Wanita itu langsung menemui Direktur Winny dan mengabaikan Kaira. Kaira juga wanita yang cuek, simple dan tidak suka dengan sesuatu yang berbelit.
"Aku sudah minta maaf, jadi semua sudah beres," batin Kaira sembari masuk ke dalam ruangannya.
Lily memberika setumpuk kertas untuk Kaira periksa, bahkan sebelum duduk dengan benar. Kaira menghela nafas melihat setumpuk kertas yang membuat kepalanya langsung berdenyut.
"Aduhhh... Pinggangku sakit tapi aku harus duduk lama di kursi ini dan bersenandung dengan kertas-kertas ini," gumam Kaira.
"Hei, Kai!" bisik Lily.
"Lily, jangan bisik-bisik!" ucap Kaira sembari menyibakkan rambutnya.
Lily menatap Kaira dengan pandangan curiga setelah melihat beberapa tanda merah di leher dan bawah telinga Kaira.
"Kai..."
"Apa?" Kaira belum menyadari dengan apa yang sudah Lily lihat.
"Kai, kau benar-benar menjadi selingkuhan Presdir?" tanya Lily tidak percaya.
"Kau ini bicara apa?"
"Tanda merah!" Lily menunjuk pada leher Kaira.
Sontak saja, Kaira langsung menutup lehernya dengan telapak tangan.
"Apa dia meninggalkan bekas? Bukankah semalam aku sudah bilang jangan meninggalakn jejak? Bukankah dia sudah setuju?" batin Kaira.
"Kai!" seru Lily.
"Hah? Apa? Kau bicara apa?" tanya Kaira dengan terkejut.
"Kau melamun?"
"Sedikit memikirkan sesuatu."
"Kai, kau bukan wanita seperti yang aku pikirkan, bukan?"
"Lily, kau ini bicara apa? Sebenarnya..."
"Sebenarnya apa?" tanya Lily semakin penasaran.
"Sebenarnya aku sudah menikah," bisik Kaira dengan lirih.
"HAAAAA?"
***
"Apa badan Anda tidak remuk? Anda baru saja sampai tapi kita harus ke Jepang," ucap Rasya.
"Tidak. Aku sudah dapat stamina dari Istriku!"
"Pamer!" gumam Rasya.
"Raysa, apa kau sudah dapat sekretaris baru untukku?" tanya Jay.
"Sudah. Tapi tidak ada laki-laki yang daftar."
"Jadi?"
"Ya terpaksa wanita."
"Kenapa tidak konfirmasi padaku?"
"Sudah terlanjur! Lagi pula, bukankah yang terpenting adalah kinerjanya? Bukan gendernya, Tuan?" ledek Rasya.
"Tapi, Istriku..."
"Harus profesional, Tuan!"
Jay mengetuk-ngetuk pulpen yang di pegangnya di atas meja sehingga membuat irama tanpa sebuah melody.
"Bisakah dia menyusul kita ke Jepang?" tanya Jay.
"Tentu saja, Tuan! Setelah menandatangani kontrak, dia akan menyusul kita," jawab Rasya.
Rasya berkemas, begitupun Jay. Hati Jay seperti tidak tenang setelah menerima sektretari baru, seorang wanita.
"Apa aku hubungi dulu Istriku, ya?" batin Jay.
***
"Selamat datang!" sapa wanita cantik yang baru saja di tabrak oleh Kaira pada Nyonya Luna.
"Iya!" jawab Nyonya Luna dingin.
Nyonya Luna mendatangi Kaira ke ruangannya karena Kaira nomor tidak dapat di hubungi. Semua mata terkejut dan hanya Kaira yang santai ketika Nyonya besar masuk ke dalam ruangan karyawan kecil seperti mereka.
"SELAMAT DATANG, NYONYA BESAR!" seru mereka bersamaan sembari berdiri memberikan salam.
"Nyonya besar?" batin Kaira.
Kaira menoleh dan langsung tersenyum dan mencium punggung tangan Nyonya Luna. Lambat laun, orang-orang akan tahu kalau Kaira adalah menantu dari pemilik grup Boya.
"Ma, ada apa?" bisik Kaira.
"Jay sakit! Kamu harus menyusulnya ke Jepang. Mama sudah pesankan tiket dan sudah menyiapkan barangmu di mobil," bisik Nyonya Luna.
"Hah? Bukankah waktu berangkat baik-baik saja?"
