Share

Sepaket dalam Kebodohan

Kinan benar-benar memanfaatkan situasinya dengan baik. Begitu tidak mendapati suaminya di rumah, dia tidak membiarkan kesempatan emas itu terbuang dengan hanya terkurung di perbukitan teh yang jauh dari kota.

Butuh waktu beberapa menit dia bisa keluar dari hamparan tanaman hijau hingga gedung-gedung tinggi bermunculan dalam jarak pandangnya.

Begitu kedua kakinya menapaki lantai keramik pusat perbelanjaan, senyumnya kontan mengembang penuh antusias. Dua orang pengawal yang bertugas menjaganya berdiri tidak jauh di belakang.

Jangan pikir para penjaga itu berpenampilan sama dengan mereka yang kerap muncul di layar kaca. Tidak! Jelas itu akan terlihat mengerikan. Pakaian kedua pria besar itu tampak manusiawi dengan kaos biasa dan celana panjang yang umum dikenakan pria.

Sekilas, mereka hanya tampak bagai pria normal dengan badan besar. Bisa jadi, pikiran orang-orang menerka mereka sebagai sosok yang menyenangi olahraga berat serta gemar menghabiskan waktu di dalam gym.

Langkah Kinan berhenti di depan salah satu toko brand tas cukup terkenal, yang jumlah nominal pengeluarannya dalam sekali beli memaksa mata melotot ngeri. Manik perempuan itu seketika terkatup sementara hidungnya dibiarkan terbiasa untuk mengendus aroma ini. Kemewahan. Dia suka.

Tubuhnya berbalik, lantas menyeringai ke arah dua peri penjaganya yang berbadan besar. Siapa sangka, tatapan mereka tampak polos umpama bayi dan itu membuat Kinan terkikik tidak habis pikir.

Langkah Kinan kemudian terayun menuju mereka, dan begitu dia berhasil menyambanginya, Kinan berbisik, "Hei kalian, tunggu di sini saja." Kinan menunjuk toko yang akan dia borong. "Begitu aku memanggil dari sana, kalian berdua harus paham bahwa akan ada banyak barang yang akan kalian bawa."

Serentak keduanya menjawab, "Siap!"

Manik Kinan memicing sedang mulutnya berdecak. "Kaku sekali, apa Trian mengajari kalian seperti ini?" Wajah Kinan berenggut tak senang. "Itu muka bisa santai sedikit tidak? Memang kita ini lagi pelatihan militer?"

Keduanya saling tatap, bingung akan sikap Kinan. Pasalnya, semua perempuan yang pernah dekat dengan si Bos, kebanyakan justru lebih suka diistimewakan seolah-olah mereka adalah ratu. Bahkan tidak jarang perempuan-perempuan itu memperlakukan keduanya dengan buruk dan semena-mena.

Mungkinkah karena Kinan ini berasal dari kelas bawah yang hanya ingin hidup mewah?

Kinan mengangkat dagu lalu menunjuk ke arah pria yang sedikit lebih pendek dengan beberapa bekas jerawat di pipi. "Namamu siapa?"

Pria yang dimaksud berkedip beberapa kali sebelum kemudian menjawab pelan, "Bagas, Non."

Kinan kembali berdecak. Kepalanya bahkan menggeleng begitu dia mendengar dirinya dipanggil dengan sebutan 'Non'. Dia jelas tidak suka. "Panggil saja Kinan, kalau mau lebih nyaman pakai Ki saja."

"Tapi—"

"Kenapa? Kalian takut sama Trian? Lah, kalian kan ditugaskan untuk jaga aku, jadi ya nurut sama aku saja."

"Tapi yang gaji kami kan si Bos," celetuk pria besar di sebelah Bagas. Kinan melotot ngeri sementara Bagas bergegas menyikut perut kawannya hingga mengadu kesakitan.

Kinan terbengong sesaat. Benar juga, pikirnya. Menarik napas panjang, dia kemudian berkata, "Ok lah, terserah kalian saja, ambil nyamannya saja." Lirikan mata perempuan muda itu kemudian beralih kepada pria di sebelah Bagas. "Kamu, namanya siapa?"

