Suasana semakin menegangkan setelah Kaira mendapatkan satu tamparan keras pada pipi kanannya. Kancing bajunya juga sudah berserakan di atas lantai.
Kaira menutup dadanya menggunakan kedua tangannya karena Kaira sudah tidak menggunakan bra di saat malam hari tiba.
Tenaga pria itu jauh lebih kuat dari bayangan Kaira. Kaira berusaha sebisa mungkin melepaskan diri supaya bisa lari. Lari sejauh yang dia bisa.
Berulang kali pria itu menampar Kaira hingga wajahnya penuh dengan lebam. Naura membalasnya dengan mencakar wajah pria itu dengan kukunya.
"Wanita sialan!" bentaknya.
Pria itu menancapkan pisau kecil di leher Kaira, supaya membuat Kaira tidak melawannya. Namun, Kaira memilih mati dengan cara tidak hormat, dibandingkan dengan menyerahkan segala kehormatannya.
"Kau benar-benar ingin mati rupanya!" teriak pria itu.
Pria yang sedang merasakan kegeraman di hatinya, menoleh kanan dan kiri mencari sesuatu yang bisa di gunakan untuk mengikat Kaira.
Kaira merasa ada kesempatan yang bisa di gunakannya untuk lari. Kaira mendorong pria asing itu, lalu mengambil heels yang ada di dekatnya.
BUAKKKK...
Kaira merasa gemetaran setelah memukul kepala pria itu menggunakan heels dan menginjak perutnya. Darah mengucur dengan deras dari leher Kaira karena pisau itu merobek leher Kaira. Lukanya belum di ketahui dalam atau tidak. Kaira terus berlari hingga mendapatkan tempat yang sedikit ramai.
Kaira duduk dengan memegang pakaiannya yang terbuka supaya tubuhnya tidak terlihat oleh mata pria asing lainnya.
Rasa sakit, perih, ketakutan, membuat Kaira gemetaran. Kaira berteduh di sebuah halte. Hilir mudik orang masih berlalu lalang.
Kaira menghubungi Jay beberapa kali, tapi Jay tidak menerima panggilannya. Kaira akhirnya menghubungi Rasya.
"Hallo, Nyonya!"
"Suruh Jay pulang!" teriak Kaira dengan tangis yang tersedu-sedu.
"Nyonya..."
"Suruh Jay pulang sekarang kalau dia tidak ingin aku mati."
Sambungan terputus. Kaira mengirimkan lokasinya saat ini pada Rasya. Kaira hanya pasrah menunggu, apakah Jay akan menyusulnya dengan segera atau mementingkan pekerjaannya.
"Aku merasa semakin lemas. Darahnya juga kenapa tidak berhenti," gumam Kaira.
Kaira menutup luka sayatan di lehernya dengan telapak tangan kiri, sedangkan tangan kanan, memegangi pakaiannya agar tidak terbuka oleh angin.
"Jay, cepatlah kembali!"
***
"Tuan!" panggil Rasya.
"Ada apa?"
"Sepertinya terjadi sesuatu pada Nyonya," bisik Rasya.
"Kau bisa handle urusan di sini, bukan?"
"Tenang saja. Aku sudah mengirimkan lokasi Nyonya."
Jay bergegas menerima kunci mobil dari Rasya dan membiarkan Rasya yang menghandle pekerjaannya.
Mobil Jay meluncur dengan gesit, melewati jalanan yang sudah mulai sepi. Lokasi Kaira tidak jauh dari villa, sehingga Jay membutuhkan waktu sekitar 45 menit, itu juga dengan kecepatan tinggi.
Berkali-kali Jay menghubungi ponsel Kaira, tapi ponselnya mati. Rasa khawatir semakin mencuat tinggi. Jay dengan sigap menambahkan kecepatan mobilnya.
"Kaira, kau harus baik-baik saja," gumam Jay.
***
"Nona ini sepertinya bukan dari sini," batin seorang wanita yang tidak sengaja melewati Kaira.
"Hai Nona!" wanita itu berbicara menggunakan bahasa inggris.
"Jangan mendekat!" teriak Kaira.
"Hai, Nona! Apa Nona sudah menghubungi keluarga? Apa yang bisa saya bantu?"
"Sudah. Anda boleh pergi!" Kaira menjadi ketakutan saat melihat orang asing.
