Share

17. Thanks, Mom!

"TAPI DIMATAKU, KAU SAMA SEKALI TIDAK MEMILIKI SEBUAH HARGA!"

"..."

"..."

     Kaira maupun Vanka menoleh ke arah sumber suara yang tegas dan juga terdengar begitu gagah.

"Sayang!" Jay menyambut Kaira dengan merentangkan tangan lalu memeluknya dengan hangat.

"Apa dia sedang membelaku?" batin Kaira sembari membalas pelukan Jay.

"Apa yang di katakan Grace benar, kalau pria ini sudah menikah?" batin Vanka.

    Kaira meletakkan telapak tangannya di kening Jay untuk memastikan suhu tubuhnya.

"Menunduk!" pinta Kaira.

    Jay menunduk sesuai arah, lalu Kaira menempelkan keningnya di kening Jay karena setelah memeriksa dengan telapak tangan, suhu tubuh Jay normal.

"Aneh... Kata Mama sakit, tapi kenapa dia terlihat segar dan sangat tampan?" batin Kaira.

"Apa ini tidak terlalu dekat?" batin Jay dengan wajah yang memerah.

    Jay menarik tangan Kaira menuju kamar, supaya Kaira bisa istirahat. Vanka yang merasa kehadirannya di abaikan, mengepalkan tangannya dan otaknya berputar-putar mencari sebuah ide.

"Presdir!" panggil Vanka sebelum langkah Jay semakin jauh.

"Iya! Ada apa?" jawab Jay ketus.

"Maaf, Presdir. Tapi, setidaknya berikan saya waktu untuk memperkenalkan diri," seru Vanka tanpa rasa malu.

"Oh. Saya tahu namamu, dan kau sadar aku adalah atasmu, itu sudah cukup!" jawab Jay.

"Tapi..."

"Tugasmu mengurus pekerjaan, bukan mengurusku. Satu lagi, kau harus menjaga sikapmu kalau ingin bekerja denganku!" tatapan mata Jay seperti menebas langsung harapan Vanka.

"Rasya, dari mana kau mendapatkan wanita jadi-jadian ini? Tidak masalah kalau Sekretarisku wanita, tapi kenapa yang model seperti ini?" batin Jay.

    Jay melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar bersama Kaira. Rasya merasakan telinganya berdengung dan dadanya berdebar.

"Apa sebentar lagi akan ada badai?" batin Rasya.

    Rasya sibuk membawakan koper Kaira dan juga membawa koper Vanka di kamar atas, sehingga Jay tidak bisa langsung mengomelinya.

"Rapi begini, apa Suamiku mau pergi? Bukankah kata Mama sakit? Apa tidak bisa istirahat dulu?" tanya Kaira khawatir.

"Sakit? Haaa... Mama yang mengatakan kalau aku sakit?" tanya Jay.

     Jay merebahkan tubuhnya dan meletakkan kepalanya di pangkuan Kaira. Tangan Kaira membelai lembut rambut Jay. 

"Bagian mana yang sakit?" tanya Kaira.

     Jay menunjuk pada menaranya yang tertutup oleh celana. Kaira terkejut melihat Jay yang begitu iseng menggodanya.

"Haaaa?"

"Sakit terhimpit celana," gumam Jay dengan suara yang begitu lirih.

"Apa yang ada di pikiran pria ini hanya itu... Ha? Itu?" batin Kaira sembari ingatannya tentang malam itu terpampang jelas.

"Kenapa wajahnya memerah? Apa yang di bayangkannya?" batin Jay.

      Jay merubah posisinya menjadi duduk, lalu kedua tangannya mendorong pundak Kaira hingga tergeletak di atas ranjang.

"Jay!" pekik Kaira.

"Bukankah Istriku ingin tahu, aku sakit atau tidak?"

"Tentu saja!" jawab Kaira.

"Apa yang pria liar ini rencanakan?" batin Kaira penuh dengan curiga.

 "Bukankah harus di lihat dari stamina? Istriku yang harus menilainya, apa tenagaku berkurang dari kemarin atau malah semakin bertambah," bisik Jay sembari meniup telinga Kaira yang sangat sensitif.

TOK... TOK... TOK...

"Tuan muda!" suara Rasya terdengar dari luar kamar.

"Anu... Itu Pak Rasya manggul," ucap Kaira.

"Si pengganggu itu!" pekik Jay kesal.

     Jay kemudian melepaskan Kaira dan turun dari ranjang untuk membuka pintu. Rasya terkejut dengan ekspresi wajah Jay yang seakan-akan ingin menelannya hidup-hidup.

"Tuan Muda..."

"Apa tidak bisa kalau tidak mengganggu yang pengantin baru ini?" ketus Jay.

"Ada Tuan Bran di depan."

"Kenapa tidak bisa menghargai aku yang masih jomblo?" batin Rasya.

 "Sudah, temui dulu tamunya," seru Kaira.

     Jay mengganti pakaiannya yang kusut karena sudah di pakai berbaring. Kaira menikmati pemandangan tubuh Jay dengan menahan air liurnya. Tanpa sadar, Kaira memeluk Jay dari belakang, tangannya meraba perut Jay yang seperti roti sobek dan juga dadanya yang keras berotot.

"Apa boleh kalau aku tidak menemui tamunya?" ucap Jay merajuk.

"Apa gara-gara aku menggodanya? Aku tidak bermaksud menggoda karena aku sendiri yang tergoda," batin Kaira.