"Jay itu kalau sakit begitu. Suka tiba-tiba," ucap Nyonya Luna dengan suara lirih dan ekspresi wajah sedih.
"Ya sudah, ayo Ma!"
"Kamu duluan saja di mobil ya! Mama sudah kasih tahu Rasya supaya menjemputmu di Bandara."
"Iya, Ma!"
Kaira membereskan barang-barangnya dan keluar terlebih dahulu. Nyonya Luna sengaja mendekat ke arah wanita yang menyapanya.
"Jangan terlalu meninggikan kecantikanmu! Kau tidak akan bisa mengalahkan pesona menantuku!" bisik Nyonya Luna pada wanita itu.
Wanita cantik dan muda itu mengepalkan tangannya namun bibirnya tersenyum menanggapi ucapan Nyonya Luna.
"Tunggu sampai aku bisa naik posisi menjadi kekasih gelap, Putramu!" batinnya.
***
"Aku tidak bisa berbahasa Jepang. Bagaimana kalau ada yang mengajakku bicara dengan bahasa jepang?" batin Kaira ketika sudah sampai di Tokyo.
"ミス、どうすればあなたを助けることができますか?"
"Aduhhh... Dia bicara apa?" batin Kaira.
"Maaf, Anda bicara apa ya?" wanita yang mengajak Kaira bicara menggaruk-garuk kepalanya dan terlihat bingung ketika bahasa Jepang, di balas bahasa indonesia.
"Eh, dia pergi?" batin Kaira.
"Nyonya Muda!" panggil Rasya tiba-tiba.
"KYAAAAAAA... Pak Rasya!" teriak Kaira terkejut.
Rasya membawa koper milik Kaira tapi tidak langsung berjalan ke arah mobil dan seperti tengah menunggu seseorang.
"Pak Rasya, nunggu siapa? Saya datang sendiri," ucap Kaira.
"Sekretaris baru Presdir."
"Oh!"
"Hmmm... Apa wanita? Apa masih muda? Apa cantik?" batin Kaira.
"Pak, apa masih lama? Saya harus merawat Presdir karena sedang sakit."
"Sakit?" tanya Rasya heran.
"Iya!"
"Itu dia orangnya," Rasya menunjuk pada seorang wanita cantik dan masih muda.
Wanita itu berjalan lenggak lenggok dengan wajah yang bermake up tebal. Rambutnya panjang sepundak, berwarna coklat. Tubuhnya sangat padat berisi, dan sangat sexy seperti gitar Spanyol.
"Hallo, Nona Vanka!" sapa Rasya.
"Oh, namanya Vanka," batin Kaira.
Vanka tidak menyapa Kaira dan hanya asyik mengobrol dengan Rasya. Kaira berjalan lambat di belakang mereka karena tidak ingin mendengar percakapan yang tidak penting baginya.
"Eh, kamu sini!" dengan nada bicara yang tidak sopan, Vanka melambaikan tangannya ke arah Kaira.
Kaira mengabaikannya karena baginya, orang yang tidak memiliki sopan santun sangatlah tidak penting .
"Bawa ini! Tanganku sangat pegal!" Vanka melemparkan tas itu pada Kaira.
BRUKKKK...
"Kamu!" teriak Vanka saat Kaira menghindar dan tidak menangkap tas yang dilemparnya.
"Nona Vanka, mohon untuk menjaga sikap," pinta Rasya.
Kaira cuek saja dan tidak meladeni wanita yang bertingkah hanya demi mendapatkan perhatian lawan jenis.
Setelah menempuh waktu lama, dan juga melewati beberapa jalanan yang membosankan, akhirnya mereka sampai di sebuah Villa.
"Akhirnya sampai," batin Kaira.
"Kamar saya ada di sebelah mana ya?" tanya Vanka pada Rasya.
"Kamar Nona ada di sebelah kamar saya di lantai 2."
"Kalau kamar Presdir?"
"Beliau ada di kamar utama di lantai 1."
"Baiklah!"
Vanka buru-buru masuk ke dalam Villa dan di susul oleh Kaira. Vanka bukannya masuk ke dalam kamarnya tapi masuk ke dalam kamar utama.
"Apa yang wanita itu lakukan?" batin Kaira yang tidak berhenti memantau.
Jay tidak ada di dalam kamar, sehingga Vanka keluar dengan hasil kosong. Kaira menatapnya dengan tatapan mata jijik.
