Home / Romansa / Menikahi Ayah Gebetanku / BAB 5: Pertengkaran lagi

Share

BAB 5: Pertengkaran lagi

last update Last Updated: 2025-06-04 16:19:04

“Kamu pasti belum pernah makan ini. Karena wanita kampung seperti kamu mana mungkin pernah makan makanan mahal seperti itu.” Ucapnya dengan nada remeh, kali ini juga dengan volume suara yang ia besarkan hingga membuat semua orang yang berada di sekitar ikut melihat ke arah mereka.

Shani hanya terdiam, enggan untuk membalas perkataan wanita itu. Meski begitu, ia tetap memaksa seulas senyum canggung di wajahnya.

Semenyebalkan apa pun wanita ini, ia harus tetap bersikap sopan. Mau bagaimana pun, dia tetap kerabat Gideon!

“Oh iya, kamu menjalin hubungan dengan Gideon untuk hartanya saja, kan? Yah, wajar. Pasti wanita sepertimu hanya mementingkan soal uang.” Ucapnya lagi sambil terkekeh, ia juga memandangi Shani dari atas hingga bawah beberapa kali.

Shani pun mulai terprovokasi dengan perkataan wanita itu hingga membuatnya mengepal kuat tangannya untuk menahan emosi. Ia hendak menjawab ucapan wanita itu sebelum sebuah suara menginterupsi

“Lho, Tante Emilia. Bukannya suami Tante sedang menggugat cerai, ya?”

Dari arah lain, Daroll tiba-tiba saja datang dan langsung berdiri di depan Shani. Lelaki itu menghadap wanita yang memprovokasi Shani.

Shani mengerjapkan mata, merasa bingung melihat kedatangan Daroll. Tapi ia kemudian tersentak kaget karena menyadari suatu hal.

Ini adalah pesta pernikahan kerabat Gideon! Jadi, sudah pasti ada Daroll!

Shani rasanya ingin menepuk dahinya sendiri karena baru menyadari hal tersebut.

“Tapi sepertinya tante punya banyak waktu sampai mengurusi urusan orang lain.” Lanjut Daroll sinis, menarik Shani kembali dari pikirannya sendiri. Ia menyeringai lebar.

Wanita yang dipanggil Emilia itu pun terperanjat, wajahnya seketika berubah merah padam, bahunya ikut naik-turun. Ia berdecak kesal sebelum akhirnya berlalu begitu saja karena malu ditatap oleh banyak orang.

“Ada apa ini?” Ucap Gideon saat baru saja menghampiri Shani dan Daroll.

Daroll langsung memberikan tatapan tajam ke arah Gideon. “Ayah benar-benar mencintai Shani?”

Gideon terdiam, sedikit kaget dengan todongan Daroll yang tiba-tiba. Ia menatap sekitar lalu tersenyum ke Daroll. “Tentu saja, ayah mencintainya.”

“Lalu kenapa ayah meninggalkannya begitu saja tadi? Bahkan ayah tak membelanya saat ada yang berkata tak enak tentang Shani!”

“Daroll, kita bicarakan ini di rumah, ya?”

“Sebenarnya, ayah tidak mencintainya, kan!?” Tatapan mata Daroll tajam menusuk seperti menantang Gideon di hadapannya. Tidak memedulikan raut kaget yang terlihat di wajah Gideon dan Shani.

“Ada ribut-ribut apa ini?”

Semua orang seketika menoleh ke sumber suara. Beberapa tamu mulai berbisik-bisik ketika lelaki yang terlihat sangat sepuh hingga harus dibantu tongkat itu berjalan mendekat ke arah Gideon dan Daroll.

“Tidak ada apa-apa, Ayah. Aku dan Daroll hanya berdebat kecil.” Gideon segera menjawab, sambil melirik Daroll sekilas.

Sementara itu, Shani tercengang. Ayah Gideon! Tubuhnya seketika menegang.

