Beranda / Romansa / Menikahi Ayah Angkat / BAB 5 : Bertemu Kembali

Share

BAB 5 : Bertemu Kembali

Penulis: Namaku Malaja
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-13 19:08:08

Shanna tidak tahu apakah harus senang atau tidak saat dia tidak mendapati mobil Damar di gerbang kampus seperti biasnya pada keesokan harinya. Dan itu berlangsung hingga satu minggu. Damar benar-benar tidak pernah menemuinya lagi.

Seharusnya Shanna senang karena Damar tidak mengganggunya lagi, dengan begitu dia bisa menghilangkan perasaannya kepada Damar. Namun, entah kenapa perasaan kecewa justru lebih mendominasi dirinya kala tidak bisa melihat sosok pria itu. Bahkan hal itu membuat Shanna menjadi sedikit lebih pendiam.

Shanna benar-benar sangat merindukan pria itu.

“Kenapa kamu nggak ikut Om Damar aja kalau kamu nggak bisa melupakannya?” celetuk Viona sedikit kesal dengan perubahan sikap Shanna. “Seenggaknya kamu bisa melihat dan tinggal bersamanya walaupun cintamu nggak terbalas. Daripada seperti ini, sama aja kamu menyiksa dirimu sendiri. Kalau aku, sih, lebih baik tinggal bersama walau hatiku terluka. Daripada aku semakin terluka dan nggak bisa bersama orang yang kucintai.”

“Apa yang dikatakan Viona benar. Lagi pula ‘kan cinta nggak harus memiliki, Shan. Walaupun cintamu nggak terbalas, seenggaknya ‘kan kamu masih bisa tinggal bersama dengan orang yang kamu cintai dibandingkan dengan orang-orang yang benar-benar nggak bisa bersama.” Neila ikut menyahuti.

“Kenapa kalian bisa berpikir seperti itu, sih? Seharusnya kalian itu mendukungku supaya aku bisa cepat melupakan sosok Baba. Supaya aku juga bisa dengan cepat menghilangkan perasaanku pada Baba. Bukan justru menyuruhku untuk kembali tinggal bersama babaku,” gerutu Shanna yang menganggap bahwa kedua sahabatnya itu tidak membelanya dan justru membela Damar.

“Kamu nggak punya kaca, ya?” Viona melipat kedua tangannya di depan dada. “Coba kamu lihat wajahmu saat ini. Kamu itu persis seperti orang depresi berat.”

Shanna menghela napas pelan. Hal itu justru membuat Viona dan Neila semakin gencar mengomelinya dan menyarankan untuk kembali bersama Damar. Namun, Shanna mengabaikan ocehan mereka berdua. Bagaimanapun dia sudah bertekad untuk melupakan Damar.

Tidak hanya sahabat-sahabatnya saja yang mengkhawatirkan Shanna, tetapi orang-orang di panti asuhan dan teman kerjanya di mini market pun ikut mengkhawatirkannya. Penampilan Shanna benar-benar seperti orang mengalami depresi.

Selepas dirinya meninggalkan rumah, Shanna tidak sengaja bertemu dengan Widia, pemilik panti asuhan yang sering Shanna kunjungi. Shanna terpaksa menerima tawaran Widia untuk tinggal di panti asuhan ketika wanita itu mengajaknya setelah mendengarkan ceritanya. Lagi pula saat itu dia juga tidak memiliki tempat tinggal. Selain itu, Shanna juga mencoba mencari pekerjaan untuk biaya hidupnya, dia tidak ingin menyusahkan Widia.

“Aku nggak apa-apa kok, Har. Cuma kelelahan karena kuliah dan kerja aja.”

Shanna tidak berbohong. Selain karena pikirannya yang terus memikirkan Damar, Shanna juga merasa lelah karena kurang istrirahat. Itu karena Shanna memilih bekerja pada sif malam, yang waktu kerjanya mulai pukul empat sore sampai pukul sepuluh malam. Di mana dirinya baru benar-benar bisa beristirahat pukul sebelas malam lewat. Selain itu, dia jugaharus bangun pukul tiga dini hari untuk membantu pengurus panti asuhan membuat sarapan untuk anak-anak.

