Shani yang sedang patah hati karena Daroll, si gebetan yang telah memiliki kekasih, malah jadi terlibat dengan Gideon yang ternyata adalah CEO perusahaan tempat ia bekerja sekaligus ayah dari Daroll. Ia menggoda Gideon karena pengaruh alkohol dan berakhir menghabiskan malam bersama dengan lelaki tersebut. Begitu Shani terbangun dari tidurnya, ia yang terkejut akhirnya kabur dan membuat Gideon murka hingga Gideon memaksa Shani untuk tunangan kontrak demi menyelamatkan harga diri Gideon.
view moreLangit mulai mengeluarkan cahayanya ketika Shani membuka mata. Ia menggeliat sejenak sebelum menatap sekelilingnya.
Pemandangan langit-langit kamar, nakas samping kasur, dan televisi besar itu sedikit berbeda dari miliknya. Shani memicingkan mata seraya memproses apa yang baru saja ia lihat.
Saat mulai tersadar, Shani langsung meloncat. Kaget bukan main saat mengetahui dirinya sedang berada di tempat asing.
“Aku dimana?” Shani panik, berusaha mengembalikan nyawanya yang sebelumnya sempat keluar dari raganya. Ia semakin kaget ketika mendapati tubuhnya tidak dibalut pakaian satu pun. Shani langsung melilit tubuhnya dengan selimut.
Kepalanya terasa sangat pusing, Shani menjambak rambutnya sendiri sambil mencoba mengingat kembali apa yang ia lakukan semalam. Perlahan, secercah ingatan mulai berangsur kembali.
Ingatan terkait kepergiannya ke bar untuk melampiaskan patah hatinya karena Daroll, gebetannya, ternyata sudah menjalin hubungan dengan sahabatnya sendiri yaitu Lily. Shani juga mengingat dengan sangat jelas kejadian kemarin malam saat dia menggoda seorang lelaki yang umurnya berbeda jauh darinya. Akibat godaannya, mereka akhirnya bersenggama dan tanpa sadar jadi menghabiskan malam bersama hingga pagi hari.
Setelah mulai mengingat, Shani mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, matanya tiba-tiba tertuju pada area yang Shani yakini adalah kamar mandi. Ia dengan perlahan mendekat untuk memastikan kebenaran dari ingatannya.
Benar saja, terlihat punggung seorang lelaki di dalam sana sedang menikmati pancuran air dari shower. Seketika Shani langsung beringsut mundur sambil membekap mulutnya, tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya. Shani dan lelaki itu benar-benar menghabiskan waktu bersama.
Alkohol sialan, ucapnya dalam hati.
Ia merasa sedikit frustasi. Namun satu hal yang Shani yakini harus ia lakukan saat ini, yaitu kabur.
“Ya. Benar. Aku harus kabur sekarang.” Shani bergumam pelan sambil mengendap untuk mencari bajunya.
Setelah berpakaian. Shani segera melipir kabur dari sana. Untungnya saat ini hotel masih sepi. Shani lebih lega karena tak ada yang melihatnya dengan kondisi yang menyedihkan seperti saat ini.
Shani akhirnya tiba di apartemen kumuh yang selama ini ia tinggali. Ia melangkah memasuki lorong apartemen sambil menghela napas lega karena sudah kembali ke tempat yang seharusnya.
Tiba-tiba saja pintu apartemen di sebelahnya terbuka, menampakkan wajah Aland yang terlihat sangat cemas dan kaget ketika melihat dirinya.
“S-shani?” Aland langsung berjalan cepat menghampiri Shani yang baru saja memegang gagang pintu apartemennya.
“Kamu kemana semalam? Tiba-tiba saja menghilang. Bahkan kamu meninggalkan semua barang-barangmu.” Lanjut Aland.
Shani ingat, sebelum ia menggoda lelaki semalam, Aland sempat meninggalkannya dan meminta dia untuk tidak melakukan hal aneh-aneh. Nahas, ketika Aland kembali, Shani malah sudah sibuk bergumul dengan lelaki yang ia goda. Maka tidak mengherankan jika Aland menjadi sangat panik sekarang.
