Share

Pagi yang Penuh Drama

"Pagi, Kinan jelek."

Rasanya sedikit dingin. Tetapi begitu Kinan mendapati kesadarannya, tubuhnya berubah merinding saat menyadari satu sapuan napas itu berasal dari Trian. Menggelitik kulit lehernya sementara Kinan sedang tertidur dalam posisi terlentang. Sesaat setelah dia membuka mata, hal pertama yang dia dapati adalah wajah rupawan yang segar sedang tersenyum menyambutnya.

Butuh beberapa detik baginya untuk mengontrol diri dari rasa lemas karena bangun mendadak, dan butuh waktu cukup lama hingga kemudian dia terduduk sembari melotot ke arah Trian. "Apa yang baru saja kamu lakukan, bodoh!" Wajah Kinan benar-benar syok. Sapuan merah padam langsung saja menjalari pipinya hingga tampak bersemu di pagi hari.

Dua hari menikah dengan Trian, Kinan sama sekali belum terbiasa dengan tindakan aneh yang terkadang dilakukan pria itu. Dan ketika dia bertanya mengapa Trian melakukan hal demikian, pria itu menjawab hanya karena ingin.

Sebatas itu dan Kinan merasa dongkol.

Tubuh Kinan sontak berdiri begitu Trian menariknya. Ada senyum yang pria itu sematkan di wajahnya tatkala mendapati kerut risih di raut istrinya. "Apa salahnya, aku hanya membangunkanmu." Terdiam, Kinan merasa tidak dapat mengenali fungsi mulutnya hingga hanya berakhir melebar. Mendadak kedua tangannya mencengkram kokoh bahu Trian. Tubuhnya diangkat begitu saja tanpa alarm peringatan.

Ini menyebalkan!

"Hei, hei ... apa sih, kamu kelakuannya aneh-aneh."

Trian terkekeh. Kaki-kaki panjangnya menjejaki lantai kayu dan memasuki kawasan dapur. Dia tidak membiarkan Kinan turun dari gendongannya kendati jika perempuan muda itu berontak tidak karuan. Kinan melotot garang saat Trian bergerak mencubit pipinya.

Pria itu mengejek, "Lihat, lihat, siapa yang tidak tahu diri." Seringaiannya terbit begitu saja sementara langkahnya berpindah menuju lemari di mana piring dibiarkan tersusun di dalamnya. "Coba deh berkaca, aku pikir kamu yang paling aneh di sini."

Bola mata Kinan bergulir menatap piring di depannya, begitu Trian selesai meletakkannya di sana. "Aku tidak suka berkaca." Tatapan perempuan itu berpindah, mengunci kedua manik gelap Trian yang berbinar tertimpa sinar mentari pagi melalui jendela kecil di sudut ruangan. "Untuk apa kamu melakukan ini? Bukannya kamu harus kerja?"

Trian mengendikan bahu tidak peduli. "Hari ini masih terhitung libur pernikahan." Senyum pria itu tertarik lebih lebar saat berkata, "jangan kepedean."

"Enak saja!" Kinan melotot, sementara Trian terbahak. Tidak buruk, pikirnya. Setidaknya, dia menghabiskan waktu dengan mempermainkan emosi Kinan.

Kinan pikir, Trian gemar memasak. Semua hidangan yang ada di atas meja dia buat sendiri tanpa kesulitan. Tangannya terlalu lihai mengolah bahan, dan dia tahu bagaimana memperlakukan alat-alat masak dengan semestinya. Kinan merasa sedang menyaksikan pertunjukan chef.

Aroma masakan mengudara, menginvasi hampir semua sudut di dalam dapur. Asap bergerak seolah mengepul di depan hidung Kinan. Tentu saja aroma ini berhasil mengundang makhluk hidup lain yang bersarang di perutnya. Mereka berontak, bergejolak menginginkan asupan makanan.

Sorot Kinan berubah kaku dan datar. Dia tidak pernah suka pria yang bisa melakukan banyak hal. Itu seolah menyadarkannya bahwa betapa banyak kekurangan yang dia miliki. Memasak misalnya, gender-nya boleh perempuan tetapi jangan pikir dia bisa melakukannya. Beruntung jika dia berhasil menggoreng satu telur tanpa hangus.

Untuk ukuran pendosa berat macam dirinya, Tuhan terlalu menyayanginya dengan menghadirkan sosok Devi di kehidupannya. Jujur saja, Kinan tidak bisa melakukan banyak hal tanpa wanita itu. Mereka bagai dua kutub yang berbeda, tetapi anehnya dia dan Devi dapat bertahan untuk saling mendukung.

Tidak. Kinan merasa dia tidak pernah melakukan apapun untuk perempuan baik itu, sebaliknya, Devi lah yang telah melakukan banyak hal untuk membuatnya tetap merasa hidup.