Ia buru-buru berjalan ke samping Gideon dan berdiri tegak di samping lelaki itu. Melihat kehadiran Shani, ayah Gideon menaikkan satu alisnya dan memasang wajah dingin.

“Lalu, mengapa wanita ini tidak segera dikenalkan kepadaku?” Tanyanya lagi dengan nada yang ketus sambil melirik Shani tak minat.

Shani gelagapan dan buru-buru bersuara. “Perkenalkan, saya Shani Catherine Irene. Senang bertemu dengan om.”

Ayah Gideon memperhatikan Shani dari ujung rambut hingga ujung kaki, membuat Shani merasa tak nyaman. Tapi, ia mempertahankan senyum canggungnya sebisa mungkin.

“Dia tidak lebih cantik daripada mantan istrimu.” Ucap ayah Gideon menohok. Suara berbisik-bisik semakin ramai di belakang mereka.

Shani tertunduk, rasanya sakit sekali mendengar ucapan itu. Ia tahu kalau kecantikannya standar tapi tidak harus disuarakan keras-keras begitu kan?

Pikiran Shani tiba-tiba teralihkan ketika Gideon meraih tangan Shani untuk ia genggam. Ia mengerjapkan mata kaget.

“Ya, tetapi aku mencintainya. Yah.” Gideon berucap sambil menoleh ke arah Shani dan menyunggingkan senyum palsunya.

Shani buru-buru ikut memasang senyum palsunya. “Ya, aku mencintaimu juga.” Balas Shani terkekeh canggung.

Daroll tampak tak suka melihat pemandangan kemesraan yang dibuat oleh ayahnya dan Shani.

Ia berlalu begitu saja meninggalkan ruangan pesta. Shani yang menyadari hal ini pun langsung melirik ke arah Gideon, meminta tangannya dilepas agar ia bisa mengejar Daroll. Namun, Gideon tak mengubrisnya, bahkan semakin mengeratkan genggaman tangannya.

Gideon menatapnya tajam, seolah memberikan kode agar Shani tak beranjak sedikit pun. Shani pun menelan ludah, melirik kembali sosok Daroll yang mulai hilang di balik pintu.

Padahal ia sangat ingin mengejar Daroll untuk menenangkannya, ia jadi harus mengunurkan niatnya. Terlebih, masih ada ayah Gideon yang tak henti-hentinya menatap Shani dengan tatapan tajam.

Ayah, anak dan cucu sama-sama suka menatap tajam. Batin Shani. Ia menghela napas.

“Mantan istri Gideon juga tak baik, dia berselingkuh dan meninggalkan Gideon.” Ujap lelaki sepuh itu tiba-tiba yang membuat Shani langsung menoleh ke arahnya.

“Kamu sebaikanya tak melakukan hal aneh, karena semua tingkahmu akan berdampak pada keluarga saya. Kamu harus menjaga reputasi keluarga.” Lanjutnya kemudian meninggalkan Shani dan Gideon.

Dua jam kemudian, tamu-tamu mulai berkurang di pesta. Shani sudah kelelahan karena harus terus akting di depan keluarga Gideon. Apalagi, tumitnya sedikit sakit karena daritadi terus berkeliling untuk menemui keluarga Gideon.

“Saya antar ayah ke mobil dulu lalu kita pulang,” ucap Gideon tiba-tiba. Shani menganggukkan kepala, meski dalam hati bersorak riang.

Mereka segera mengantarkan lelaki sepuh itu ke mobilnya. Sepanjang perjalan menuju mobil, ayah Gideo terus meliriknya dengan tajam membuat perasaan Shani tak enak. Mereka kemudian berhenti di depan mobil mewah berwarna hitam.

“Jaga tunanganmu agar tidak macam-macam,” desis ayah Gideon dan kembali menatap tajam Shani. Gideon mengangguk. Ia menatap mobil ayahnya yang melaju meninggalkan hotel. Lelaki itu kemudian menatap Shani di sampingnya.

“Saya antar.” Ucap Gideon.