Tahu-tahu pria itu cengengesan. Dia menunjuk diri layaknya anak TK yang sedang memperkenalkan diri di depan guru di awal masuk sekolah. "Joko, Ki." Bagas disebelahnya seketika melotot, tidak menduga Joko akan memanggil Kinan dengan panggilan seperti itu.

"Kamu ini—"

Kinan tersenyum malas. "Nah, begitu kan ok." Kedua maniknya seketika beralih fungsi menjadi kamera pengamat untuk meneliti penampilan fisik Joko. "Kamu yang paling senior ya di perkejaan ini?" tebak Kinan.

Joko mendadak terbelalak sementara Bagas terkikik tidak jelas di sebelah. Alis Kinan bertaut mendapati reaksi itu, tetapi kemudian dia mulai memahami alur masalah begitu Bagas menjelaskan, "Maaf ... ekhm ... Kinan, Joko ini yang paling muda di antara kami," ucapnya, tampak tidak sanggup menahan tawa.

Kinan seketika melotot sedang jemarinya bergerak menutup mulut dengan spontan. "Astaga, tapi wajahnya tua sekali." Tawa Bagas akhirnya pecah, kali ini dia bahkan berani menepuk pundak Joko yang sudah memasang mimik keruh. Begitu Kinan menyadari kesalahannya, tidak punya pilihan dia akhirnya bergumam kecil, "maaf, mulutku tidak bisa berbohong."

***

Manik Kinan berkilat. Tas-tas yang berjejer rapi di hadapannya berubah umpama sayap-sayap kecil malaikat yang berkilau. Indah, sangat memukau. Kinan jelas menyukainya. Di sisi lain, pegawai toko yang bertindak ramah pun telah melakukan tugasnya dengan baik untuk menggaet minat pelanggan.

Dengan semangat dia memperlihatkan tas keluaran terbaru mereka dengan tuturan kata semanis madu. Bahkan mungkin, karena ini Kinan, selama harganya mahal maka tidak perlu rayuan untuk membuatnya mengeluarkan banyak uang.

Toh, Trian yang akan bayar.

Begitu Kinan berdiri di depan kasir dengan segunung kantong belanjaan, senyum si pegawai tertarik lebih lebar. Tidak hanya itu, mereka memuji Kinan yang katanya berwajah manis. Kontan, perempuan muda itu merasa statusnya terangkat, dia jelas tidak bisa menyembunyikan raut puas di wajahnya.

"Ini bukan apa-apa."

"Anda pasti sangat kaya," ujar si pegawai kasir, dan begitu dia menyebutkan nominal yang akan Kinan bayar, senyumnya kian melebar. Bagaiman tidak, tokonya laris manis hari ini.

"Hanya segitu?" Kinan tersenyum miring. "Tunggu sebentar ...," tangan perempuan muda itu bergegas merongoh saku jaket yang dia kenakan, sampai kemudian dia terdiam bengong begitu menyadari ada sesuatu yang salah. Wajah Kinan mendadak pucat sementara kerongkongannya mengering tanpa diminta.

Di sisi lain, dua pegawai toko yang berdiri di hadapannya mulai memicing curiga, kontan, Kinan melepas satu senyum yang dibalas senyum rambang mereka.

"Mbak, Anda akan bayar tunai atau pakai—"

"Maaf, sepertinya aku meninggalkan dompet. Tenang saja, temanku ada di luar." Senyum Kinan kian memudar, sama halnya dengan si pegawai. Tatapan garang mulai mereka perlihatkan dan itu benar-benar membuat Kinan dibanjiri keringat. Pendingin ruangan seolah tidak memiliki fungsi di tempat itu mengingat kini Kinan benar-benar merasa kepanasan.

Kinan berlari keluar toko tanpa membawa semua belanjaannya yang sungguh banyak. Memang pegawai toko mana yang akan membiarkan pelanggan yang belum membayar membawa barang mereka?

Sementara di sisi lain, Bagas yang mendapati majikannya itu berlari mendekat sontak mengernyit. "Apa kalian ingat aku ada bawa tas?" Kinan memperagakan tas kecil yang kerap dia bawa jika keluar. Tentu saja, semua yang perlu dibawa ke mana-mana ada di sana, termasuk uang. Tapi, tunggu ....

Sejurus kemudian, Kinan justru menepuk jidat.