Ya, urusan makan contoh kecilnya. Menyadari Kinan tidak bisa memasak, Devi mendadak memiliki tanggung jawab untuk memenuhi isi perutnya. Semua makanan yang masuk ke perut perempuan muda itu selalu dibuat oleh Devi tanpa beban. Devi terlalu baik padanya, kemungkinan besar Kinan masih bisa mengontrol diri selama tiga tahun terakhir adalah karena karibnya itu. Kinan tiba-tiba menghela napas.

Atensi Kinan beralih begitu melihat Trian mendekati meja makan dengan semangkuk besar sup daging. Manik perempuan itu memicing, tidakkah Trian terlalu berlebihan menghidangkan makanan sebanyak ini? pikirnya. "Sebenarnya, apa sih, yang kamu rencenakan? Mau meras aku, ya?"

Trian mendongak. Mulutnya terkatup rapat namun tatapannya mengunci kedua manik Kinan yang menguarkan kecurigaan. Sejurus kemudian mulutnya berakhir mencibir, "Tidak tahu diri sekali, memang ada yang bisa diperas dari kamu?" Trian mendengkus sombong, sementara bokongnya mendarat di atas kursi tepat di depan Kinan. Tangan pria itu bergerak cepat mengambil nasi, tidak lupa beberapa lauk, berikutnya dia meletakkannya di hadapan istrinya. "Nah, makan," ujarnya, Kinan masih memicing curiga, "berhenti melotot dan makan, dasar miskin."

Selebihnya, Kinan hanya mencibir.

***

Kinan menguap lebar, begitu matanya melirik dan mendapati jam di dinding, dia lekas menghela napas mengingat ini masih terlalu pagi untuknya. Biasanya, jika sedang libur kerja, dia akan menghabiskan waktu dengan tidur di kosan hingga siang. Sayangnya, Trian tampaknya tidak setuju bila melihatnya hanya berdiam diri sembari mendengkur di kasur.

"Loh, kamu belum mandi juga?" Manik Kinan menyorot redup tanpa minat begitu mendapati sosok Trian keluar dari kamar tidur mereka. Penampilan pria itu tidak berubah. Tampan. Mungkin sedikit meningkat mengingat dia baru saja mandi dan membiarkan rambut basahnya tersisir jemari-jemari kokohnya.

Kinan bergumam tidak jelas sebagai tanggapan. Tangannya menopang dagu sementara posisi tubuhnya dibiarkan dalam pose malas luar biasa. TV di depan seolah tidak memiliki fungsi bila berhadapan dengan perempuan itu. TV-nya dibiarkan menyala sementara yang menontoninya tidak punya minat sama sekali.

Pemalas!

Trian berdecak. Langkah pria itu membawa tubuhnya mendekat ke arah Kinan. Dia meraih remote dan menekan tombol of di sana. TV seketika mati dan keadaan ruangan sunyi melambai, dan di detik itu juga Trian terperangah tidak percaya saat mendapati tubuh Kinan terjatuh dari sofa. Menggelinding nyaris menyentuh ujung kakinya sendiri sementara perempuan gila itu tertidur tanpa beban.

Trian menarik napas, maniknya memejam rapat sedang jemarinya bergerak memijat pelipis. "Perempuan apa yang aku pinang ini," keluhnya tidak habis pikir. Kendati mengumpat kesal, tetapi Trian bergerak meraih tubuh Kinan lalu membawanya ke dalam kamar, dan berakhir membanting istrinya di atas kasur tanpa perhitungan. Toh, Kinan sudah pasti tidur bagai orang mati. Dia tidak akan bangun dalam waktu dekat.

Membiarkan Kinan dengan dunia mimpinya, Trian memilih meninggalkan kamar dan melenggang menuju dapur. Kulkas dibukanya dengan cepat, sedang tangannya bergerak meraih botol air mineral lantas meminumnya hingga tandas. Sampai kemudian, mimik wajahnya berubah semakin kaku begitu ponselnya berdering dan memunculkan nama si pemanggil.

Tatiana.

Untuk apa wanita itu menghubunginya lagi?

Panggilan itu baru benar-benar berhenti tepat pada panggilan kelima, Trian jelas tidak pikir panjang untuk mengabaikannya kendati hatinya berkata lain. Ponselnya diletakkan di atas meja makan sementara kedua manik pria itu menyorotinya dengan tajam.

Menarik napas, Trian lalu melenggang pergi.

***

Begitu Kinan terbangun, waktu sudah menunjukkan pukul satu siang. Dia duduk termenung di atas kasur selama beberapa saat baru kemudian beranjak menuju kamar mandi. Begitu dia menyambangi ruang tengah, sama sekali tidak ada kehidupan selain barang-barang antik yang terlalu memukau. Menyadari Trian sedang keluar, Kinan lantas bersorak kesenangan.

Buru-buru dia mencari telepon khusus yang terhubung langsung dengan para penjaga di bawah bukit villa. Tidak hitung-hitung, dia meminta kepada mereka untuk mengantarkannya ke pusat perbelanjaan. Detik itu juga.

Tentu saja, hari ini dia akan menghabiskan banyak uang.

Bukankah ini menyenangkan?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status