Shani menoleh lalu menggeleng, “Tidak usah, saya pakai taksi saja.” Balas Shani sambil menunjuk taksi yang sebelumnya sudah ia pesan.

“Saya pesan tadi selama perjalanan mengantarkan ayahnya bapak.” Jelas Shani melihat kebingungan Gideon. Ia kemudian meninggalkan Gideon yang hanya terdiam..

Wanita itu ingin ke bar tempat Aland bekerja, sebelumnya lelaki itu memberitahu Shani bahwa Daroll ada disana dengan kondisi yang cukup kacau, sepertinya Aland juga sedikit khawatir melihat kondisi Daroll saat ini.

Shani pun segera menaiki taksi, menyebut lokasi tujuannya dan mobil pun mulai melaju. Setelah menempuh tiga puluh menit perjalanan, Shani pun tiba di lokasi tujuannya yaitu bar Pacific Place.

Saat baru beberapa langkah memasuki bar, matanya langsung terfokus pada Daroll yang sedang duduk sambil tertunduk lesu dengan minuman di hadapannya.

Aland juga disana, ia memberikan kode pada Shani dengan tangannya untuk segera menghampirinya mereka. Shani segera berjalan cepat menghampiri Daroll.

“Daroll.” Sapa Shani sambil menepuk pundaknya pelan.

Daroll mendongak dan tersentak saat melihat Shani, ia seketika melirik tajam Aland. “Kamu tidak bisa menjaga rahasia.” Ucapnya datar.

“Yah, Shani kan teman semasa kecilku sedangkan kamu teman SMA-ku, tentu saja aku lebih memilih membantu Shani.” Balas Aland dengan wajah jahilnya yang dibalas dengan delikan Daroll. Ia lalu berlalu meninggalkan mereka berdua.

“Bagaimana rasanya sudah diperkenalkan kepada kakek pemarah itu?” Tanya Daroll dengan nada mengejek ketika Shani duduk di sebelahnya.

Shani menghela napas berat.

“Maaf ya, Daroll.” Shani berucap hati-hati, takut menyinggung perasaannya. Tetapi Daroll hanya diam. Lelaki itu justru meneguk minumannya, mengabaikan perkataan Shani.

Shani pun tertunduk sejenak, wajahnya memelas memandangi Daroll di sampingnya. “Kita masih bisa seperti dulu, kan?”

Daroll terdiam lagi, kemudian mengangkat bahu.

“Entahlah.” Ucapnya singkat.

Shani menghela napas, setidaknya tak ada tatapan tajam menintimidasi yang ia dapat dari Daroll. Untuk saat ini, itu saja sudah cukup.

“Aku jadi teringat, kita pertama kali bertemu juga di bar ini, kan?” Ucap Shani berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Aku ingat waktu itu kamu masih semester satu, waktu itu aku juga kaget karena kamu bisa kenal sama Aland. Kamu tahu kan dia itu orang seperti apa, kupikir hanya aku yang betah menjadi sahabatnya.” Lanjut Shani sambil tertawa pelan.  

Daroll menoleh, menatap lamat-lamat wanita di sampingnya yang sedang tertawa menampakkan deretan giginya yang rapi.

Namun, entah mengapa melihat Shani seperti ini membuat tubuhnya seperti tertarik. Seperti ada magnet yang tertanam pada wanita itu.

“Daroll?”

Daroll tanpa sadar jadi mendekatkan wajahnya ke wajah Shani perlahan. Shani tercekat, ia buru-buru menjauh. Namun, Daroll segera menahan kedua bahunya agar Shani tidak mundur ke belakang.

“Daroll, sadarlah! Kamu mabuk!” Seru Shani panik, berusaha berontak.

Jantungnya semakin berdegup khawatir ketika Daroll semakin mendekat sebelum sebuah tangan menekan bahunya ke belakang dan menahan Daroll untuk mendekat.