Astaga, dia tidak pernah ingat Trian telah memberinya kartu kredit yang bisa dia gunakan di saat-saat seperti ini. Bagaimana bisa dia lupa memintanya? sesalnya.

Raut wajah Bagas sekoyong-koyong berubah pias saat menyadari bahwa Kinan sama sekali tidak membawa apapun sejak dari villa.

"Mati kita, aku lupa meminta uang pada Trian," sambar Kinan sembari menepuk dada Bagas dengan kesal.

"Jadi sekarang bagaimana? Apa tokonya kita tinggal saja?" Joko menimpali dengan wajah serius.

Kinan berbalik lantas menggeleng. Detik berikutnya dia menyeringai sembari menguarkan aura jahat yang tidak biasa.

Dia punya ide.

***

"Sudah kubilang jangan hubungi aku lagi."

Trian tidak habis pikir, bagaimana bisa wanita ini masih saja nekat menghubunginya setelah apa yang terjadi di antara mereka. Sementara bodohnya, Trian sendiri tidak pernah bisa mengabaikan keinginan Tatiana.

Ditatapnya wajah cantik  itu, ada kemelut yang dapat Trian tangkap di sana. Wajah ayu yang biasanya tersenyum anggun tersebut jelas tidak menampakkan hal demikian untuk saat ini.

Trian mendengkus. Sudah pasti Tatiana kembali bermasalah dengan rumah tangganya sendiri, sementara Trian adalah solusi untuknya melepas kesedihan. Bagus sekali! makinya. Tololnya lagi, Trian mau-mau saja dijadikan tempat bergantung kala rapuh lalu setelahnya dia akan dicampakkan.

"Trian, jangan marah, aku—"

"Bagaimana aku tidak kesal! Kamu selalu seperti ini, An." Trian menarik lepas kedua tangan Tatiana yang sedang mencengkram kuat jemarinya. Trian merasa muak, tetapi di sisi lain dia tidak bisa membohongi diri bahwa betapa sayangnya dia kepada perempuan ini. Mendadak Tatiana menangis di hadapan Trian, sementara pria itu mengerang mencaci diri. "Apa sih, yang sebenarnya kamu inginkan?" Pada akhirnya, suara Trian sedikit melunak.

Bodoh!

Tetapi belum juga Tatiana mengutarakan niatnya, dering ponsel Trian terdengar dan itu benar-benar membuat suasana berubah canggung. Sejurus kemudian, Trian mengernyit mendapati nama Bagas di layar. Ada apa? pikirnya.

Menarik napas, Trian beralih kepada Tatiana lantas berkata, "Biarkan aku mengangkat panggilan ini."

Langkah Trian terayun meninggalkan meja di mana sebelumnya dia dan Tatiana berada, menuju ke belakang cafe dekat toilet pria.

"Ada apa?" Wajah Trian masih tampak keruh ketika dia menjawab panggilan Bagas. Sungguh, suasana hatinya sedang buruk dan dia berharap tidak mendapati masalah baru yang akan membuatnya mengamuk.

"Bos, sekarang kami berada di mall, tetapi Kinan tidak mendapati—"

"Kinan?" Kedua alis Trian bertaut marah. "Berani sekali kamu memanggilnya seperti itu!" Emosi Trian kembali ditarik naik. Kendati Kinan bukan wanita yang dia cintai, tetapi perempuan gila itu adalah istrinya sekarang. Perempuan yang sudah resmi menyandang gelar Nyonya Nugroho, dan dia harus menghargainya termasuk pula bawahannya.

Bagas di seberang sana sontak tergagap sembari menyerukan permohonan maaf.

"Ya sudah, katakan ada apa?"

"Bos, Nyonya sedang berbelanja tetapi sepertinya dia tidak punya uang."

Mendengar itu, alih-alih marah, Trian justru terbahak keras tanpa menyadari bahwa orang-orang yang baru saja keluar dari toilet mulai mengamatinya. Suasana hatinya mendadak menghangat mendapati istrinya dalam masalah karena keteledorannya sendiri.

Emosinya yang sempat memuncak seketika menukik turun tanpa bisa dia cegah. Tentu saja Kinan tidak akan punya uang mengingat dia belum memberinya kartu berjalan.

Nyatanya, dia sepaket dengan Kinan.

Bodoh!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status