grup kelola memiliki kandungan berbahaya, memaksa penarikan barang secara besar-besaran. Kendati masalah dengan kepolisian sudah berhasil ditangani. Tetapi, kerugian besar yang tak terelakkan tidak bisa ditarik ulang. Rugi tetaplah rugi. Mengingat bagaimana jayanya perusahaan besar itu, beberapa pesaing tentu akan menjatuhkan. Meski artikel itu hanyalah salah satu akalan musuh, tetapi dia berhasil menimbulkan kerugian besar di pihak Trian. Bukan main peningnya kepala pria itu. Tetapi berkat kemampuannya, dibantu para pekerja handal yang kepercayaannya tak perlu diintip, T