Shani segera menoleh. Ia terkejut ketika mendapati bahwa Gideonlah yang menarik tubuhnya agar menjauh dari Daroll. Tatapan matanya tajam menatap Shani dan Daroll bergantian.

“Ayo pulang.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Ayah Gebetanku   BAB 45: Kembalinya sang mantan istri

    Penolakan halus Gideon saat di rumah sakit sudah cukup menyadarkan Shani tentang posisi dirinya saat ini. Wanita itu butuh waktu seminggu untuk mengobati hatinya yang jadi terluka karenanya. Tapi kini wanita itu tampak sudah biasa saja. Ia kembali menjalani pekerjaannya seperti awal dirinya saat belum mengenal Gideon. “Shani!” Shani menoleh sambil tersenyum simpul. Ia yang baru saja melangkah memasuki gedung kantornya itu seketika terhenti saat seseorang memanggil namanya.“Kamu tidak melihat obrolan group divisi?” Tanya salah seorang rekan kerjanya, wajahnya tampak prihatin.Shani terdiam sejenak, kepalanya bergerak menggeleng pelan seraya tangannya merogoh saku blazernya. Shani langsung mengeluarkan ponsel miliknya, hendak melihat apa yang baru saja dibicarakan oleh rekan kerjanya itu. Matanya terbelalak saat membaca obrolan group divisinya, kemudian alisnya mengkerut dalam. Seorang wanita mencari Shani.Siapa dia?Dia mantan istri CEO.Wah!Mantan… Istri? Batin Shani, ia mene

  • Menikahi Ayah Gebetanku   BAB 44: Sakit

    Shani menyusuri jalanan menuju halte bus paling dekat dari gedung kantornya, wanita itu sedikit menunduk sambil memandangi kaki-kakinya yang sedang melangkah.Pikirannya kosong, sekosong hatinya. Ada rasa hampa yang sulit untuk dijelaskan, ia seperti kehilangan arah dan tujuan. “Padahal, saat mengetahui Daroll sudah memiliki kekasih, aku tak sebegitu sedihnya. Kenapa sekarang malah rasanya sangat sedih, ya?” Shani bergumam pelan di sela langkahnya.Setelahnya, Shani jadi terperanjat saat sebuah mobil menepi di sampingnya. Sebelah tangan wanita itu terangkat untuk mengelus dadanya yang jadi berdegup lebih cepat, ia refleks menoleh saat kaca mobilnya menurun dan menampakkan wajah Daroll.“Kamu mau ke rumah sakit, kan? Mau pergi bersama?” Tanya Daroll.Shani terdiam sejenak sebelum mulai menjawab. “Rumah sakit?” Shani bertanya balik, alisnya terangkat sebelah karena belum mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh Daroll barusan.“Lho, kamu tak diberi tahu kalau ayahku masuk rumah sakit

  • Menikahi Ayah Gebetanku   BAB 43: Rapat bersama 

    Shani hampir terlambat untuk pergi bekerja hari ini, wanita dua puluh lima tahun itu tak bisa tidur semalaman.Alasannya sudah jelas karena si lelaki yang beberapa waktu lalu masih bersamanya, lelaki yang rela membantu masalah hidupnya dan mengantarnya ke kampung walaupun tensi darahnya rendah. Ia mengutuk Gideon sambil memakan es krim coklat dan ditemani film lawas kesukaannya, film ini juga yang ia tonton beberapa hari setelah patah hati karena Daroll. “Hampir saja terlambat.” Shani bergumam pelan setibanya ia di depan pintu ruangan divisinya, ia kemudian mendorong pintu ruangan itu untuk memasukinya.Syukurlah orang-orang di dalamnya pun masih sibuk bersiap-siap untuk memulai pekerjaan masing-masing, bahkan ada yang masih mengunyah sarapannya.Shani pun langsung menuju meja kerjanya, menaruh tas untuk bersiap memulai pekerjaan pertamanya pagi ini. Tetapi saat baru mendudukkan tubuhnya, suara Pak Harris—manajer divisinya itu memanggilnya dari kejauhan. “Shani, kesini sebentar,

  • Menikahi Ayah Gebetanku   BAB 42: Bagaimana jika kita lebih dari itu?