"Kenapa kay menatapku?"
"Karena aku punya mata!" jawab Kaira.
"Pembantu sepertimu, tidak pantas untuk berada di sini!" ucap Vanka.
"Pembantu juga manusia. Miskin atau kaya, tetap memakan makanan yang sama!"
"Beda kualitas!" balas Vanka.
"Kualitas apapun, tetap saja di makan."
Vanka semakin kesal karena Kaira sama sekali tidak bisa di provokasi hanya dengan sebuah kalimat.
"Anda mengatakan tentang kualitas, bukan? Apa Nona yang berpendidikan seperti Anda, bisa di katakan berkualitas?"
"Tentu saja!"
"TAPI DIMATAKU, KAU SAMA SEKALI TIDAK MEMILIKI SEBUAH HARGA!"
"...."
"..."
"TAPI DIMATAKU, KAU SAMA SEKALI TIDAK MEMILIKI SEBUAH HARGA!""...""..." Kaira maupun Vanka menoleh ke arah sumber suara yang tegas dan juga terdengar begitu gagah."Sayang!" Jay menyambut Kaira dengan merentangkan tangan lalu memeluknya dengan hangat."Apa dia sedang membelaku?" batin Kaira sembari membalas pelukan Jay."Apa yang di katakan Grace benar, kalau pria ini sudah menikah?" batin Vanka. Kaira meletakkan telapak tangannya di kening Jay untuk memastikan suhu tubuhnya."Menunduk!" pinta Kaira. Jay menunduk sesuai arah, lalu Kaira menempelkan keningnya di kening Jay karena setelah memeriksa dengan telapak tangan, suhu tubuh Jay normal."Aneh... Kata Mama sakit, tapi kenapa dia ter
"Haahahahaha...""Berhenti menertawakanku!" sungut Kaira."Istriku begitu lucu. Aku sampai tidak bisa berhenti tertawa," jawab Jay.BUKKKKK... Kaira melemparkan bantal pada wajah Jay. Sejak keluar dari ruang meeting, Jay tidak berhenti tertawa karena teringat ekspresi wajah Kaira yang seperti wanita bodoh. Kaira yang tidak panda berbahasa asing, hanya duduk diam dengan ekspresi wajah yang di buat setenang mungkin."Ap kau menganggapku bodoh?" Kiara mengeluarkan senjata yang paling ampuh, yaitu airmata."Aku bilang kalau Istriku lucu, bukan bodoh!""HUAAAAAAAA... Kau menindasku!""Sayang, jangan menangis! Aku minta, oke. Aku yang bodoh! Aku, bukan Istriku!" Jay kelabakan karena Kaira menangis di depan matanya."Coba mengaku sekali lagi, kalau kau bodoh da
Suasana semakin menegangkan setelah Kaira mendapatkan satu tamparan keras pada pipi kanannya. Kancing bajunya juga sudah berserakan di atas lantai. Kaira menutup dadanya menggunakan kedua tangannya karena Kaira sudah tidak menggunakan bra di saat malam hari tiba. Tenaga pria itu jauh lebih kuat dari bayangan Kaira. Kaira berusaha sebisa mungkin melepaskan diri supaya bisa lari. Lari sejauh yang dia bisa. Berulang kali pria itu menampar Kaira hingga wajahnya penuh dengan lebam. Naura membalasnya dengan mencakar wajah pria itu dengan kukunya."Wanita sialan!" bentaknya. Pria itu menancapkan pisau kecil di leher Kaira, supaya membuat Kaira tidak melawannya. Namun, Kaira memilih mati dengan cara tidak hormat, dibandingkan dengan menyerahkan segala kehormatannya."Kau benar-benar ingin mati ru
PLAKKK! Jay menyentuh pipinya yang terkena tamparan begitu keras oleh tangan lembut Nyonya Luna. Sorot mata kemarahan dan kecewa tak bisa lagi Jay hindari."Ma...""Mama mendatangkan Istrimu untuk menjagamu dari godaan, tapi kau menjaga Istrimu saja tidak becus. Jay, kau sama sekali tidak berguna menjadi seorang suami!" teriak Nyonya Luna. Jay terdiam. Jay tidak bisa membantah karena apa yang di katakan oleh Nyonya Luna adalah sebuah kenyataan."Mama benar. Aku seorang Suami yang tidak berguna," jawab Jay sembari menundukkan kepalanya."Sebelum Kaira bangun, Mama ingin kau sudah menemukan siapa orang yang ingin melukai Menantu Mama!""Jay tititp Kaira," ucap Jay. Jay meninggalkan Rumah Sakit dan langsung menuju villa, tempat dimana Kaira mendapatkan perlakuan yang sangat tidak
