Share

BAB 6: Menikah

last update Huling Na-update: 2025-06-04 16:20:58

Sekitar tiga puluh menit, waktu yang mereka habiskan dalam perjalanan tanpa berbicara sedikit pun. Mobil kini berhenti pada salah satu hotel bintang lima yang terkenal di kota ini. Gideon segera turun, meninggalkan Shani yang kebingungan. Namun tak lama, Gideon membuka pintu mobilnya. Wajah garangnya sedikit menunduk untuk menyejajarkan pandangannya dengan Shani.

“Mau turun sendiri atau saya seret?”

Shani menyeringai kesal, memutar bola matanya jengah. 

“Dasar arogan.” Gumam Shani amat pelan sebelum turun dari mobil dan berlari kecil mengejar Gideon yang sudah lebih dulu masuk ke dalam hotel itu.

Sesampainya didalam, mereka disambut oleh beberapa lelaki dengan pakaian yang sangat rapi. 

“Selamat malam, tuan Gideon. Silahkan ikuti saya.” Ucap lelaki itu sambil mempersilahkan Shani dan Gideon. Gideon pun sepertinya sudah mengerti dengan maksud lelaki itu, tetapi tidak dengan Shani. Ia menarik lengan Gideon sebelum Gideon sempat melangkah.

“Bapak tidak berniat untuk melakukan hal aneh, kan?” Tanya Shani menyelidik. Matanya ikut menyipit.

Gideon berdecak, lalu menyentil jidat Shani hingga genggaman tangan Shani pada lengannya terlepas.

“Kalau saya mau. Saya akan minta orang lain untuk melakukannya dengan saya, bukan kamu.”  Ucap Gideon dingin kemudian berlalu begitu saja.

Shani meringis kesakitan sambil memegangi jidatnya yang terkena sentilan Gideon, mengutuknya dalam hati. Namun tetap mengekorinya di belakang.

Mereka memasuki lift, Gideon menekan tombol lantai paling atas. Shani yang berdiri di sebelah Gideon hanya memperhatikan, walau Gideon bilang tak berniat melakukan hal aneh padanya. Shani tetap harus waspada.

Lima menit kemudian, mereka tiba di lantai paling atas. Di sana terdapat orang-orang lain yang sedang sibuk dengan urusannya masing-masing. Shani terdiam menatap mereka, lalu melirik Gideon penuh tanya. Gideon yang sadar dengan lirikan Shani pun berdehem pelan sebelum bersuara.

“Pernikahan kita.” Ucapnya singkat.

Shani langsung mengerti, balai riung hotel ini akan jadi tempat pelaksanaan pernikahan mereka. Shani pun mangut-mangut. Ia terkesan karena warna dan tema bunga yang digunakan Gideon adalah kesukaannya. Entah kebetulan atau memang disengaja. Shani tak peduli. Ia berkeliling dengan senyum merekah sambil tak lupa menyapa ramah orang-orang yang bertugas menata balai riung.

Setelah puas melihat-lihat. Shani kembali menghampiri Gideon yang masih berdiri di tempatnya tadi.

“Tak buruk, kan?”

Shani hanya mengangguk, lalu mengangkat ibu jarinya sebagai respon atas pertanyaan Gideon.

“Ya sudah, ayo pulang. Oh iya, pernikahan kita akan dilaksanakan beberapa minggu lagi. Persiapkan dirimu.”

“Huh? Kenapa bapak baru bilang sekarang!? Saya belum siap.”

“Memang saya peduli?” balas Gideon tak acuh dan pergi mengelilingi balai riung hotel, meninggalkan Shani yang menatapnya dengan wajah tak percaya.

***

Waktu melesat cepat. Tanpa terasa berminggu-minggu pun telah berlalu. Tibalah pada hari pernikahan Shani dan Gideon yang dihadiri oleh banyak tamu penting, tak lupa rombongan wartawan yang juga ikut menunggu di depan pintu masuk balai riung. Menunggu moment berharga yang dapat mereka tangkap.

Balai riung lambat laun mulai dipenuhi oleh tamu undangan. Shani menggunakan gaun yang belum pernah ia gunakan sebelumnya, ibunya juga ada disini—menggunakan gaun yang tak kalah cantik. Menemani Shani dari awal hingga akhir. Tak lupa adik laki-lakinya yang terlihat lebih gugup dari dirinya.

“Kak, jangan grogi, ya? Ada adik yang akan menemani kakak, jadi kakak tak usah grogi.”

