Share

BAB 4 : Menolak Untuk Kembali

Shanna yang baru turun dari angkutan umum segera bersembunyi di balik mobil yang terparkir di tepi jalan ketika mendapati mobil Damar terparkir di dekat pintu gerbang kampusnya. Pria itu berdiri di samping mobilnya dengan kepala celingukan seperti sedang mencari seseorang.

Sebelumnya Shanna sudah memprediksi bahwa Damar akan mencari dirinya setelah membaca surat yang dititipkannya kepada resepsionis hotel. Namun dia tidak menyangka bahwa Damar tetap akan mencarinya walaupun sudah satu minggu berlalu.

“Shanna, apa yang kau lakukan di sini?” suara Viona sukses membuat Shanna tersentak.

“Viona! Kamu membuatku kaget saja,” gerutu Shanna. Tangannya memegangi dadanya yang berdebar kencang.

Kening Viona berkerut dalam. “Apa yang kau lakukan di sini?” Viona mengulangi pertanyaannya kembali. “Kenapa kamu nggak langsung masuk? Dan kemana saja kamu selama seminggu ini? Kenapa ka—”

“Bisakah kita masuk sekarang?” potong Shanna cepat. “Aku akan menjelaskan semuanya kepadamu nanti saat di kelas.”

“Ya sudah, ayo!”

Tanpa basa-basi, Shanna segera masuk ke mobil Viona yang langsung menuju gerbang. Shanna menghentikan aksi Viona dan meminta wanita itu untuk tidak berhenti kala hendak menghentikan mobil saat melihat Damar dan ingin menyapa pria itu.

Walaupun bingung, Viona menurut dan hanya membunyikan klakson untuk menyapa Damar. Kebetulan ada beberapa mobil di belakang mobil mereka, sehingga dapat mengurangi rasa bersalah gadis itu karena tidak menyapa Damar.

“Kamu kenapa, sih? Kok kayak menghindari Om Damar,” ucap Viona sembari memarkirkan mobilnya.

“Aku memang menghindari baba.” Shanna mengakuinya. “Karena aku ingin mencoba untuk menghilangkan perasaanku kepada baba.”

“Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa selama seminggu ini kamu nggak masuk kuliah? Kamu tahu nggak kalau babamu itu mencari kamu?” tanya Viona beruntun.

“Aku pergi dari rumah.”

Shanna pun menceritakan apa yang terjadi sembari mereka berjalan menuju ke kelas mereka di lantai tiga. Namun dia tidak menceritakan di mana saat ini dirinya tinggal. Bukannya Shanna tidak mempercayai Viona, tetapi dia hanya berjaga-jaga karena dia yakin Damar pasti akan bertanya kepada Viona maupun Neila dan Deva mengenai dirinya. Dia sudah bertekad untuk menjauh dari Damar meski hatinya berat dan terluka.

“Lalu, sekarang kamu tinggal di mana?”

Shanna menghela napas pelan. “Maafkan aku, Vi, aku nggak bisa ngasih tahu kalian,” ucapnya dengan nada bersalah.

“Ya sudah kalau kamu nggak mau memberitahu,” terdapat sedikit kekecewaan pada nada bicara Viona. “Tapi kalau kamu memerlukan bantuan, kamu bisa menghubungiku, Neila atau Deva.”

“Hm!”

Viona menceritakan apa yang terjadi selama satu minggu Shanna tidak masuk kuliah. Di mana Damar selalu datang ke kampus hampir setiap pagi selama satu minggu ini. Pria itu juga menemui Viona, Neila dan Deva untuk menanyakan keberadaan Shanna. Hampir setiap hari Damar menghubungi mereka hanya untuk menanyakan apakah mereka bertemu dengan Shanna dan meminta mereka untuk segera menghubungi pria itu jika bertemu dengan Shanna.

“Maafkan aku karena sudah merepotkan kalian,” ucap Shanna lirih.

“Kami nggak perlu maafmu, Shan. Kami hanya kecewa kenapa kamu nggak menghubungi kami. Nggak hanya Om Damar saja yang mengkhawatirkan kamu, tapi kami juga mengkhawatirkan kamu. Kalau kamu memang ingin menghindari Om Damar, seenggaknya beritahu kami supaya kami nggak kayak orang gila mikirin kamu terus. Kami janji nggak akan memberitahu Om Damar kalau kamu nggak pingin babamu tahu,” omel Viona.

