Home / Romansa / Menikahi Ayah Angkat / BAB 3 : Menjauh

Share

BAB 3 : Menjauh

Author: Namaku Malaja
last update Huling Na-update: 2023-12-11 23:45:09

Viona dan Shanna meninggalkan gedung bioskop dan menuju kafe yang ada di seberang. Mereka hanya berdua karena Neila sedang kencan dengan kekasihnya. Sedangkan Deva mengantar saudaranya ke bandara.

“Kapan babamu pulang?”

“Aku nggak tahu. Setiap kali kutanya kapan pulang, Baba nggak memberikan jawaban pasti kapan akan pulang. Dia selalu bilang kalau pekerjaannya nggak bisa ditinggalkan.”

Dua hari setelah pulang dari berkemah, Damar berpamitan pergi ke Surabaya. Ada masalah pada perusahaan cabang di sana. Sedikit banyaknya Shanna bersyukur karena dirinya berpisah dengan sang ayah. Sebab dia masih canggung dengan apa yang terjadi saat di puncak dua minggu yang lalu.

“Shanna, entah kenapa aku merasa kalau Om Damar seperti menghindarimu,” celetuk Viona.

“Nggak mungkin. Kalau Baba memang ingin menghindariku karena pengakuan cintaku, seharusnya Baba melakukannya setelah aku mengatakan perasaanku.”

“Ya ... mungkin aja babamu nggak mau membuatmu kecewa, makanya dia menghindarimu dengan alasan pergi ke luar kota. Buktinya babamu nggak pernah cerita apa pun soal wanita yang dipeluknya waktu di puncak kemarin sampai saat ini, ‘kan?”

Shanna terdiam.

Pikirannya berputar ke kejadian saat mereka berkemah, di mana dirinya melihat Damar memeluk seorang wanita. Mengingatnya kembali, hatinya kecewa. Selama ini baik dia maupun Damar saling terbuka. Tidak ada yang mereka tutup-tutupi. Namun, Shanna tidak menyangka bahwa ternyata sekarang ayahnya mulai tertutup kepadanya.

Menyesal?

Ya. Shanna menyesali apa yang dia lakukan. Seandainya dia tidak mengikuti egonya untuk mengungkapkan perasaannya kepada sang ayah dan memendamnya sendiri, mungkin hubungan mereka tetap seperti sebelumnya, tidak akan renggang seperti sekarang. Akan tetapi, nasi sudah menjadi bubur, dia tidak bisa mengembalikan apa yang sudah terjadi dan hanya bisa menjalani apa yang akan terjadi ke depannya.

“Shanna, bukankah itu babamu?” ucap Viona ketika mereka keluar dari kafe.

Shanna mengikuti arah telunjuk Viona yang menunjuk ke arah sebuah hotel tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Seorang laki-laki yang sangat mirip dengan Damar memasuki hotel.

“Mungkin kamu salah lihat,” ucap Shanna memberi alasan, entah kenapa dia tidak bisa mempercayai bahwa itu adalah ayahnya meski terlihat sangat mirip sekali. Dia yakin saat ini Damar berada di Surabaya. Shanna yakin ayahnya tidak akan membohonginya.

“Kamu benar. Mungkin itu hanya mirip aja. Melihat sikap babamu yang sangat menyayangimu, nggak mungkin babamu mau tinggal di hotel dan bukannya di rumah.”

“Ya sudah, ayo kita pulang.” Shanna menarik tangan Viona dan menghentikan taksi. Karena jalannya searah dan rumah Viona lebih dekat, Shanna pun meminta sopir taksi membawa mereka ke rumah Viona untuk mengantarkannya lebih dulu.

Shanna merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Pandangannya menatap langit-langit kamar. Pikirannya terus memutar apa yang dilihatnya tadi, yaitu sosok yang mirip dengan Damar yang memasuki hotel.

‘Mungkin apa yang aku lihat sama Viona tadi hanya orang yang kebetulan mirip aja sama Baba,’ pikir Shanna berusaha untuk berpikir positif.