"Ma, Kaira istriku, tentu saja aku mencintainya!" jawab Jay."Menggunakan hatimu yang telah lama kosong?" Nyonya Luna terus mendesak Jay."Ma...""Jawab Jay!" ucap Nyonya Luna dengan nada yang cukup keras."Aku tidak tahu. Aku hanya tahu kalau aku mencintainya karena Kaira adalah istriku!""Lebih baik kau jangan menemui Kaira. Kaira biar Mama yang jaga. Aku sangat tidak rela, Kaira tersentuh oleh tangan tanpa cinta!" ucap Nyonya Luna dengan amarah yang di tahannya."Ma, Kaira istriku! Bagaimana bisa Mama menjauhkannya dariku?" tolak Jay."Jay, menjadi istri tanpa cinta, akan sulit. Kau hanya mencintainya karena statusmu suaminya, bukan?""Apa aku salah?""Jay, kalau kau mencintai Kaira dengan status, bagaimana jadinya kalau ada orang ketiga masuk yang akan membuatmu jatuh cinta dalam setiap hal?" jelas Nyonya L
Satu bulan telah berlalu sejak kejadian itu. Hubungan Jay dan Kaira juga baik-baik saja. Tapi, Kaira sedikit menjaga jarak bahkan sedikit sekali bicara. Kaira sudah kembali bekerja untuk mengisi waktu luangnya agar tidak terlalu memikirkan kejadian yang masih saja membuatnya ketakutan."Kaira!" teriak Lily."Bisakah kau kecilkan suaramu?" Luka di leher Kaira sudah sembuh tapi bekasnya tidak akan hilang. Sama halnya dengan perasaan. Kasus selesai, tapi trauma masih berjalan. Pernikahan Kaira dan Jay masih menjadi sebuah rahasia. Entah kapan, Jay akan mengungkapkan siapa sebenarnya Istrinya di depan publik."Kau, apa kau baik-baik saja?" tanya Lily khawatir. Sejak masuk kembali bekerja, Kaira bersikap dingin, banyak diam, tidak seperti dulu. A
Kaira tertidur dalam pelukan Jay di atas ranjang hotel yang sudah Jay siapkan untuk memperbaiki hubungan mereka. Sayangnya, semuanya tidak berjalan dengan lancar karena Kaira tiba-tiba ketakutan tanpa sebab."Sebenarnya, apa yang kau takutkan?" gumam Jay sembari memandangi wajah Kaira yang pucat.(TIGA JAM SEBELUMNYA)"Kaira, kau kenapa sayang?" tanya Jay panik."Jangan mendekat!" teriak Kaira bahkan tangan Jay di tepis begitu saja. Jay tahu sejak kejadian di Jepang Kaira menjadi takut dengan orang baru sehingga ketika menyiapkan makan malam, Jay meminta pelayan di rumahnya untuk menyiapkan semua tanpa adanya orang baru."Sayang, tenang! Ini aku," ucap Jay lembut. Dengan tangis pilu, mata yang memerah, Kaira menatap Jay yang berlutut di hadapan
Tidak ada yang aneh dengan pertanyaan Nyonya Luna. Jay juga bisa menjawab dengan tegas. Respon Nyonya Luna yang membuat Jay sedikit heran atau lebih tepatnya tidak menyangka kalau Nyonya Luna begitu peduli dengan Kaira."Mama berharap, kau tidak berubah bagaimanapun keadaan Kaira. Bagi Mama, Kaira adalah pilihan sempurna," ucap Nyonya Luna tanpa ragu."Ma, aku bukan pria yang berfikiran sempit," jelas Jay."Kalau begitu, kalian tinggal di rumah Mama untuk sementara waktu.""Kenapa?" tolak Jay."Jay, kamu tidak bisa mendampingi Kaira. Apa kamu tidak ingat, jadwal dinas 2 tahun yang sudah kamu setujui?""Bisakah di batalkan? Aku ingin membawanya bersamamu," ucap Jay lesu."Tidak! Mama tidak akan membiarkanmu mengabaikan Kaira dan terjadi lagi insiden seperti kemarin," tolak Nyonya Luna dengan tegas.