“Baba!” seru Shanna terkejut dengan mata melebar sempurna ketika melihat Damar memasuki mini market.

“Jadi selama ini kamu bekerja di sini?” Damar mengabaikan keterkejutan Shanna dan berjalan ke meja kasir. Matanya menatap Harsa yang berjaga di samping Shanna sesaat sebelum fokus menatap putrinya lekat-lekat.

“Dari mana baba tahu aku bekerja di sini? Apa baba mengikutiku?”

“Tidak. Tapi Rangga yang memberi tahu baba kalau kamu bekerja di sebuah mini market.”

“Rangga?”

“Kemarin dia melihatmu di sini dan tadi pagi dia memberitahu baba. Karena itulah baba ke sini untuk menjemputmu. Sekarang lebih baik kamu pulang. Baba tidak ingin kamu bekerja hingga larut malam. Lihat wajahmu itu. Terlihat pucat dan ada kantong pandanya.”

“Maaf, Ba, lebih baik baba pergi aja. Sekarang masih jam kerjaku.”

“Di mana manajernya? Baba ingin bicara sebentar.”

“Beliau nggak ada di sini.”

“Kalau begitu baba minta nomor ponsel manajernya.”

“Aku nggak punya nomornya. Lebih baik baba pulang aja dan jangan menggangguku.”

Shanna tidak ingin membuat keributan dan mengganggu kenyamanan pelanggan.

“Kalau kamu tidak ingin pulang sekarang bersama baba, maka baba juga tidak akan pergi. Baba akan menunggumu sampai kamu selesai bekerja.”

“Terserah.” Shanna menjawab tidak acuh.

“Shanna, siapa dia?” tanya Harsa ketika Damar meninggalkan meja kasir dan menuju rak makanan.

“Dia ayahku.”

“Ayahmu?” ulang Harsa terkejut.

“Hm!”

Harsa tidak bertanya lagi ketika Damar berjalan kembali ke kasir dengan berbagai macam makanan ringan dan membayarnya. Damar memberikan semua belanjaannya kepada Shanna. Dia keluar dari mini market dengan hanya membawa beberapa camilan dan minuman, menunggu Shanna dengan duduk di kursi teras mini market yang memang disediakan untuk para pelanggan duduk. Sesekali Damar memperhatikan Shanna bekerja dari balik dinding kaca mini market.

Damar benar-benar menunggu hingga Shanna selesai bekerja.

Karena Damar bersikeras ingin mengantarnya pulang, maka tidak ada pilihan lain bagi Shanna untuk tidak mengikuti pria itu. Sebab itulah, sebelum pulang, Shanna meminjam topi dan jaket Harsa yang akan dia gunakan untuk kabur dari Damar nanti.

Pukul sepuluh malam, Shanna dan Harsa berganti sif dengan rekan mereka yang lain. Shanna menghampiri Damar dengan membawa belanjaan yang dibelikan oleh Damar tanpa dia sentuh sama sekali.

“Baba, aku mohon. Tolong jangan menggangguku.” Shanna berkata lebih dulu sebelum Damar membuka suara. “Aku sedang berusaha untuk menghilangkan perasaanku pada baba. Tapi kalau baba terus menemuiku seperti ini, maka aku nggak akan bisa melakukannya.”

Untuk sesaat Damar terdiam sebelum berkata, “Sekarang sudah malam. Ayo baba antar kamu pulang. Katakan, di mana sekarang kamu tinggal?”

Shanna menghela napas pasrah dengan kekeraskepalaan ayahnya. Dia mengikuti langkah Damar yang berjalan ke mobil sembari menggandeng tangannya.

“Aku belum makan, jadi nanti mampir dulu di rumah makan nggak jauh dari sini,” ucap Shanna setelah berada di dalam mobil.

Shanna hanya diam saja ketika Damar mengomel setelah mendengar bahwa dirinya belum makan. Sebenarnya dia sudah makan malam, itu hanya alasannya saja supaya bisa meninggalkan Damar.

Kurang lebih tiga ratus meter dari mini market, Damar menghentikan mobilnya di sebuah rumah makan yang disebutkan oleh Shanna. Rumah makan yang buka 24 jam.