Tidak hanya Viona, Neila dan Deva pun langsung memberondong Shanna dengan berbagai pertanyaan ketika mereka berkumpul di kantin. Mereka penasaran kemana saja Shanna selama satu minggu ini.

Sama seperti Viona, Shanna tidak banyak bercerita kepada dua orang sahabatnya yang lain. Dia hanya mengatakan bahwa dirinya tidak tinggal bersama Damar, serta meninggalkan semua fasilitas dari Damar dan hanya membawa uang sebesar satu juta rupiah.

“Kenapa baba masih di sini, sih?” gumam Shanna ketika dia hendak pulang dan mendapati sosok Damar di dekat pintu gerbang kampus seperti tadi pagi. Dia tidak menyangka bahwa Damar akan menunggu dirinya.

Shanna menghentikan mobil mahasiswa yang hendak keluar gerbang kampus secara asal dan menumpang pergi untuk menghindari Damar. Dia tidak bisa terus berdiam diri di kampus karena dirinya harus bekerja.

Selama empat hari Shanna bermain kucing-kucingan dengan Damar. Dia benar-benar tidak mengerti dengan tindakan ayahnya. Jika benar ayahnya ingin menghindarinya, seharusnya ayahnya itu berhenti mencari dirinya.

Grab!

Shanna yang hendak menuju kantin bersama Viona dikejutkan dengan seseorang yang tiba-tiba menggenggam tangannya. Matanya membulat sempurna ketika mengenali bahwa orang itu adalah Damar.

“Baba ingin berbicara denganmu sebentar,” ucap Damar tegas. Matanya menatap tepat di mata Shanna.

Tidak ingin membuat keributan, Shanna pun meminta Viona pergi lebih dulu sementara dirinya membawa sang ayah menuju ke salah satu kelas yang kosong tidak jauh dari kantin.

“Sayang, maafkan baba.” Damar membuka suara tanpa melepaskan genggaman tangannya pada tangan Shanna. “Baba tahu baba salah, jadi tolong maafkan baba. Dan kembalilah ke rumah.”

“Maafkan aku, Baba. Aku nggak bisa. Aku juga nggak pingin membuat baba tertekan dan menderita jika selalu melihat diriku.”

“Kenapa kamu berkata begitu? Dengar, Shanna, baba tidak merasa tertekan apalagi menderita melihatmu. Justru selama kamu tidak ada di rumah, baba merasa kesepian.“

“Tapi kenyataannya seperti itu kan, Ba? Jika baba nggak tertekan dengan keberadaanku, baba nggak mungkin menghindariku. Alasan baba menghindariku karena baba tertekan tinggal bersamaku, kan? Karena itu aku memutuskan untuk pergi supaya baba bisa hidup tenang.”

Damar menghela napas berat. “Maafkan baba, Sayang. Baba tidak bermaksud menghindarimu. Baba hanya mencoba untuk tidak bertemu denganmu selama beberapa saat supaya perasaanmu kepada baba tidak semakin besar. Baba melakukan itu karena baba sangat menyayangimu. Tapi sayang baba kepadamu hanya sebatas kasih sayang ayah kepada anaknya. Baba hanya ingin hubungan kita kembali seperti dulu.”

“Maaf, Baba. Semuanya sudah terjadi dan aku rasa hubungan kita sudah nggak bisa kembali seperti dulu lagi karena perasaanku yang berbeda kepada baba. Aku mohon, Baba, tolong biarkan aku pergi dan jangan pernah menemuiku lagi. Supaya aku bisa menghilangkan perasaanku kepada baba. Jika baba terus menemuiku lagi, aku nggak akan pernah bisa menghilangkan perasaanku kepada baba.” Shanna berkata dengan nada memelas. Matanya berkaca-kaca.

“Shanna, Sayang,” ucap Damar khawatir.

Shanna segera menghindar ketika Damar hendak memeluknya.

“Aku mohon, Baba. Jangan memberiku harapan. Biarkan aku berjuang menghilangkan perasaan ini. Aku yakin mungkin ini yang terbaik untuk kita.”

Tanpa menunggu jawaban dari Damar, Shanna segera meninggalkan tempat itu. Mengabaikan Damar yang berteriak memanggil namanya. Air mata yang coba dia tahan sejak tadi pun akhirnya jatuh membasahi wajahnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status