Shani terdiam sejenak lalu tersenyum kaku, “Sekarang aku sudah hampir terlambat bekerja. Aland. Nanti aku akan menceritakan semuanya.” Balas Shani kemudian masuk ke dalam apartemennya
***
Walau dunia kiamat, Shani harus tetap bekerja. Begitulah kenyataan yang harus di hadapi oleh Shani.
Tetapi, Shani merasa bahwa selama ia melangkah memasuki gedung ini, ada banyak pasang mata yang menatapnya sambil berbisik-bisik, ia cukup tak nyaman dengan hal itu. Shani pun segera mempercepat langkahnya menuju ruangan divisinya.
“Oh, Shani. Kebetulan sekali.” Pak Harris, manajer divisi itu menyapanya, saat mereka berpapasan di depan pintu masuk ruangan.
“Iya, Pak Harris. Ada apa?”
“Setelah menaruh tas, segera datang ke ruangan CEO, ya.” Ucap Pak Harris sebelum berlalu meninggalkan Shani.
Shani mengernyitkan alisnya sedikit, merasa bingung dengan perintah Pak Harris. Pasalnya, ia tak pernah diminta untuk menemui CEO. Tapi, ia hanya mengangguk pelan lalu buru-buru mendatangi mejanya untuk menaruh tas dan bergegas keluar ruangan untuk mendatangi ruangan CEO.
Ia berlari kecil di sepanjang lorong yang menghubungkan antar divisi. Melewati beberapa petugas kebersihan yang sedang membersihkan lantai kantor, dan ada pula yang sedang mengelap kaca, ia tak lupa menyapa dengan senyuman hangatnya.
Ditengah-tengah itu. Shani juga berpapasan dengan Lily. Ia menyapa Shani dengan wajah yang tampak khawatir. Lily juga menanyakan keadaan Shani, yang membuat Shani keheranan.
Apakah yang dia maksud adalah keadaanku setelah mengetahui hubungan mereka? Batin Shani. Teringat alasan dia ke bar semalam karena mengetahui Lily adalah pacar Daroll, orang yang sudah dia taksir sejak lama dan kini sedang melakukan perjalanan bisnis.
Tetapi Lily buru-buru pamit untuk pergi karena masih ada hal yang harus dilakukannya dan Shani pun juga harus melanjutkan langkahnya karena ia harus mendatangi ruangan CEO.
Setelah beberapa kali bertanya pada patugas kebersihan dan karyawan lain, akhirnya Shani tiba di ruangan CEO.
“Ini, kan?” Shani bergumam pelan. Dia melirik ke papan nama CEOnya yang terpampang di depan pintu. tertulis Gideon Bentley disana.
Shani melirik jam di tangan kirinya sekilas, sekarang masih pukul sembilan pagi tetapi seperti sudah waktunya istirahat makan siang saja. Bahkan, meja di depan ruangan yang Shani yakini adalah untuk sekretaris CEO juga kosong.
Shani menelan ludah sambil mengetuk pelan pintu yang terbuat dari kayu jati itu.
“Selamat pagi, Bapak. Saya Shani Catherine Irene dari divisi pemasaran. Saya izin masuk.” Shani berkata dengan penuh hati-hati.
“Ya.” Saut seseorang.
Shani pun menarik gagang pintu agar ia bisa memasuki ruangan itu, jantungnya berdegup cukup cepat. Entah mengapa rasanya saat ini Shani seperti sudah melakukan sesuatu yang buruk hingga ia dipanggil oleh CEOnya. Padahal kerjaannya selalu beres dengan baik selama ini.
Saat memasuki ruangan, semerbak wangi woody menyeruak, memberikan rasa kehangatan dan kenyamanan. Mata Shani pun langsung tertuju pada seorang lelaki yang tengah duduk sambil membaca sesuatu di layar ponselnya.
“Ada perlu apa ya, Pak?” Shani bertanya hati-hati.
“Kamu tidak mengenali saya?” Ucap lelaki itu dingin.