Tiga puluh menit berlalu, Shanna masih berdiam dengan posisi itu sebelum akhirnya dia mengambil ponsel dan menghubungi Damar untuk menenangkan hatinya. Pada dering kedua, panggilannya langsung dijawab oleh Damar.

“Halo, Sayang,” sapa Damar dari seberang telepon.

“Halo, Ba. Aku menganggu baba, nggak?”

“Tidak. Ada apa? Apa ada masalah?” suara Damar terdengar khawatir.

“Nggak ada. Aku cuma kangen sama baba,” jawab Shanna jujur. Dia benar-benar sangat merindukan ayah sekaligus orang yang dicintainya.

Damar tertawa pelan. “Padahal tadi siang kita baru teleponan, lho.”

“Teleponan dengan ketemu langsung kan beda, Ba. Baba kapan pulangnya, sih? Sudah hampir dua minggu baba di Surabaya.”

“Maaf, Sayang. Baba masih belum tahu kapan bisa pulang. Pekerjaan di sini masih banyak yang harus baba tangani sendiri. Tidak bisa diserahkan kepada orang lain,” terdengar suara helaan napas Damar di seberang telepon.

Shanna tidak mengerti. Apakah dirinya harus mempercayai ucapan sang ayah atau penglihatannya. Dia ingin sekali mempercayai sang ayah, tetapi entah kenapa hati kecilnya merasa sulit untuk mempercayai ucapan ayahnya. Apalagi ketika mengingat Damar sudah mulai tidak terbuka seperti sebelumnya. Terbukti dengan Damar yang menyembunyikan hubungannya dengan seorang wanita yang sampai sekarang tidak Shanna ketahui siapa wanita itu.

Mereka mengobrol cukup lama sebelum akhirnya Damar memutuskan sambungan terlebih dahulu mengingat waktu sudah semakin larut.

“Sepertinya aku harus memastikannya sendiri,” gumam Shanna seraya bangkit dari tempat tidur.

Semalaman dirinya gelisah dan tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya terus memutar ucapan Damar malam tadi.

Pukul enam pagi, Shanna meninggalkan rumah dan pergi ke kafe di mana mereka nongkrong kemarin. Karena masih pagi dan kafe juga masih tutup, Shanna memilih memasuki hotel dan langsung menuju ke restoran hotel. Dia menuju ke tempat yang paling sepi pengunjung, sebab Damar tidak suka keramaian, jadi sudah pasti pria itu akan memilih tempat yang tidak terlalu ramai.

Tepat pukul setengah tujuh pagi, sosok Damar memasuki restoran hotel dan duduk tidak jauh dari Shanna.

Hati Shanna benar-benar hancur. Tidak menyangka bahwa Damar benar-benar menghindarinya.

Kalau benar Damar menghindarinya, lalu kenapa pria itu tidak melakukannya setelah pernyataan cintanya? Kenapa harus menunggu lama, bahkan mengajaknya dan sahabat-sahabatnya untuk berkemah bersama?

Shanna mengambil ponsel dan menghubungi Damar yang langsung diangkat oleh pria itu. Seperti biasa, Shanna menanyakan apakah pria itu sudah sarapan atau belum. Pandangan Shanna tidak pernah lepas sedikit pun dari sosok Damar yang menyantap sarapannya.

“Baba tutup teleponnya, ya. Sebentar lagi baba harus berangkat kerja. Kamu juga harus kuliah pagi ‘kan hari ini?”

“Hm, hati-hati di jalan, Ba.”

“Kamu juga, Sayang.”

Tangan Shanna masih di telinganya meski sambungan telepon telah terputus. Pandangannya menatap Damar yang meninggalkan restoran hotel.

Tidak lama kemudian, Shanna meninggalkan hotel. Dia pulang dan mengemasi beberapa barang penting miliknya. Dia juga menulis surat yang ditujukan untuk Damar dan menitipkannya kepada resepsionis hotel.

Sebagai anak angkat, Shanna sadar diri. Apa yang dimilikinya saat ini bukanlah miliknya, melainkan milik ayahnya. Jika ayahnya sudah tidak ingin melihat dirinya lagi, maka biarkan dia saja yang pergi dari hidup Damar.