Shani terkekeh pelan, “Kamu bahkan terlihat lebih grogi dari pada kakak, Sean.”

“Betul, padahal kakakmu biasa saja tuh.” Ibu Shani ikut menimpali sambil tertawa pelan.

Sean mengusap dahi, ikut tertawa. Ia enggan membantah omongan kedua wanita paling berharga didalam hidupnya itu. Jangankan membantah, menaikan sedikit nada suaranya  pun ia enggan.

“Kamu, bahagia hari ini?” Kini ibu beralih pada Shani. Mata sendunya menatap luruh ke arahnya.

Shani menelan ludah gugup lalu mengangguk pelan. Tak mau sang ibu tahu tentang yang sebenarnya terjadi.

“Tentu. Gideon baik padaku, bu. Walau perbedaan usia kami yang sangat jauh tetapi dia selalu menjagaku dan menyayangiku dengan sepenuh hati.” Ucap Shani berbohong. Tentu saja, mana mungkin dia bilang kalau mereka menikah karena Gideon meminta pertanggungjawaban atas kecerobohannya sendiri.

Ibu tersenyum, “Kamu masih ingat dengan omongan ayah, kan? Kalau ada sesuatu yang terjadi, tinggalkan itu dan kembalilah, ibu akan selalu merentangkan tangan untuk menyambutmu.”

Shani terdiam, matanya mulai berkaca-kaca mendengar ucapan lembut yang keluar dari mulut ibunya. Lalu ibu perlahan mengusap pucuk kepala Shani dan mendekapnya, memberikan pelukan hangat untuk yang terakhir sebelum Shani memulai upacara pernikahannya.

Upacara pernikahan pun dimulai dengan suka cita, semua orang terlihat bahagia saat melihat Shani yang terbalut gaun panjang berwarna putih sehingga membentuk lekuk tubuhnya. Gideon tak mau kalah. Tailcoat dengan warna senada seperti gaun pengantin perempuan yang Gideon gunakan terlihat cocok padanya. Mereka terlihat serasi.

Setelah satu jam, mereka berhasil menyelesaikan seluruh rentetan upacara pernikahan pagi itu. Saatnya berganti ke acara pesta pernikahan, Gideon terlihat sibuk berbincang dengan beberapa koleganya. Begitu juga dengan tamu lain. Saling berbincang dengan penuh tawa. Semua orang terlihat bahagia.

Namun, dua orang yang Shani kenal tak menampakkan batang hidungnya. Daroll dan Aland. Shani bahkan sampai berkeliling balai riung untuk mencari keberadaan dua orang itu—yang Shani harapkan untuk datang pada hari ini. Namun nihil. Mereka benar-benar tak datang hari ini.

Hingga matahari mulai terbenam tergantikan oleh rembulan yang bersinar amat terang, pesta pernikahan akhirnya selesai, ibu dan adik Shani sudah beristirahat di hotel tempat mereka menginap. Esok hari akan pulang ke kampung. Kasihan pada ternak mereka jika terlalu lama ditinggal katanya.

“Besok ibu dan adikmu akan pulang, bilang pada suamimu bahwa tak perlu repot mengantar kami ke stasiun, ya?”

Shani mengangguk pelan, lagian sudah dapat dipastikan si Gideon itu akan menolak jika diminta untuk mengantar ibu Shani walau hanya ke stasiun.

Dalam perjalanan pulang, Shani dan Gideon tak berbicara sepatah kata pun. Shani yang sudah kelelahan hanya dapat menyandarkan kepalanya di kursi penumpang, berusaha sekuat tenaga agar tetap tersadar.

Hingga tanpa sadar mobil sudah terparkir rapi di depan sebuah rumah yang Shani yakini adalah rumah Gideon. Gideon pun segera turun, begitu juga dengan Shani. Mereka disambut oleh seorang pelayan.

“Selamat malam, Tuan Gideon dan Nyonya Shani.” Sapa pelayan itu ramah.

Gideon hanya melengos masuk ke dalam tanpa menjawab sapaan pelayan tersebut. Sedangkan, Shani yang melihatnya langsung menatap sinis ke arah Gideon lalu tersenyum hangat dan menyapa canggung pelayan tersebut.

Si Gideon itu benar-benar arogan kepada semua orang, ucap Shani dalam hatinya sebelum mengekori Gideon  masuk ke dalam.

Mereka akhirnya masuk ke salah satu kamar di rumah itu. Namun, Gideon yang baru mengetahui bahwa Shani dari tadi mengikutinya malah menatap sinis ke arah Shani.