"Jangan takut! Saya akan menemani Nona sampai keluarga Nona menjemput."
"Terimakasih! Tapi tidak perlu!" tolak Kaira.
"Pakaian berantakan, luka di leher, wajah lebam, tubuh gemetar seperti ketakutan, apa dia baru saja mengalami pelecehan seksual?" batinnya.
"Kalau begitu, saya akan tunggu Nona di sana kalau Nona merasa takut dengan saya."
Kaira melihat wanita paruh baya itu berdiri tidak jauh dari tempatnya. Wanita itu benar-benar menunggu Naura. Malam yang semakin larut, membuat wanita itu khawatir kalau keadaan Kaira yang sedang lemah, di manfaatkan oleh orang lain.
Sebuah mobil berhenti di depan Kaira. Jay keluar dan lompat begitu saja setelah melihat kondisi Kaira yang menyedihkan.
Ketika melihat orang wanita yang di cintainya terluka, hati Jay ikut teriris melihatnya. Dendam di hati menggumpal dan mengeras.
"Kaira!" Jay memeluk Kaira yang hanya duduk dengan ketakutan yang menguasai dirinya.
"Kenapa baru datang sekarang?" tangis Naura semakin pecah setelah menyadari pria yang memeluknya adalah Jay.
Jay tidak banyak bertanya. Jay menggendong Kaira dan membawanya masuk ke dalam mobil untuk segera ke Rumah Sakit supaya cepat mendapatkan penanganan.
***
THE UNIVERSITY OF TOKYO HOSPITAL
Kaira sudah berada di dalam ruang perawatan. Dokter terbaik sedang menanganinya. Jay tidak bisa duduk dengan tenang. Meskipun hanya operasi kecil karena luka sayatan terdapat pada leher, Jay tetap berjalan bolak balik di depan pintu ruang operasi supaya kegundahan hati tidak melahap habis sedikit ketenangan yang tersisa.
Nyonya dan Tuan Alrecha segera menyusul Jay menggunakan jet pribadi setelah mendapatkan kabar musibah yang menimpa Kaira.
"Sudah 5 jam, tapi kenapa belum juga selesai?" batin Jay.
Operasi berjalan 7 jam lamanya, karena sebelum tersayat, leher Kaira tertusuk cukup dalam. Kaira sudah di pindahkan di ruang rawat. Jay menunggu Kaira dengan sabar meskipun sudah berjam-jam tapi Kaira tidak juga kunjung bangun.
"Kiara, ayo bangun sayang! Jangan membuatku semakin khawatir," gumam Jay.
Jay bergumam dan terus bergumam supaya Kaira cepat cepat sadar dan membuka matanya yang indah. Jay ingin menatap lagi mata Kaira, mendengar omelannya, merasakan kemarahan Kaira. Semuanya tentang Kaira.
"Aku sudah bangun!" ucap Kaira sembari mengelus ujung kepala Jay.
"Aku minta maaf!"
"Iya, bukan salahmu."
"Kai, aku seharusnya bertanggungjawab sepenuhnya atas dirimu. Keselamatanmu, dan semua hal. Aku mencintaimu tapi aku tidak bisa menjagamu," ucap Jay.
Ada sebuah kata yang terbesit luka. Melihat wajah memar Kaira, Jay semakin ingin memaki dirinya sendiri. Betapa Jay merasa, menjadi Suami yang tidak berguna karena tidak bisa menjaga satu-satunya wanita yang di cintainya.
Penyesalan Jay bukan hanya sebatas luka memar di wajah Kaira, ataupun bekas sayatan yang masih basah lukanya. Penyesalan terdalam Jay karena kejadian ini membekas lekat di ingatan Kaira, menjadikan Kaira seperti memiliki sebuah trauma.
"Aku minta maaf!" ucap Jay lagi.
"Bukan salahmu!" jawab Kaira.
"Ayo, menangislah dan pukul aku. Aku tidak mau melihatmu pura-pura kuat," pinta Jay.
"Aku kuat karena ada kamu!"
***
Keesokan harinya, Tuan dan Nyonya Alrecha sudah sampai di Rumah Sakit sekitar pukul 2 siang. Dengan langkah cepat Tuan dan Nyonya Alrecha menemui Jay setelah bertanya pada perawat yang bertugas.