    Kaira memandang lekat bibir Jay. Lalu, kedua tangan Kaira menyentuh kedua pipi Jay dan menuntunnya untuk menunduk. Kaira menjinjitkan kakinya lalu setelah posisinya sudah pas, Kaira mulai mencium bibir Jay.

    Awalnya, Jay terkejut dengan tindakan Kaira tapi Jay langsung membalas ciuman Kaira. Jay mengangkat tubuh Kaira tanpa melepaskan pagutan bibirnya. Jay membaringkan tubuh Kaira ke atas ranjang. Tangan Jay mulai membuka tali dress Kaira yang berada di pundak. Bibir Jay bergeser turun mencium leher dan juga menggigit pundak Kaira.

    Sesuatu terasa menggelitik dan membuat darah berdesir penuh keinginan lebih. Ketika Jay hendak membuka kemejanya yang belum terkancing, suara langkah kaki terdengar menuju kamarnya.

TOK... TOK... TOK...

"Tuan! Tuan Bran membawa surat kontraknya," wajah Jay seketika kesal ketika Rasya mengganggu ritualnya.

"Nanti bisa di lanjutkan. Temui dulu tamunya," ujar Kaira sembari mencium pipi Jay.

"Baiklah, Istriku!" Jay membalas kecupan Kaira.

     Jay sudah merapikan pakaiannya dan juga sudah keluar dari kamar. Kaira membuka ponselnya dan berusaha mencari sosial media milik Vanka.

"Mama bohong soal Jay yang sakit. Mama pasti sengaja mengirimku datang ke sisi Jay. Tapi kenapa ya?" batin Kaira.

   ***

     Di sisi lain, Nyonya Luna tengah berada di sebuah pemakanan. Pemakaman itu tidak pernah tanpa taburan bunga. Bunganya selalu ganti setiap hari. 

"Meisya, Mama datang lagi hari ini. Mama tidak akan tenang sebelum mereka di hukum. Sekarang, Kakakmu sudah menemukan seorang Istri yang akan membantu Kakakmu membuka mata," ucap Nyonya Luna.

"Meisya, Mama pulang dulu. Besok, Mama akan datang lagi."

     Saat perusahaan milik Keluarga Jay masih kecil dan belum stabisl, Jay ingin menikahi Grace. Tapi, keluarga Grace ingin Grace menikah dengan pria kaya.

    Jay hampir di buat gila supaya Jay tidak lagi mengganggu Grace. Grace menikah dengan orang kaya dan meninggalkan Jay yang saat itu bukan siapa-siapa. 

   Hal yang paling Nyonya Luna sesali adalah kejadian di hari pernikahan Grace. Keluarga Grace membakar rumah Jay, supaya Jay tidak memiliki waktu untuk mengacau.

   Naas, Adik Jay yang bernama Meisya baru kembali dari rumah sakit. Tenaganya yang belum pulih, harus menghirup asap yang tebal sehingga tenaganya habis. Jay masih di kantor dan tidak mengetahuinya. Nyonya Luna dan Tuan Alrecha tengah berbelanja di supermarket terdekat.

   Meisya di jaga oleh Dokter dan juga Bibi Ning, pengasuh Jay dan juga Meisya. Api yang besar dan cepat merambat, membuat mereka bertiga terjebak. Ketika Dokter Weni akan mendorong Meisya supaya Meisya bisa selamat, tapi bangunan rumah sudah roboh. Mereka bertiga tidak bisa menyelamatkan diri dan terkubur dalam bangunan yang penuh dengan api.

    Jay terpuruk, begitupun dengan dengan Nyonya Luna dan Tuan Alrecha. Karena uang, keluarga Grace selamat dari hukuman. Bersamaan dengan sebuah musibah, ada sebuah rezeki. Saham di perusahaan Jay melonjak tinggi.

    Hal pertama yang Jay pikirkan adalah membalas rasa sakit keluarganya. Hanya saja, Jay belum tahu akan memulai dari mana.

"Mulailah dari Vanka. Kaira akan membantumu, Jay!" batin Nyonya Luna.

***

     Vanka membuatkan minuman untuk para tamu, lalu duduk bersama untuk merangkum hasil meeting bersama Tuan Bran perihal kontrak.

   Tuan Bran menatap Vanka seperti tidak menyukainya. Jay berbisik pada Rasya untuk meminta Rasya memanggil Kaira. 

"Minta Nyonya untuk menemaniku meeting," bisik Jay.

    Pintu kamar tidak terkunci dan Rasya melihat Kaira tengah fokus pada ponselnya. Rasya memilih untuk menunggu sebentar sampai Kaira menyadari kehadirannya.

"Hah? Bukaankah ini Grace dan..."

"Nyonya!"

"Eh, Pak Rasya! Ada apa?"

"Tuan meminta Nyonya untuk menemaninya meeting."

"Aku akan bersiap dulu."

     Kaira melepas kacamata cupunya dan memoles sedikit wajahnya dengan make up tipis. Sebagai Istri dari orang ternama, Kaira harus pintar menempatka diri.

   Dres ungu dan juga rambut yang di biarkan terurai, membuat Kaira semakin mempesona. Rasya menunjukan ruangan meeting pada Kiara.

   Kedatangan Kaira di sambut hangat oleh Tuan Bran dan juga orang-orangnya. Tapi...

"Ha? Mereka bicara apa?" wajah cantik Kaira menjadi terlihat bodoh setelah mendengar bahasa asing.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nur Kasih
banyak hal batin nya
goodnovel comment avatar
Bunda Saputri
Bagusnya ceritamu thoorr
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status