“Selamat tinggal, Baba.” Shanna menatap hotel di hadapannya sesaat sebelum benar-benar pergi.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 104 : Rumah Penuh Kenangan

    Pagi-pagi sekali Damar meninggalkan rumah bersama Shanna dan Tessa. Sementara Ardo sudah menunggu mereka di bandara.Damar yakin orang yang mengawasi mereka tahu kalau di rumah hanya ada mereka bertiga. Mereka pasti akan curiga kalau melihat mereka pergi berempat. Karena itulah, untuk menghindari kecurigaan para pengintai itu, malam tadi Damar meminta Ardo untuk berangkat lebih dulu ke bandara sambil membawa barang-barang mereka.Sesampainya di bandara, Damar langsung mengajak Shanna ke terminal keberangkatan. Di mana Ardo menunggu mereka.“Pak, ini kunci mobilnya.” Ardo menyerahkan kunci mobil kepada Damar. “Koper bapak dan Shanna sudah saya masukkan di bagasi mobil.”“Terima kasih.” Damar menatap Shanna. “Sayang, ayo kita ganti pakaian.”Damar dan Shanna pun bergantian untuk berjaga-jaga. Setelah itu mereka meninggalkan terminal ke berangkatan dan menuju parkiran bandara, di mana Ardo memarkir mobil sewaan yang diminta Damar malam tadi.“Aku nggak menyangka akan seribet ini hanya u

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 103 : Dalang di Balik Penguntitan Shanna

    Setelah mendengarkan keluhan serta melakukan pemeriksaan, dokter menyarankan Shanna untuk menjaga pola makannya. Dokter meminta Shanna untuk memakan makanan yang kaya akan vitamin dan nutrisi yang diperlukan janin.Shanna lega mendengarnya. Begitu juga dengan Damar yang ikut senang sebab istrinya tidak harus tersiksa karena meminum susu ibu hamil.“Kita makan siang dulu sebelum pulang,” ucap Damar begitu mereka keluar dari rumah sakit.Damar membawa Shanna ke sebuah restoran. Mereka mengikuti pelayan yang membawa ke ruang private room. Shanna terkejut saat memasuki ruangan dan mendapati Galang dan Devara sudah berada di sana. Tapi dia senang, mengingat hari ini adalah ulang tahun suaminya. Di mana Damar memang selalu mengajak Galang dan Devara makan bersama di setiap hari ulang tahunnya.“Kamu kelihatan bahagia sekali, Dam?” ucap Galang begitu Damar duduk di hadapan mereka.“Apa terlihat jelas?” bukannya menjawab, Damar justru memberikan pertanyaan kepada Galang.“Ya.”“Tentu aja Baba

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 102 : Gagal Memberi Kejutan

    Sejak kecil, Shanna tidak suka minum susu. Tidak jarang Shanna suka membuang susu yang selalu dia buatkan. Sebagai gantinya, Damar terpaksa memberikan Shanna suplemen setelah berkonsultasi dengan dokter. Dan kemarin pagi, Damar merasa aneh saat mendapati bubuk susu di toples saat dia hendak membuat minum. Ditambah dia juga tidak sengaja melihat kotak susu ibu hamil di tempat sampah. Karena itulah Damar tahu kalau Shanna sedang hamil saat ini. Sebab tidak ada perempuan lain di rumah mereka selain Shanna.Shanna menghela napas, kecewa. Niat awalnya ingin memberi kejutan, tetapi justru gagal karena keteledorannya. Seharusnya dia langsung membuang kotak itu ke tempat sampah depan.“Padahal aku ingin memberimu kejutan, tapi selalu saja berakhir gagal,” gumam Shanna penuh keluhan.Shanna tidak mengerti, kenapa dirinya begitu sulit untuk memberikan kejutan atau hadiah kepada suaminya itu. Dulu, setiap kali Shanna ingin memberikan kejutan di malam ulang tahun Damar, pria itu selalu berhasil me