“Untuk apa kamu masuk ke kamar saya?”

“Ya, s-saya tak tahu harus tidur dimana.” Jawab Shani polos.

“Punya mulut untuk bertanya ke pelayan tadi, kan? Di rumah saya ini banyak kamarnya, jadi untuk apa kita harus satu kamar.”

Shani terperangah, dia sampai mengepalkan tangan untuk menahan emosinya. Tetapi Shani tak berkuasa, ia hanya dapat menghembuskan napasnya dengan kasar. Lalu bergegas keluar untuk bertanya pada pelayan tadi. 

Shani tak pernah membayangkan bahwa episode kehidupannya yang sangat terpuruk adalah dengan bertemu dan menikah dengan orang seperti Gideon. Entah bagaimana kelanjutan kehidupan rumah tangganya ini, Shani hanya berharap agar secepatnya dapat berpisah dengan Gideon.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menikahi Ayah Gebetanku   BAB 8: Maafkan aku

    “Kamu menikah dengan ayahku, Shani?” Tanya Daroll dingin.Shani membeku, kepalanya jadi tertunduk. Tak berani menatap wajah Daroll saat ini. “Jawab!” Desak Daroll. Dia kini sudah berpindah ke hadapan Shani.Gideon yang dari tadi hanya memperhatikan kini mulai maju, meletakkan tangannya di atas dada Daroll agar anaknya itu dapat memberi sedikit jarak untuk Shani. “Daroll…” “Dari beribu wanita di dunia ini, kenapa harus temanku yang ayah nikahi!?” Seru Daroll memotong.“Ayah tak tahu bahwa dia temanmu, Daroll. Maafkan ayah.” “Itu berarti ayah sama sekali tak peduli padaku, kan? Hal-hal kecil seperti itu saja ayah tak tahu!” Daroll semakin meninggikan nada suaranya. “Seluruh ucapan ayah padaku adalah omongan kosong, saat ayah berkata bahwa ayah peduli padaku…semuanya omong kosong!” Lanjutnya. Emosi Daroll sudah memuncak, matanya tajam menatap Gideon, urat lehernya pun ikut menegang. Sekilas, Gideon dapat melihat mata Daroll yang sedikit memerah dan berkaca-kaca sebelum anaknya itu m

  • Menikahi Ayah Gebetanku   BAB 7: Fakta yang terungkap

    “Ah sial, aku terlambat bekerja.” Shani buru-buru turun dari kasurnya, berjalan terhuyung ke keluar dengan kesadaran yang baru terkumpul setengah. Alarm yang sudah Shani siapkan tidak berhasil membangunkannya, padahal ia harus kembali bekerja. Alhasil, ia jadi terlambat bangun.Kecemasan mulai menggerogotinya, membuat Shani tak bisa tenang dan ingin segera pergi. Ia mempercepat langkahnya hingga tanpa sadar melengos begitu saja di hadapan Gideon yang sedang menyantap sarapannya. Alis Gideon seketika terangkat melihat tingkah Shani pagi ini, ia dengan gerakan cepat menarik lengan Shani dari belakang membuat pergerakan Shani seketika terhenti.“Kamu mau kemana?” Tanya Gideon.“Saya sudah terlambat pergi bekerja, Pak.” Jawab Shani dengan napas memburu.Gideon menaikkan alisnya. Dia menatap Shani dari atas hingga bawah. Pasalnya, saat ini wanita di hadapannya itu masih mengenakan baju tidurnya. Rambutnya pun masih acak-acakan dan tanpa riasan sedikit pun di wajahnya.“Tak usah bekerja,

  • Menikahi Ayah Gebetanku   BAB 6: Menikah

    Sekitar tiga puluh menit, waktu yang mereka habiskan dalam perjalanan tanpa berbicara sedikit pun. Mobil kini berhenti pada salah satu hotel bintang lima yang terkenal di kota ini. Gideon segera turun, meninggalkan Shani yang kebingungan. Namun tak lama, Gideon membuka pintu mobilnya. Wajah garangnya sedikit menunduk untuk menyejajarkan pandangannya dengan Shani.“Mau turun sendiri atau saya seret?”Shani menyeringai kesal, memutar bola matanya jengah. “Dasar arogan.” Gumam Shani amat pelan sebelum turun dari mobil dan berlari kecil mengejar Gideon yang sudah lebih dulu masuk ke dalam hotel itu.Sesampainya didalam, mereka disambut oleh beberapa lelaki dengan pakaian yang sangat rapi. “Selamat malam, tuan Gideon. Silahkan ikuti saya.” Ucap lelaki itu sambil mempersilahkan Shani dan Gideon. Gideon pun sepertinya sudah mengerti dengan maksud lelaki itu, tetapi tidak dengan Shani. Ia menarik lengan Gideon sebelum Gideon sempat melangkah.“Bapak tidak berniat untuk melakukan hal aneh, k

  • Menikahi Ayah Gebetanku   BAB 5: Ciuman itu, maksudnya apa?