“Baba masuk duluan aja. Aku mau ke toilet dulu.”

Shanna keluar dari mobil dan langsung menuju ke toilet yang berada di samping rumah makan. Dia segera mengenakan jaket serta topi milik Harsa. Shanna memperhatikan Damar dari kejauhan, memastikan pria itu tidak akan memergoki dirinya.

“Maafkan aku, Baba.”

Shanna berjalan dengan langkah lebar, setelah cukup jauh, dia berlari sekuat tenaga menjauhi rumah makan dan menghentikan sebuah taksi yang kebetulan melintas.

“Maafkan aku, Baba,” gumam Shanna dengan perasaan bersalah sembari menatap ke arah rumah makan di mana Damar saat ini sedang menunggunya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 127 : Keluarga Kecil

    Damar menggenggam erat tangan Shanna. Matanya yang merah karena menangis saat menunggui Shanna di ruang operasi, terus menatap wajah Shanna yang pucat. Tangannya membelai wajah Shanna."Sayang, bangun. Jangan tinggalkan aku sendiri," kata Damar pelan, nyaris seperti bisikan. Diciuminya pungung tangan Shanna.Air mata kembali membasahi wajah Damar.Setelah 6 jam berada di ruang intensif, akhirnya dokter memindahkan Shanna ke ruang inap setelah masa kritisnya berlalu."Pak, lebih baik Anda istirahat. Biarkan saya yang menjaga Shanna," kata Ardo pelan."Tidak!" tolak Damar cepat.Damar tidak akan meninggalkan Shanna. Dia takut Shanna benar-benar meninggalkannya jika dia pergi."Tapi, Pak, Anda belum istirahat sama sekali sejak tadi pagi. Setidaknya Anda makan dulu meski sedikit, karena sejak tadi Anda juga belum makan." Ardo berusaha membujuk.Damar keras kepala ingin menemani Shanna.Ardo berusaha membujuk Damar. Namun, karena kekeraskepalaan Damar, akhirnya Ardo pun mengalah dan membia

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 126 : Berjuang Bersama

    Shanna mengernyit bingung saat mobil memasuki area rumah sakit. "Kenapa kita ke sini, Ba?"Damar memarkirkan mobilnya dengan rapi dan mematikan mesin mobil, lalu dia menatap Shanna. Tangannya menggenggam kedua tangan Shanna yang berada di atas paha."Kita akan konsultasi, dan jika memungkinkan, kita sekalian melakukan program kehamilan."Mata Shanna melebar. "Ba ..."Damar tersenyum kecil. "Aku sangat mengenalmu, Sayang. Walaupun kamu tidak mengatakannya, tapi kamu pasti masih memikirkannya, kan?"Shanna kembali dibuat terkejut. "Enggak, Ba. Aku nggak memikirkannya.""Kamu nggak perlu membohongi dirimu sendiri. Aku dapat melihatnya di matamu. Aku yang selama ini merawat dan membesarkanmu, jadi aku sangat tahu betul bagaimana dirimu.""Baba," Shanna tidak bisa berkata-kata.Ingin sekali Shanna menampik semua ucapan Damar. Namun, apa yang Damar katakan benar. Dia masih memikirkan apa yang dokter katakan mengenai kondisinya yang didiagnosa sulit untuk hamil. Sebagai seorang wanita, itu m

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 125 : Janji Setia Damar

    Shanna menunggu jawaban Damar dengan rasa takut yang semakin besar.Shanna sudah mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk. Walaupun begitu, Shanna masih belum siap jika harus kehilangan Damar.Tangan Damar terulur, menghapus air mata yang terus mengalir di wajah Shanna. Senyum kecil terukir di wajah tampannya."Apa yang kamu katakan, hm?" kata Damar setelah berhasil menenangkan dirinya dari berita yang mengejutkan ini."Asal kamu tahu, Sayang," lanjut Damar. "Aku tidak peduli apakah kita akan memiliki anak atau tidak. Karena bagiku, kamu adalah segalanya. Jadi, tidak mungkin aku akan menceraikanmu. Jadi, berhentilah memikirkan hal yang tidak-tidak tentangku. Apa perlu aku mengatakannya kepadamu setiap hari, kalau aku selalu dan akan selalu menyayangi dan mencintaimu apa adanya meski kita tidak memiliki anak?"Air mata Shanna semakin deras. Namun, kali ini bukan air mata kesedihan, tetapi air mata kebahagiaan.Shanna kembali memeluk Damar erat. "Terima kasih, Ba. Terima kasih kamu