Kaira baru saja makan dan minum obat, sehingga setelah Tuan dan Nyonya Alrecha masuk, Kaira tengah tertidur pulas.
"Mama!" pekik Jay.
Jay tidak mengetahui rencana orangtuanya yang menyusulnya hingga ke Jepang. Jay terkejut melihat Nyonya Luna menatapnya dengan amarah yang tinggi.
"Jay, bagaimana kondisi Kaira?" tanya Tuan Alrecha.
"Sudah membaik, Pa!"
PLAKKKKKK
PLAKKK! Jay menyentuh pipinya yang terkena tamparan begitu keras oleh tangan lembut Nyonya Luna. Sorot mata kemarahan dan kecewa tak bisa lagi Jay hindari."Ma...""Mama mendatangkan Istrimu untuk menjagamu dari godaan, tapi kau menjaga Istrimu saja tidak becus. Jay, kau sama sekali tidak berguna menjadi seorang suami!" teriak Nyonya Luna. Jay terdiam. Jay tidak bisa membantah karena apa yang di katakan oleh Nyonya Luna adalah sebuah kenyataan."Mama benar. Aku seorang Suami yang tidak berguna," jawab Jay sembari menundukkan kepalanya."Sebelum Kaira bangun, Mama ingin kau sudah menemukan siapa orang yang ingin melukai Menantu Mama!""Jay tititp Kaira," ucap Jay. Jay meninggalkan Rumah Sakit dan langsung menuju villa, tempat dimana Kaira mendapatkan perlakuan yang sangat tidak
"Ma, Kaira istriku, tentu saja aku mencintainya!" jawab Jay."Menggunakan hatimu yang telah lama kosong?" Nyonya Luna terus mendesak Jay."Ma...""Jawab Jay!" ucap Nyonya Luna dengan nada yang cukup keras."Aku tidak tahu. Aku hanya tahu kalau aku mencintainya karena Kaira adalah istriku!""Lebih baik kau jangan menemui Kaira. Kaira biar Mama yang jaga. Aku sangat tidak rela, Kaira tersentuh oleh tangan tanpa cinta!" ucap Nyonya Luna dengan amarah yang di tahannya."Ma, Kaira istriku! Bagaimana bisa Mama menjauhkannya dariku?" tolak Jay."Jay, menjadi istri tanpa cinta, akan sulit. Kau hanya mencintainya karena statusmu suaminya, bukan?""Apa aku salah?""Jay, kalau kau mencintai Kaira dengan status, bagaimana jadinya kalau ada orang ketiga masuk yang akan membuatmu jatuh cinta dalam setiap hal?" jelas Nyonya L
Satu bulan telah berlalu sejak kejadian itu. Hubungan Jay dan Kaira juga baik-baik saja. Tapi, Kaira sedikit menjaga jarak bahkan sedikit sekali bicara. Kaira sudah kembali bekerja untuk mengisi waktu luangnya agar tidak terlalu memikirkan kejadian yang masih saja membuatnya ketakutan."Kaira!" teriak Lily."Bisakah kau kecilkan suaramu?" Luka di leher Kaira sudah sembuh tapi bekasnya tidak akan hilang. Sama halnya dengan perasaan. Kasus selesai, tapi trauma masih berjalan. Pernikahan Kaira dan Jay masih menjadi sebuah rahasia. Entah kapan, Jay akan mengungkapkan siapa sebenarnya Istrinya di depan publik."Kau, apa kau baik-baik saja?" tanya Lily khawatir. Sejak masuk kembali bekerja, Kaira bersikap dingin, banyak diam, tidak seperti dulu. A
Kaira tertidur dalam pelukan Jay di atas ranjang hotel yang sudah Jay siapkan untuk memperbaiki hubungan mereka. Sayangnya, semuanya tidak berjalan dengan lancar karena Kaira tiba-tiba ketakutan tanpa sebab."Sebenarnya, apa yang kau takutkan?" gumam Jay sembari memandangi wajah Kaira yang pucat.(TIGA JAM SEBELUMNYA)"Kaira, kau kenapa sayang?" tanya Jay panik."Jangan mendekat!" teriak Kaira bahkan tangan Jay di tepis begitu saja. Jay tahu sejak kejadian di Jepang Kaira menjadi takut dengan orang baru sehingga ketika menyiapkan makan malam, Jay meminta pelayan di rumahnya untuk menyiapkan semua tanpa adanya orang baru."Sayang, tenang! Ini aku," ucap Jay lembut. Dengan tangis pilu, mata yang memerah, Kaira menatap Jay yang berlutut di hadapan