    Gideon harus berhenti menatap wajah tidur Shani saat sang puan mulai membuka matanya. Dia langsung mengalihkan pandangan ke arah lain.“Oh, sudah sampai.” Ucap Shani sambil mengosok matanya. Ia lalu membenarkan posisi duduknya. Sedangkan, Gideon hanya terdiam, dia kembali menatap lamat-lamat wajah Shani dengan ekspresi yang tak bisa Shani artikan.“K-kenapa?” Shani bertanya tergegu saat ditatap begitu, ia balik menatap Gideon dengan kebingungan.Belum sempat mendapatkan jawaban, bibir Shani sudah dibungkam oleh Gideon. Shani yang tiba-tiba saja dicium itu refleks memundurkan wajahnya hingga tautan bibir mereka terputus. Ia terdiam sejenak karena kebingungan. Untuk alasan yang tidak dapat ia pahami itu, jantungnya malah berdetak tak karuan.“K-kenapa bapak m-mencium saya?” Tanya Shani tergegu lagi.Namun, Gideon yang mendapatkan penolakan itu seketika jadi tersulut emosi. Wajahnya berubah seketika, menampakkan ekspresi marah, urat lehernya ikut menegang.Dan saat melihat itu, Shani me

  • Menikahi Ayah Gebetanku   BAB 4: Harus terbiasa

    Ini sudah dua hari setelah konferensi pers, berita terkait hubungan Shani dan Gideon mulai banyak bermunculan hanya dalam beberapa jam dan menjadi yang paling sering dicari dalam dua hari. Wajar saja, karena kisah si orang biasa memiliki hubungan dengan si orang paling kaya sangatlah jarang terjadi. Hari ini juga sudah dua hari pula sejak ia dan Daroll bertemu.“Kamu bukan hanya berarti, kamu adalah segalanya untukku. Jadi, jika kamu terluka, maka aku akan lebih terluka.”Shani ingat dengan sangat jelas bagaimana wajah khawatir Daroll saat mengatakan hal itu padanya, wajah Shani seketika memerah seperti kepiting rebus dan senyumnya pun juga merekah saat mengingat kejadian itu. Namun, saat ingatan sifat arogan Gideon lewat di pikirannya. Shani jadi tersulut emosi lagi.“Arogan, mentang-mentang kaya.” Gumam Shani pelan seraya melirik sekilas nakas disamping kasurnya. Jam beker diatasnya sudah menunjukan pukul 7 pagi, sudah waktunya bagi Shani untuk bersiap pergi ke kantornya. “Huft, ha

  • Menikahi Ayah Gebetanku   BAB 3: Sandiwara cinta dimulai

    “Sudah siap?”Shani menoleh ke sumber suara, Gideon yang telah rapi dengan setelannya melirik Shani sekedarnya. Mereka saat ini masih berada di dalam mobil, sedangkan di depannya terdapat kerumunan wartawan yang sedang menunggu.“Siap tak siap.” Shani menjawab datar.“Jangan melakukan hal aneh, kamu cukup diam disamping saya.”Shani tak merespon, dia sudah tahu dengan apa yang harus dilakukan saat konferensi pers. Cukup diam dan memasang senyuman palsu agar semua orang percaya dengan skenario palsu hubungan mereka.“Bagaimana dengan ibu, ya?” Shani bergumam amat pelan. Namun tetap saja dapat didengar oleh Gideon yang duduk disampingnya.“Tinggal jelaskan, tidak sulit.”Shani melirik Gideon sekilas lalu menghela napas berat.“Bapak mau membantu untuk menjelaskannya pada ibu saya?”“Tentu saja tidak.” Jawab Gideon singkat.Shani tersenyum kecut, “Saya bisa pastikan dia akan bertanya banyak hal mengenai ini, saya khawatir tidak bisa menjawabnya.” Pikiran Shani saat ini cukup berantakan,

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status