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 101 : Mengungsi Untuk Sementara

    Ardo yang mendapat perintah dari Damar, meminta orang kenalannya untuk membelikan perangkat CCTV dan mengirimnya malam itu juga. Dan malam itu juga Ardo memasang semua CCTV di setiap tempat untuk memantau di sekitar rumah.Begitu juga dengan Adara. Pria itu datang ke rumah mereka pagi-pagi buta dengan tiga orang pria yang akan bertugas menjaga rumah mereka. Tidak lupa Damar meminta Adara menyelidiki semua musuh-musuh bisnisnya. Sedangkan untuk Nadia dan Darian, dia meminta Ardo yang menyelidikinya.“Ba, apa ini nggak berlebihan?” tanya Shanna saat mereka berada di meja makan untuk sarapan. Dia merasa tidak nyaman melihat begitu banyak pria di rumah mereka.“Tidak. Ini semua demi keamananmu.”“Tapi aku merasa nggak nyaman, Ba,” ucap Shanna jujur. “Sekarang di rumah banyak diisi laki-laki, hanya aku sendiri yang perempuan. Aku merasa nggak nyaman, Ba.”Damar tersentak. Ditatapnya Shanna lekat-lekat untuk beberapa detik sebelum berkata dengan lemah, “Bagaimana lagi? Ini semua demi kebaik

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 100 : Penguntit

    Sesampainya di rumah, Shanna langsung istirahat. Selain karena perintah Damar, Shanna juga tidak ingin anaknya kenapa-kenapa. Tadi dokter memang memintanya untuk lebih banyak istirahat dan tidak melakukan aktivitas berat yang menguras tenaga, sebab kandungannya yang lemah.Saat Shanna bersantai menonton televisi, dia dikejutkan dengan kedatanag Devara yang tiba-tiba. Kekhawatiran tampak jelas di wajah cantik Devara.Shanna mengubah posisis berbaringnya di sofa menjadi duduk kala Devara menghampirinya. “Tante.”“Tadi Damar meneleponku. Dia memberitahuku kalau kamu sakit,” ucap Devara cepat.“Baba?” ulang Shanna.“Iya. Damar bilang kamu sakit karena kecapekan. Dia memintaku untuk tidak mengajakmu bepergian dulu.”Pelipis Shanna berkedut, kesal. Suaminya itu sangat berlebihan.“Tante, aku baik-baik aja. Aku nggak sakit, kok. Aku cuma kecapekan aja. Aku juga sudah periksa ke dokter, nggak ada yang serius.” Shanna berusaha menghibur Devara yang mengkhawatirkan dirinya. “Tante nggak usah de

  • Menikahi Ayah Angkat   BAB 99 : Hamil

    Damar membantu Shanna duduk di kursi. Kekhawatiran tampak jelas di wajahnya. Pasalnya sudah tiga hari Shanna selalu memuntahkan setiap makanan yang dimakannya.“Kita pergi ke rumah sakit, ya? Kalau kamu terus mengeluarkan makanan yang kamu makan, kamu bisa sakit nanti. Lihat penampilanmu sekarang, kamu kelihatan kuyu,” ucap Damar.“Ya, nanti aku pergi ke rumah sakit sama Kak Ardo,” jawab Shanna patuh. Badannya memang sangat lemas karena hampir tidak ada makanan yang bisa masuk, kecuali buah-buahan.“Bukan nanti, tapi sekarang,” ucap Damar tegas. “Ayo!”Shanna menatap Damar dengan mata sayunya. “Ba, sekarang masih terlalu pagi. Aku janji aku akan periksa ke dokter nanti jam sembilan sama Kak Ardo. Sekarang sudah jam setengah delapan, lebih baik kamu berangkat kerja aja. Bukannya mala tadi kamu bilang kalau pagi ini ada rapat?”“Rapat bisa ditunda, tapi kesehatanmu tidak bisa ditunda. Ayo kita pergi ke dokter sekarang!”Damar takut Shanna tidak akan pergi ke dokter, karena itu dia ingin

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status