Tidak ada yang aneh dengan pertanyaan Nyonya Luna. Jay juga bisa menjawab dengan tegas. Respon Nyonya Luna yang membuat Jay sedikit heran atau lebih tepatnya tidak menyangka kalau Nyonya Luna begitu peduli dengan Kaira."Mama berharap, kau tidak berubah bagaimanapun keadaan Kaira. Bagi Mama, Kaira adalah pilihan sempurna," ucap Nyonya Luna tanpa ragu."Ma, aku bukan pria yang berfikiran sempit," jelas Jay."Kalau begitu, kalian tinggal di rumah Mama untuk sementara waktu.""Kenapa?" tolak Jay."Jay, kamu tidak bisa mendampingi Kaira. Apa kamu tidak ingat, jadwal dinas 2 tahun yang sudah kamu setujui?""Bisakah di batalkan? Aku ingin membawanya bersamamu," ucap Jay lesu."Tidak! Mama tidak akan membiarkanmu mengabaikan Kaira dan terjadi lagi insiden seperti kemarin," tolak Nyonya Luna dengan tegas.
"Tuan, apakah harus seperti ini? Baru saja 3 hari lalu bertemu dan sekarang ingin bertemu dengan Nona Grace?" tanya Rasya."Rencana harus di jalankan sesuai dengan baik. Full dan tidak setengah-setengah, bukan?""Benar, tapi Nyonya...""Kau jalani saja tugasmu. Nyonya akan menjadi urusanku," jawab Jay. Tidak ada yang bisa menerka ataupun mengira-ira isi kepala Jay. Semuanya seperti sebuah misteri. Jay begitu sensitif, dingin bahkan sangat tidak ramah setelah kondisi mental Kaira tergoncang. Jay terus menerus menyalahkan dirinya karena lalai. Wanita satu-satunya yang Jay cintai, harus menderita akibat sebuah trauma yang mendalam dalam hidupnya.BRUMMM... BRUMMM... BRUMMM... Mobil yang di kendarai Rasya untuk mengantar Jay menemui Grace sudah masuk ke dalam padatnya jalanan.
Gemericik air dari dalam kamar mandi membangunkan Kaira. Kaira kemudian keluar dari kamar untuk membuatkan teh hangat."Aku ketiduran lumayan lama. Mungkin Mama keluar kamar setelah Jay kembali," batin Kaira. Kaira merebus sedikit air sehingga tidak memakan waktu yang lama. Dua cangkir teh sudah siap di nampan dan juga sepiring makanan ringan. Ketika Kaira membuka pintu dari luar, bersamaan dengan Jay yang hendak membuka pintu dari dalam, sehingga tubuh Kaira seakan tertarik lebih dari tenaganya."Akkkhhh!" pekik Kaira yang hampir saja terjatuh."Apa kau baik-baik saja?" tanya Jay. Jay sigap, menangkap tubuh Kaira hingga jatuh ke pelukannya dan juga nampan yang terselamatkan. Sayangnya, Jay tidak memperhatikan tubuhnya sendiri. Handuk yang menut
Kaira hanya menerima secarik kertas di atas meja dengan sarapan yang sudah tersedia ketika baru membuka mata. Bibirnya tersenyum melihat kertas kecil yang bertuliskan kata-kata sederhana."Sayang, aku harus ke Indonesia pagi ini. Aku akan kembali lusa. Jaga kesehatan ya. I LOVE YOU!""Jay, kau suami terbaik. Aku kehilangan sahabat, tapi Tuhan menggantikannya dengan dirimu yang jauh lebih bisa mengerti aku," gumam Kaira.Tok... Tok... Tok..."Kaira sayang, sudah bangun?" terdengar suara Nyonya Luna memanggil nama Kaira."Iya, Ma. Sebentar!" jawab Kaira. Kaira membuka pintu dan mempersilahkan Nyonya Luna masuk. Nyonya Luna memperhatikan Kaira dengan saksama."Ma, ada apa? Kaira baru saja bangun jadi wajahku pasti kusut," jelas