Hal itu membuat Shani keheranan. Ia melirik sekilas papan nama di meja di hadapannya untuk mengetahui siapa nama CEOnya itu. Karena, walaupun dia sudah bekerja lebih dari dua tahun lamanya, Shani belum pernah bertemu dengan CEO perusahaan tempat ia bekerja, bahkan Shani pun baru kali ini melihat wujud CEOnya itu.
“Bapak kan Gideon, CEO perusahaan ini.” Jawab Shani polos.
Raut wajah lelaki itu seketika berubah, ia menyeringai kesal.
“Saya orang yang kamu goda tadi malam di bar Pacific Place.” Ucapnya sambil melipat kedua tangannya dan menatap tajam Shani.
Shani seketika terbelalak dan langsung membekap mulutnya tak percaya. Tubuhnya menegang saat mengetahui bahwa CEOnya adalah orang yang ia goda saat di bar tadi malam.
Eh? Kalau begitu..
“Saya juga orang yang kamu tinggalkan di kamar tadi pagi.”
Mata Shani semakin melebar. Ia menatap lelaki di hadapannya dengan tatapan tidak percaya.Datang ke ruangan saya sekarang.Begitulah isi pesan yang dikirim oleh Gideon untuk Shani siang ini, si wanita yang mendapatkan pesan tersebut hanya dapat menghela napas kasar sambil mengutuki si pengirim pesan. “Padahal pekerjaanku banyak sekali hari ini, aku juga sampai mengabaikan makan siangku demi menyelesaikan pekerjaanku.” Keluh Shani di sela langkahnya menuju ruangan CEO. Tak lama, Shani tiba di depan pintu ruangan CEO. Wanita itu berhenti sejenak sambil dirinya menguatkan mental untuk mulai memasuki ruangan itu, setelahnya ia langsung mendorong pintu itu untuk ia masuki. Tetapi pemandangan yang tak mengenakkan menyambut Shani, wanita yang kemarin membuatnya jengkel juga ada di dalam ruangan itu. Gabriella menoleh sambil melayangkan senyum sinis, ia juga menyilangkan kakinya anggun. “Kenapa dia ada di sini?” Tanya Shani sambil menunjuk ke arah Gabriella yang sedang duduk manis di sofa.“Kenapa? Memangnya saya tidak boleh berada di sini?” Ucap Gabriella. “Ya tentu saja tid
“Jadi, mantan istrinya tunanganmu itu datang menemuimu, ya?” Aland bertanya tanpa menatap wajah Shani, lelaki itu sibuk menuangkan minuman ke gelas yang akan ia berikan pada Shani. “Ya, tapi dia seperti ingin bersaing denganku.” Jawab Shani, lalu mengendus pelan.Shani kembali mengingat kejadian pagi tadi saat dirinya didatangi oleh Gabriel, hal itu membuatnya menjadi kesal. Ia berulang kali memukul meja bar bahkan hampir memecahkan gelas.Tapi Aland tak terganggu, asal sahabatnya itu tak mengamuk dan menghancurkan seisi bar. Lelaki itu kemudian bergerak mengoper gelas yang sudah terisi dengan minuman kesukaan Shani. “Tapi si Gideon itu pasti akan memilihmu jika kalian bersaing.” Ucap Aland mencoba menenangkan Shani. Shani hanya terdiam, tangannya bergerak meraih gelas minuman itu dari Aland. Wanita itu kemudian mengangkat bahu. “Entahlah, bisa jadi…” Shani menggantung perkataannya, ia termenung sejenak. “Bisa jadi Gideon masih memiliki rasa pada mantan istrinya?” Aland menambah,
Penolakan halus Gideon saat di rumah sakit sudah cukup menyadarkan Shani tentang posisi dirinya saat ini. Wanita itu butuh waktu seminggu untuk mengobati hatinya yang jadi terluka karenanya. Tapi kini wanita itu tampak sudah biasa saja. Ia kembali menjalani pekerjaannya seperti awal dirinya saat belum mengenal Gideon. “Shani!” Shani menoleh sambil tersenyum simpul. Ia yang baru saja melangkah memasuki gedung kantornya itu seketika terhenti saat seseorang memanggil namanya.“Kamu tidak melihat obrolan group divisi?” Tanya salah seorang rekan kerjanya, wajahnya tampak prihatin.Shani terdiam sejenak, kepalanya bergerak menggeleng pelan seraya tangannya merogoh saku blazernya. Shani langsung mengeluarkan ponsel miliknya, hendak melihat apa yang baru saja dibicarakan oleh rekan kerjanya itu. Matanya terbelalak saat membaca obrolan group divisinya, kemudian alisnya mengkerut dalam. Seorang wanita mencari Shani.Siapa dia?Dia mantan istri CEO.Wah!Mantan… Istri? Batin Shani, ia mene