    “Kenapa jadi membahas hal itu?” Shani menatap Gideon dengan tatapan terheran, tetapi lelaki itu hanya menatap datar Shani sejenak lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.Sesaat kemudian Shani kembali teringat dengan wajah masam Gideon saat melihat interaksinya bersama Darian. Apa karena yang tadi, ya? Tanya Shani dalam hati, matanya menyelidiki. “Kenapa? Memangnya tak boleh saya membicarakan mantanmu?” Jawab Gideon ketus, wajahnya memerah menahan emosi. “Sebegitu pentingnya, ya?” Shani menyeringai kesal, walau ia tahu sikap Gideon saat ini bisa jadi karena rasa cemburu lelaki itu setelah melihat interaksinya bersama dengan Darian tetapi nada lelaki itu sedikit mengganggunya. Padahal sebelumnya dia bilang tak cemburu karena hubungan ini hanya sebatas kontrak tapi sekarang malah seperti ini. Keluh Shani dalam hatinya. Ia kembali menghela napasnya pelan, berusaha mengontrol emosinya agar tak meluap. Shani kembali menatap wajah Gideon sambil berusaha untuk menyusun kata-kata yan

  • Menikahi Ayah Gebetanku   BAB 41: Mantan kekasih 

    Matahari saat ini berada pada posisi yang cukup tinggi di langit, sinarnya yang sudah terasa cukup kuat itu memberikan kesan menenangkan. Shani menghirup dalam-dalam udara kampung halamannya untuk yang terakhir kali sebelum meninggalkan tempat ini, karena dirinya dan Gideon harus kembali ke kota. Mungkin ini kali terakhir mereka menginjakkan kaki di tempat ini, setidaknya sampai awal tahun depan Shani tak bisa sembarangan pulang ke kampungnya—mengingat wanita itu telah menggunakan semua jatah cutinya untuk tahun ini. “Aku pergi ya, Bu.” Shani berucap pelan sambil merentangkan tangan untuk memeluk ibunya, bibirnya mengerucut karena belum rela untuk kembali menjalani kehidupan monotonnya di kota.Sejujurnya ia masih ingin tinggal lebih lama agar dapat bercengkrama dengan ibu dan Sean, tetapi apalah daya dirinya yang hanya seorang pekerja biasa itu. “Mau lebih lama bersama ibu dan Sean, tapi besok harus bekerja.” Tambahnya, mengoceh pelan.Ibu terkekeh sejenak seraya tersenyum hangat

  • Menikahi Ayah Gebetanku   BAB 40: Baikkan

    Shani dan Gideon memasuki kamar beriringan, sang wanita langsung berbelok ke arah lemari untuk mengambil selimut tambahan, sedangkan sang lelaki langsung mendudukan tubuhnya di kasur. Sebelumnya, Gideon sudah pernah tidur di kamar Shani, hal itu membuatnya menjadi tak canggung lagi untuk berduaan saja dengan wanita itu di ruang privat seperti saat ini. Gideon memandang lekat-lekat Shani yang membelakanginya, ia tak mengalihkan pandangannya sejak wanita itu mulai sibuk mencari selimut tambahan untuknya dengan sedikit mengomel. “Ini.” Shani memberikan selimut itu pada Gideon. Gideon meraihnya, kembali menatap Shani tanpa berkata sepatah katapun.“Kenapa?” Tanya Shani keheranan, alisnya ikut terangkat.Mereka bersitatap sejenak sebelum akhirnya Gideon menjawab pertanyaan Shani.“Saya juga mau tidur di atas kasur.” Ucap Gideon datar.Shani menghela nafas, ia menggeleng pelan setelahnya. “Kita sudah sama-sama dewasa dan mungkin saja…” Ucapan Shani menggantung, ia kembali menghela napa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status