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 124 : Diagnosa Dokter

    Kehidupan mereka yang tenang dan damai membuat waktu berjalan dengan begitu cepat. Tidak terasa sudah satu tahun berlalu. Namun, sampai sekarang Shanna tidak kunjung hamil. Hal itu membuat Shanna khawatir dan waswas. Dia takut keguguran yang dialaminya sebelumnya akan berdampak pada rahimnya. Karena itulah hari ini Shanna memutuskan pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh. Shanna benar-benar takut jika dia tidak memberikan keturunan untuk Damar."Kak, kakak tunggu di sini aja, ya," kata Shanna begitu Ardo memarkirkan mobil di parkiran rumah sakit.Ardo mengangguk. "Ya."Shanna keluar dari mobil dan langsung memasuki rumah sakit. Setelah mengambil nomor antrean dan menunggu beberapa lama, akhirnya Shanna pun masuk ke ruangan dokter.Dokter langsung melakukan pemeriksaan sederhana usai mendengarkan keluhan Shanna. Memerlukan waktu satu setengah jam sebelum akhirnya dokter memberikan hasil diagnosanya kepada Shanna.Dunia seakan berhenti berputar saat dokter memberi t

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 123 : Pindah Rumah

    Shanna menggeleng pelan. "Nggak, Tante.”Shanna meraih tangan Farel, isyarat untuk pria itu memberi ruang untuknya bicara dengan Nadia. Lalu Shanna pun duduk di hadapan Nadia.“Aku tahu tante nggak suka melihatku. Tapi tujuanku datang menemui tante bukan untuk menertawakan ataupun menghina tante. Aku datang mengunjungi tante karena aku ingin meminta maaf pada tante."Nadia mendengkus sinis. "Maaf? Apa kamu pikir maafmu bisa membebaskanku dari tempat ini?"Pandangan Shanna tertunduk. "Permintaan maafku memang nggak bisa membebaskan tante dari sini. Karena bagaimanapun, tante harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah tante lakukan."Shanna menegakkan kepalanya dan menatap Nadia lekat-lekat."Karena itulah aku ingin mengakhiri perseteruan kita sampai di sini, Tante. Aku benar-benar minta maaf karena sudah menjadi penyebab kebencian tante. Aku juga mewakili Baba meminta maaf pada tante karena dia sudah membuat tante harus berakhir seperti ini. Tapi tante harus tahu, apa yang Baba lakukan

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 122 : Permintaan Shanna

    Kedua tangan Damar terkepal erat. Rahangnya mengeras. "Dia kembali berulah dengan menjegal semua investor yang ingin berinvestasi di Dashan Group.""Lagi?!" seru Shanna terkejut."Ya.""Terus, sekarang bagaimana?" tanya Shanna khawatir.Damar tersenyum lebar. "Sekarang semuanya sudah baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."“Syukurlah kalau semuanya sudah baik-baik aja” Shanna memeluk Damar. "Maafkan aku, Ba. Aku sudah terlalu banyak menyusahkanmu. Karenaku, kamu jadi mendapatkan banyak masalah."Damar membalas pelukan Shanna. "Kamu tidak salah, Sayang. Memang mereka saja yang tidak bisa senang melihat kebahagiaan kita. Jadi berhentilah menyalahkan dirimu sendiri.""Tapi, Ba, kalau kamu tahu bahwa Bibi adalah dalang di balik kecelakaan itu, kenapa kamu tidak mencabut tuntutanmu terhadap Nadia? Bukankah kalau seperti ini, sama saja dengan kita menjebloskan orang yang tidak bersalah?""Siapa bilang dia tidak bersalah?” kata Damar cepat. “Entah itu Nadia atau Diana, mereka me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status