Shani menyusuri jalanan menuju halte bus paling dekat dari gedung kantornya, wanita itu sedikit menunduk sambil memandangi kaki-kakinya yang sedang melangkah.Pikirannya kosong, sekosong hatinya. Ada rasa hampa yang sulit untuk dijelaskan, ia seperti kehilangan arah dan tujuan. “Padahal, saat mengetahui Daroll sudah memiliki kekasih, aku tak sebegitu sedihnya. Kenapa sekarang malah rasanya sangat sedih, ya?” Shani bergumam pelan di sela langkahnya.Setelahnya, Shani jadi terperanjat saat sebuah mobil menepi di sampingnya. Sebelah tangan wanita itu terangkat untuk mengelus dadanya yang jadi berdegup lebih cepat, ia refleks menoleh saat kaca mobilnya menurun dan menampakkan wajah Daroll.“Kamu mau ke rumah sakit, kan? Mau pergi bersama?” Tanya Daroll.Shani terdiam sejenak sebelum mulai menjawab. “Rumah sakit?” Shani bertanya balik, alisnya terangkat sebelah karena belum mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh Daroll barusan.“Lho, kamu tak diberi tahu kalau ayahku masuk rumah sakit
Shani hampir terlambat untuk pergi bekerja hari ini, wanita dua puluh lima tahun itu tak bisa tidur semalaman.Alasannya sudah jelas karena si lelaki yang beberapa waktu lalu masih bersamanya, lelaki yang rela membantu masalah hidupnya dan mengantarnya ke kampung walaupun tensi darahnya rendah. Ia mengutuk Gideon sambil memakan es krim coklat dan ditemani film lawas kesukaannya, film ini juga yang ia tonton beberapa hari setelah patah hati karena Daroll. “Hampir saja terlambat.” Shani bergumam pelan setibanya ia di depan pintu ruangan divisinya, ia kemudian mendorong pintu ruangan itu untuk memasukinya.Syukurlah orang-orang di dalamnya pun masih sibuk bersiap-siap untuk memulai pekerjaan masing-masing, bahkan ada yang masih mengunyah sarapannya.Shani pun langsung menuju meja kerjanya, menaruh tas untuk bersiap memulai pekerjaan pertamanya pagi ini. Tetapi saat baru mendudukkan tubuhnya, suara Pak Harris—manajer divisinya itu memanggilnya dari kejauhan. “Shani, kesini sebentar,
“Kenapa jadi membahas hal itu?” Shani menatap Gideon dengan tatapan terheran, tetapi lelaki itu hanya menatap datar Shani sejenak lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.Sesaat kemudian Shani kembali teringat dengan wajah masam Gideon saat melihat interaksinya bersama Darian. Apa karena yang tadi, ya? Tanya Shani dalam hati, matanya menyelidiki. “Kenapa? Memangnya tak boleh saya membicarakan mantanmu?” Jawab Gideon ketus, wajahnya memerah menahan emosi. “Sebegitu pentingnya, ya?” Shani menyeringai kesal, walau ia tahu sikap Gideon saat ini bisa jadi karena rasa cemburu lelaki itu setelah melihat interaksinya bersama dengan Darian tetapi nada lelaki itu sedikit mengganggunya. Padahal sebelumnya dia bilang tak cemburu karena hubungan ini hanya sebatas kontrak tapi sekarang malah seperti ini. Keluh Shani dalam hatinya. Ia kembali menghela napasnya pelan, berusaha mengontrol emosinya agar tak meluap. Shani kembali menatap wajah Gideon sambil berusaha untuk menyusun kata-kata yan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments